Bahan Pangan Meningkat, Rakyat Meratap

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan harga berbagai komoditas pangan mulai menunjukkan kenaikan beberapa hari menjelang puasa.
Abdullah mengatakan, kenaikan harga ini seiring dengan fase kenaikan harga selama Ramadhan dan lebaran. Menurutnya, terdapat 3 fase kenaikan harga, fase pertama terjadi seminggu menjelang puasa, fase kedua beberapa hari menjelang lebaran dan fase ketiga sekitar 2-3 hari setelah lebaran.

Dia menerangkan, kenaikan harga di fase pertama ini lantaran banyak orang yang berbelanja di saat yang bersamaan untuk mempersiapkan bahan makanan di awal puasa. Karenanya, permintaan meningkat, stok di pasar habis dan harga pun meningkat. Dia juga mengatakan, harga bahan pangan biasanya mulai menurun di pertengahan bulan puasa. Karenanya, dia mengatakan permintaan yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan pasokan yang tinggi pula (Kompas.com, (8/4/2021).

Di sisi lain, merujuk pada situs resmi Informasi Pangan Jakarta, beberapa komoditas memang terpantau merah alias mengalami kenaikan per 11 April dibandingkan dengan hari sebelumnya. Harga beras per kilogramnya untuk jenis IR 64 naik Rp 208 menjadi Rp 11.716 per kilogram. Harga minyak goreng curah naik Rp 98 menjadi Rp 14.194 per kg. Sementara harga telur ayam ras naik Rp 451 menjadi Rp 24.291 per kilogram. Kemudian harga ayam broiler naik Rp 826 menjadi Rp 41.485 per kg.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, harga pangan jelang Ramadhan masih stabil dan terkendali. Sembari Menteri Lutfi berharap, dengan jaminan ketersediaan stok, harga bisa berada dalam tren penurunan. “Kalau ada kenaikan di sana-sini itu sporadis, tetapi kami pastikan bahwa stok ada, stok terjamin, dan kita akan melihat penurunan harga. Baik antara hari ini sampai puasa, dan mudah-mudahan juga akan terjaga selama Idulfitri,” katanya, dilansir dari Indonesia.go.id (15/3/2021).

Lutfi memaparkan, jika merujuk pada data sistem pemantauan pasar kebutuhan pokok (SP2KP), memang terdapat kenaikan harga secara bulanan pada beberapa komoditas. Data menunjukkan, antara 11 Februari 2021 dan 12 Maret 2021 harga beras premium naik 0,31 persen secara bulanan dan minyak goreng curah naik 1,43 persen secara bulanan.

Beberapa komoditas lain bahkan naik lebih dari lima persen secara bulanan. Di antaranya cabai rawit merah yang rata-rata di kisaran Rp74.607 per kg pada 11 Februari menjadi Rp96.247 per kg atau naik 22,48 persen, bawang merah naik 11,54 persen dari Rp30.457 per kg menjadi Rp34.430 per kg, dan bawang putih Honan yang naik 5,06 persen dari Rp26.822 per kg menjadi Rp28.252 per kg.

Meski demikian, menurut Lutfi, sudah ada tren penurunan harga pada komoditas tersebut seiring dengan bertambahnya pasokan dari dalam negeri maupun realisasi impor. Sebagai contoh, harga cabai rawit merah terpantau turun tipis 0,46 persen pada 12 Maret 2021 dibandingkan dengan harga pada 10 Maret 2021.
Masalah ketersediaan beras juga dijamin masih aman. Oleh karena itu, seperti disampaikan Dirut Bulog Budi Waseso, perum itu memastikan impor beras untuk cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1 juta ton belum tentu direalisasikan. “Produksi dalam negeri akan diutamakan untuk menjaga stok CBP.” Pemerintah pun sudah mengantisipasinya. Kementerian Perdagangan sebagai penjaga gawang soal stok bahan pangan menjamin bahan pokok itu cukup dan harga pun terkendali menjelang Ramadhan dan Idulfitri tahun ini.

Hal ini, tentu sangat tidak sinkron dengan pernyataan Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri, diawal pembahasan. Bahwa permintaan bahan pokok meningkat, sehingga stok di pasar habis, dan harga pun dapat meningkat. Sedangkan menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan bahwa harga pangan jelang Ramadhan masih stabil dan terkendali, serta bahan pokok itu cukup dan harga pun terkendali menjelang Ramadhan dan Idulfitri tahun ini. Tetapi pada faktanya tidak seperti itu.

Kenaikan bahan pokok ketika menjelang dan saat Ramadhan sudah sangat sering terjadi di setiap tahunnya. Sehingga banyak masyarakat yang menjadikan hal tersebut sebagai kuwajaran ketika memasuki dan saat bulan Ramadhan harga bahan pokok naik. Perekonomian dalam negeri saat ini memang menggunakan sistem ekonomi kapitalis dalam mengelola pangan. Dalam sistem kapitalis, mendasari problem ekonomi pada kelangkaan bahan pokok. Sehingga dalam hal pangan sistem ini telah menjadikan ketersediaan stok pangan adalah perkara utama yang harus dipenuhi oleh negara.

Jika ketersediaan pangan terpenuhi, maka persoalan pangan (dalam hal ini krisis pangan) akan selesai. Karna itu, berbagai cara dilakukan untuk memenuhi stok pangan. Jika produksi pangan dalam negeri tidak memadahi, maka impor besar-besaran akan dilakukan oleh negara. Namun keadaan pada faktanya sangat memprihatinkan. Bahwa ketersediaan bahan pangan yang memadahi, tetapi masih banyak masyarakat yang kelaparan.

Disinilah kesalahan sistem ekonomi kapitalisme yang mengabaikan distribusi pangan dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat individu per individu. Akibatnya negara seringkali tidak peduli dengan masyarakat yang tidak mampu menjangkau harga pangan atau bahkan tidak mampu sama sekali untuk membeli bahan pangan. Oleh kerena itu dalam sistem ini, sering ditemui stok pangan memadai akan tetapi, banyak masyarakat yang tetap tidak bisa untuk membelinya.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam negara Islam (khilafah), akan menjamin persediaan pangan dalam kondisi apapun. Negara wajib menjamin kebutuhan primer seluruh masyarakat. Negara akan menggunakan aturan-aturan Islam untuk mengatur perekonomian dengan meningkatkan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil. Sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun akan terpenuhi.

Itulah urgensinya penerapan sistem Islam di sebuah negara. Untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, sistem Islam menjadi sistem yang sangat cocok untuk mencapai target pemakmuran masyarakat di dalam suatu negara. Wallahu a'lam.[]

Oleh: Himatul Hindam Madina Arifin
(Mahasiswa Malang Raya)

Posting Komentar

0 Komentar