Menelisik di Balik Referendum Pelarangan Cadar di Swiss: Radikalisme atau Islamofobia?



TintaSiyasi.com-- Baru-baru ini Barat kembali menunjukkan sikap hipokritnya. Pasalnya, negara Swiss baru saja mengeluarkan referendum pelarangan cadar di tempat umum. Dilansir AFP dan CNN, Senin (8/3/2021) hasil resmi menunjukkan bahwa 51,21 persen pemilih mendukung proposal tersebut. Hasilnya berarti cadar akan dilarang di semua tempat yang dapat diakses publik, termasuk di jalan, di kantor umum, di transportasi umum, di restoran, toko, dan di pedesaan.

Proposal kontroversial itu mendapat dukungan dari 51,21persen pemilih dan mayoritas dari 26 kanton negara itu. Hal itu menurut hasil sementara resmi yang diterbitkan oleh pemerintah federal.

Pemungutan suara anti-burqa atau cadar muncul setelah perdebatan bertahun-tahun di Swiss menyusul larangan serupa di negara-negara Eropa lainnya-dan di beberapa negara mayoritas Muslim, meskipun wanita yang mengenakan cadar menjadi pemandangan yang sangat langka di jalan-jalan Swiss.

Meskipun proposal dalam referendum itu "Ya, untuk pelarangan penutup wajah penuh", proposal yang diajukan oleh beberapa kelompok termasuk sayap kanan Partai Rakyat Swiss, tidak menyebut Islam secara spesifik, tetapi secara luas disebut sebagai "pelarangan burqa" di media Swiss.

Anehnya, di saat yang sama ditemukan poster kampanye bertuliskan "Hentikan Islam Radikal!" dan "Hentikan ekstremisme!", yang menampilkan seorang wanita dengan nikab atau cadar hitam, telah terpampang di sekitar kota-kota Swiss.

Di sisi lain terdapat pula poster saingannya berbunyi: "Tidak untuk hukum 'anti-burqa' yang absurd, tidak berguna dan Islamofobia". Tidak akan ada pengecualian tambahan, misalnya untuk turis, kata dokumen pemerintah itu. Namun, akan ada pengecualian dalam aturan penggunaan cadar ini, seperti di tempat ibadah, atau karena alasan kesehatan dan keselamatan. Ada apa sebenarnya di balik referendum pelarangan cadar tersebut? Padahal, ketika pandemi virus Corona ada anjuran wajib menggunakan masker di toko-toko dan transportasi umum.


Menelisik di Balik Pelarangan Cadar di Swiss

Atas dalil demokrasi, rakyat Swiss diberi hak suara dalam menentukan urusan mereka sendiri dengan referendum. Referendum ini menghasilkan larangan cadar di tempat umum. Sebenarnya, hal ini bukan pertama kalinya Islam menjadi isu yang ditentukan dalam mekanisme referendum Swiss. 

Pada tahun 2009, dilansir melalui bbc.com (8/3/2021), sebagian masyarakat negara itu menentang saran pemerintah dan memilih melarang pembangunan menara masjid. Ketika itu, proposal referendum terkait pelarangan menara masjid yang juga digagas Partai Rakyat. Mereka menilai bahwa menara masjid merupakan simbol Islamisasi.

Sanija Ameti, anggota komunitas Muslim Swiss, mengatakan kepada BBC bahwa kampanye Partai Rakyat Swiss itu mencemaskan. Dia juga merujuk citra perempuan Muslim yang ditampilkan dalam poster kampanye partai tersebut (wanita bercadar).

Imam Mustafa Memeti, dari kota Bern, mengatakan kepada BBC bahwa motivasi di balik kampanye itu "mungkin Islamofobia". Meski begitu, dia tetap mendukung larangan itu karena bisa membantu emansipasi perempuan Muslim di Swiss.

Jelang pemungutan suara kemain, Walter Wobmann, Ketua Komite Referendum sekaligus anggota parlemen Partai Rakyat Swiss, menyebut penutup wajah Muslim sebagai simbol identitas politik Islam ekstrem yang semakin menonjol di Eropa. Wobmann menyebut hal seperti itu tidak memiliki tempat di Swiss. "Di Swiss, tradisi kami adalah menunjukkan wajah Anda. Itu tanda kebebasan dasar kami," katanya.

Dari pernyataan di atas telah mengkonfirmasi, pertama, agenda pelarangan cadar adalah rangkaian panjang dari war on terrorism dan war on radicalism. Begitulah faktanya. Di bawah komando Amerika Serikat dan sekutunya mereka tak henti-hentinya melakukan propaganda memerangi Islam menggunakan topeng radikalisme atau pun terorisme.

Kedua, ada upaya pembingkaian kepada Muslimah yang bercadar atau memakai burqa adalah simbol ektremisme, radikalisme, bahkan terorisme. Ini, upaya jahat. Sekalipun cadar hukumnya mubah (pendapat yang diambil penulis), tetapi tidak boleh melekatkan tudingan negatif kepada wanita bercadar. Karena, ini akan digiring menuju opini jilbab ekstrem hingga menuding ajaran Islam ajaran ekstrem. Bukankah ini tudingan jahat dan keliru yang dialamatkan kepada Islam?

Ketiga, hal ini termasuk bagian dari islamofobia. Barat telah mengidap fobia Islam akut, hingga melakukan hal-hal yang seharusnya dijamin oleh HAM dan demokrasi. Bagai pisau bermata dua, HAM dan demokrasi hanya berlaku untuk melegitimasi kebebasan ala kapitalisme. Tidak pernah mampu memberikan perlindungan kebebasan kepada umat Islam untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Ini namanya HAM dan demokrasi munafik alias hipokrit.

Keempat, wujud kekalahan intelektual kaum Barat. Di saat Islam memuliakan wanita dengan menyuruhnya menutup aurat dengan jilbab. Tetapi, Barat bagaikan cacing yang menggeliat bila kepanasan, ketika melihat banyak warganya berbondong-bondong masuk Islam, wanita memakai jilbab, bahkan ada yang mengenakan cadar. Sekalipun, cadar hukumnya mubah, tetapi cadar bagian dari Islam.

Kelima, perkembangan dakwah Islam di negeri-negeri Barat semakin masif dan tak terbendung. Hal itu yang membuat rezim Barat membuat kebijakan-kebijakan yang di luar nalar demokrasi, bahkan melanggar HAM yang selama ini mereka gembar-gemborkan.

Walhasil, referendum pelarangan cadar tidak terlepas dari motif busuk Barat penjajah untuk menghambat kebangkitan Islam yang semakin lama semakin tak terelakkan. Sebagaimana, yang telah dijelaskan dalam banyak ayat-ayat Al-Qur'an, di dalam hati kaum kafir memang terdapat kedengkian kepada umat Islam. 

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS Al-Baqarah [2]: 120).


Dampak Pelarangan Cadar terhadap umat Islam

Berbicara pelarangan cadar di Swiss, memang hal itu dilakukan oleh Partai Rakyat Swiss yang berhaluan sayap kanan. Mereka menggaungkan sejumlah slogan, antara lain "Hentikan Islam Radikal", "Hentikan Ekstremisme", dan lain-lain. Sebagian Kelompok Muslim di Swiss menyebut hasil referendum ini sebagai hari kelabu bagi umat Muslim. "Keputusan hari ini membuka luka lama, semakin memperluas ketidaksetaraan hukum, dan mengirim sinyal yang jelas untuk mengucilkan minoritas Muslim," kata Dewan Pusat Muslim Swiss dalam sebuah pernyataan, (bbc.com 8/3/2021).

Benar jika dikatakan hal itu membuka lembaran kelabu umat Islam dan menambah luka lama umat Islam yang hidup di negeri Barat atau _darul kufur._ Karena, negeri Barat harusnya mampu bersikap adil kepada umat Islam dan menjamin hak-hak umat Islam dalam beribadah sesuai keyakinan Islam. Tetapi, hal itu tidak dirasakan umat Islam di sana. Umat Islam semakin dikucilkan dan didiskriminasi.

Sebenarnya, jika mendedah dampak pelarangan cadar terhadap umat Islam, yaitu sebagai berikut. Pertama, larangan cadar ini dapat memicu ketakutan dan aksi main hakim sendiri. Tidak dipungkiri, umat Islam yang tinggal di Swiss tentunya timbul rasa takut, karena negaranya tidak mampu melindungi keyakinannya. Selain itu, Muslimah berhijab dan bercadar yang dijadikan poster Partai Rakyat Swiss dengan tulisan hentikan Islam radikal dan ekstremisme, dikhawatirkan memicu tindakan diskriminasi menimpa umat Islam di sana.

Dilansir dari Voice of America (9/8/2019), Aktivis HAM dan kelompok-kelompok Muslim di Belanda khawatir sebagian masyarakat akan berusaha menegakkan penerapan larangan memakai hijab atau penutup kepala dengan melakukan aksi-aksi main hakim sendiri. Larangan mengenakan kerudung diberlakukan minggu lalu. Hal itu menegaskan, perlakukan tidak adil kepada Muslim, memicu tindakan diskriminasi kepada umat Islam, khususnya Muslimah.

Dampak kedua adalah adanya legitimasi negara bahwa cadar atau burka adalah simbol ekstremisme. Sebagaimana yang dikatakan perwakilan dari Partai Rakyat Swiss. "Ini masalah peradaban. Pria dan wanita bebas menampilkan diri dengan wajah tak tertutup," kata juru bicara kampanye Yes, Jean-Luc Addor. "Ini adalah bentuk Islam yang ekstrem," katanya kepada AFP.

Jean-Luc Addor mengatakan dengan jelas cadar adalah bentuk Islam yang ekstrem, sehingga jika hal itu dilarang telah menegaskan opini yang dibangun oleh Partai Rakyat Swiss dan itu beriringan dengan negeri-negeri Barat lainnya.

Dampak yang ketiga, kampanye pelarangan cadar dan burka akan dilanjutkan ke negeri-negeri Barat, bahkan ke negeri-negeri Muslim, dengan anggapan yang mereka lekatkan kepada Muslim yaitu radikal dan ekstrem. Sedihnya, hal itu juga akan berdampak kepada syariat jilbab dan kerudung yang diwajibkan Islam untuk menutupi aurat wanita.

Karena 10 tahun yang lalu, dilansir melalui tirto.id (8/3/2018) mencatat dari Newsweek, Perancis adalah negara Eropa pertama yang menerapkan larangan pemakaian penutup muka di publik secara penuh. Artinya larangan yang dijalankan sejak 2011 itu mencangkup tak hanya cadar, nikab, atau burka, tetapi juga topeng, helm, dan penutup non-relijius/tradisional lain. Alasannya demi kejelasan identitas yang berkaitan dengan keamanan serta melancarkan komunikasi antar warga.

Dicatat pula dalam lamannya, di luar beragam argumen yang disodorkan pemerintah, lolosnya aturan pelarangan penutup muka di publik juga menjadi dampak dari manuver elite politik Perancis yang ingin menjunjung tinggi “nilai-nilai Eropa". Lebih khususnya lagi spirit kebebasan individual, kesetaraan gender, dan tentu saja sekulerisme ala Perancis.

Sejak beberapa tahun terakhir, partai-partai nasionalis-sayap kanan makin menguatkan di Eropa. Mereka mengkampanyekan populisme anti-imigran dan anti-muslim di negaranya masing-masing. Jualannya, termasuk di Perancis, adalah bahwa Islam bertentangan sekaligus mengancam sekulerisme, sehingga harus ditekan melalui berbagai cara. Salah satunya dengan aturan pelarangan pemakaian cadar/nikab/burka di muka umum.

Dari situ jelas, pelarangan simbol-simbol Islam sejatinya dilakukan agar nilai-nilai sekularisme yang diemban negara Barat tidak luntur, bahkan tetap mencengkeram warganya dan umat Islam.


Strategi Islam dalam Mengatur pakaian Muslim maupun non Muslim

Pada faktanya, memang terjadi perbedaan pendapat terkait hukum memakai cadar dalam pandangan Islam. Beberapa pendapat yang ada memang ada yang mewajibkan dan beberapa yang lain tidak. Baik pendapat yang mewajibkan dan pendapat yang tidak adalah sama-sama pendapat yang Islami sebagaimana telah dijelaskan di dalam kitab nidzomul ijtimai (sistem pergaulan) karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. 

Syekh An-Nabhani (2001:86) menuliskan, pendapat dalam Islam tentang hijab dalam arti cadar yang diwajibkan atas wanita yang dikenakan untuk menutupi wajah mereka, kecuali kedua matanya, termasuk pendapat yang Islami. Pendapat tersebut telah dikemukakan oleh sebagian imam mujtahid dari berbagai mazhab yang ada. Sebaliknya, pernyataan bahwa cadar dalam Islam tidak diwajibkan atas wanita sehingga seorang Muslimah tidak wajib menutupi wajahnya secara mutlak karena wajah memang bukan aurat, juga merupakan pendapat yang Islami. Pendapat tersebut juga telah dikemukakan oleh sebagian pemuka mujtahid dari berbagai mazhab.

Adapun An-Nabhani dalam pembahasan mengenai cadar menyimpulkan bahwa cadar hanya diwajibkan pada istri-istri nabi SAW. Tidak diwajibkan atas istri-istri kaum Muslimin. 

Terdapat perspektif lain yang menarik dan sekiranya penting untuk diperhatikan dalam pembahasan cadar ini. Semata-mata bukan an sich topik ini, tetapi ada dimensi lain. Syekh An-Nabhani dalam kitabnya mengingatkan adanya upaya oleh musuh-musuh islam untuk selalu mengangkat topik ini untuk menyerang Islam dan ajarannya.

Ia menuliskan, perdebatan tersebut (cadar) dibangkitkan oleh kaum penjajah kafir di dalam jiwa orang-orang yang tertipu oleh Barat, terkooptasi oleh tsaqafah dan pandangan hidup Barat. 

An-Nabhani mengatakan, mereka yang telah terkooptasi itu berusaha untuk mengotori Islam dengan mamasukkan pendapat-pendapat yang tidak Islami. Mereka berupaya merusak pandangan hidup kaum Muslim. Mereka membuat-buat (mengungkit-ungkit) ide tentang hijab dan cadar. 

Namun, An-Nabhani menegaskan, para ulama pemikir tidak tampil membantah mereka. Mereka justru dihadapi oleh para penulis, sastrawan, dan para intelektual yang jumud. Hal itu justru semakin mengokohkan pendapat-pendapat mereka yang telah terkooptasi oleh Barat itu. Ide-ide mereka malah dijadikan sebagai topik pembahasan dan diskusi, padahal ide-ide mereka itu merupakan ide- ide Barat yang sengaja dilontarkan untuk menyerang Islam, merusak kaum Muslim, serta menyebarluaskan keragu-raguan dalam diri kaum Muslim terhadap agama mereka.

Dalam pandangan Islam, menutup aurat wajib hukumnya, baik laki-laki maupun perempuan. Hanya saja, berbeda batasan yang ditutup. Untuk laki-laki aurat yang harus ditutup adalah dari pusar hingga lutut. Perempuan, aurat yang ditutup adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Cadar merupakan bagian dari syariat Islam, mengenakan cadar memang terjadi perbedaan pendapat, penulis mengambil hukum cadar/nikab adalah mubah sebagaimana yang dijelaskan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. 

Selain itu, mengutip pendapat Khadim Syarafaul Haramain KH Hafidz Abdurrahman mengatakan (tintasiyasi.com, 29/1/2021), menutup aurat diserukan kepada Muslim dan non Muslim. Sehingga nantinya semakin beradab suatu peradaban adalah peradaban yang menjaga auratnya. Berbeda dengan peradaban Barat yang selalu mengekploitasi aurat demi memenuhi syahwat mereka.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertam, di balik agenda referendum pelarangan cadar di Swiss terdapat beberapa poin yang dapat disimpulkan. Pertama, pelarangan itu adalah rangkaian war on terrorism dan war on radicalism. Kedua, ada upaya pembingkaian kepada Muslimah bercadar atau burka dengan narasi ekstremisme, radikalisme, bahkan terorisme. Ketiga, bagian dari islamofobia. Keempat, wujud kekalahan intelektual Barat. Kelima, perkembangan dakwah Islam di Barat semakin masif dan tak terbendung. 

Kedua, dampak dari pelarangan cadar tersebut adalah, pertama, dapat memicu ketakutan dan aksi main hakim sendiri. Kedua, adanya legitimasi atau pembenaran oleh negara, bahwa cadar atau burka adalah simbol ekstremisme. Ketiga, kampanye pelarangan cadar akan dilanjutkan oleh Barat di negeri-negeri lainnya, termasuk negeri-negeri Muslim. Dengan memboncengi narasi radikalisme dan ekstremisme, mereka suarakan pelarangan cadar dan dikhawatirkan hal itu memicu diskriminasi kepada Muslimah berhijab.

Ketiga, Syekh An-Nabhani dalam kitabnya mengingatkan adanya upaya oleh musuh-musuh islam untuk selalu mengangkat topik ini untuk menyerang Islam dan ajarannya. Salah satunya dengan mengangkat tentang hijab dan cadar. Baik yang mewajibkan atau mengatakan cadar sunah adalah pendapat yang Islami. Syekh An-Nabhani mengambil pendapat cadar wajib bagi istri Nabi Muhammad Saw, dan mubah untuk Muslimah.[]


Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice dan Dosen Online 4.0 Uniol Diponorogo

#Lamrad
#LiveOpperresedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar