Si Putih dalam Geliat Impor yang Tak Kendor


Pemerintah memutuskan bakal mengimpor beras, garam dan gula, tak lama setelah publik ramai mendengar seruan Bapak Presiden untuk tidak sekedar mencintai produk dalam negeri, tapi juga membenci produk asing. Kampanye cinta produk dalam negeri dan benci produk luar negeri penting digaungkan supaya masyarakat loyal terhadap hasil karya anak negeri. 

Garam merupakan komoditi penting bagi masyarakat. Setiap hari garam ini dikonsumsi oleh masyarakat. Ketika membuat masakan tanpa garam akan terasa hambar. Namun, pentingnya garam untuk kehidupan masyarakat tidak sejalan dengan proses pembuatannya. Ternyata petani garam belum tentu dapat merayakan keberhasilannya dalam panen.

Rencana impor garam merupakan tradisi di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2017, Indonesia mengimpor garam dari Australia sebanyak 2,29 juta ton. Pada tahun 2018, impor garam dari Australia mengalami peningkatan menjadi 2,6 juta ton. Pada tahun 2019, Indonesia mengimpor garam dari Cina sebanyak 568 ton. Setelah itu kembali mengimpor sebanyak 1,32 ribu ton. Kemudian pada tahun 2020, impor garam dari Australia kembali terjadi dengan mencapai 2,22 juta ton. Sedangkan impor garam dari India tercatat sebanyak 719,55 ribu ton pada tahun 2019 dan 373,93 ribu ton pada tahun 2020.

Menteri perdagangan, Muhammad Lutfi megungkapkan alasan pemerintah membuka kembali impor garam sebanyak 3 ton pada tahun ini. Kebijakan ini ditetapkan sebagai realisasi UU Nomor 11/2020 tentang cipta kerja. Dari UU ini terbitlah PP 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perikanan dan Kelautan dan Perikanan pasal 289 yang menyebut tidak ada batasan waktu impor garam. Kebijakan impor garam menurut pemerintah karena hal itu berkaitan dengan kualitas dan kuantitas garam lokal. Menurut Mendag, pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri. Mendag menambahkan, kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri. Untuk saat ini yang menjadi PR bersama adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas garam dalam negeri, sehingga mampu memenuhi kebutuhan industri. 

Menteri kelautan dan perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 2,1 juta ton pada 2021, sementara kebutuhan garam nasional tahun ini sebanyak 4,6 juta ton. Menurutnya, pemerintah terus berupaya memperbaiki produksi garam lokal guna meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat. Upaya tersebut diantaranya yakni dengan integrase lahan garam untuk peningkatan produktivitas dari 60 ton per hektar per musim menjadi 120 ton per hektar per musim.


Kebijakan yang Masih Belum Jelas? 

Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Putut Indriyono menyayangkan rencana pemerintah untuk membuka impor garam. Kebijakan tersebut menurutnya sifatnya reaktif jangka pendek dan tidak konstruktif. Pemerintah dinilai belum memiliki desain pengembangan industri garam nasional yang jelas yang seharusnya berisi strategi komprehensif. Putut menambahkan, pemerintah seharusnya memiliki data valid soal kebutuhan garam dan memperhatikan kesejahteraan petani garam. Para petani di Barbanas Nite mengungkapkan, bahwa kebijakan pemerintah impor garam sangat disayangkan karena mereka merasa tidak bisa menjual garam lagi dan hal tersebut bisa menambah beban hidup mereka.

Angka kebutuhan garam setiap tahun seharusnya sudah diprediksi tonasenya, sehingga ada target pengurangan impor dari tahun ke tahun yang diikuti dengan target kebijakan produksi dari dalam negeri. Bila hal ini dilakukan beberapa tahun ke depan, maka swasembada garam dapat tercapai, pemerintah juga perlu memperbaiki tata niaga garam yang berpihak kepada petani garam dan industri dalam negeri. 


Pengaturan Pemenuhan Garam dalam Islam

Indonesia dianugrahi Allah SWT kekayaan alam yang luar biasa melimpah dengan potensi bibir pantai sekitar 99.093 km dan gunung-gunung garam, serta iklim tropis yang sangat mendukung. Hal ini mendukung terwujudnya kedaulatan dalam pemenuhan garam bagi rakyat. Peran negara sangat penting dalam membentuk kedaulatan garam dan memberdayakan segala potensi yang ada, baik SDM maupun SDA. 

Dalam Islam, negara akan hadir secara utuh dalam mengurusi kebutuhan pangan rakyatnya termasuk pemenuhan garam, karena memang garam tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Pengaturan pemenuhan ini antara lain pada hal produksi, distribusi dan konsumsi. Sehingga, ketika negara hadir secara utuh untuk mengurusi rakyatnya, maka tidak akan terjadi penguasaan kebutuhan rakyat oleh segelintir pihak yang mengejar keuntungannya sendiri, bahkan rakyat akan terlindungi dari korporasi-korporasi serakah yang ingin mengeksploitasi seluruh sumber daya negeri ini.[]

Oleh: Endang Patmiasih

Posting Komentar

0 Komentar