Jangan Takut Ngaji karena Virus Islamophobia


Manusia secara fitrah pasti punya rasa takut. Karena takut adalah refleksi dari potensi gharizah baqo' (naluri mempertahankan diri. Pun, Allah menjanjikan ada takut yang berpahala. Itulah takut karena Allah. Lalu apa kaitan, judul tulisan ini? Mungkinkah ada fenomena "takut ngaji"?

Jika kita mau jujur. Akhir-akhir ini virus Islamofobia menyebar di tengah umat. Tak jarang efeknya membuat sebagian umat takut ngaji, takut mengenal lebih dekat agamanya. Dan cenderung menjaga jarak dari forum yang terlihat lebih dalam ke agama. 

Terlebih sejak digencarkan isu radikalisme. Bahkan rezim sekarang pun amat serius menangani isu ini sampai menerbitkan Perpres. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan Yang Mengarah Kepada Aksi Terorisme (RAN PE). (Tempo.co, 17/1/2021).

Upaya memecah belah umat pun dilakukan Barat. Dikotak-kotakkan umat dengan istilah Islam moderat, radikal, tradisional. Tak sadar sebagian umat pun hanyut dengan politik pecah belah tersebut.

Kondisi ini pun membawa pengaruh bagi sebagian umat takut untuk ngaji dan belajar Islam. Andaikan pun mau belajar, masih memilah yang dirasa tidak radikal, ekstrim menurut versi Barat. 

Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi kondisi ini? Sedang opini yang dibangun di tengah umat. Bahwa Islam moderat (wasatiyah) seakan gambaran yang ideal. Karena dicitrakan sejuk, toleran, terbuka. Sedang Islam radikal yang keras, intoleran, sok paling benar dan lainnya.

Sebenarnya fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di era kita pada masa Rasulullah pun telah ada. Saat itu orang-orang Quraisy menjuluki agama yang dibawa Rasulullah adalah ajaran yang menghina ajaran nenek moyang. Agama yang memisahkan hubungan orang tua dan anaknya. 

Bahkan Rasulullah pun dituduh sebagai ahli sihir, orang gila dan tuduhan keji lain. Motifnya satu agar orang-orang menjauhi ajaran Islam dan para pengembannya. 

Oleh karena itu ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar kita terbebas dari virus Islam phobia yang berdampak kita takut ngaji dan mendalami agama sendiri:

Pertama: Agama Islam itu sesuai Fitrah

Jika kita yakin bahwa diin yang dibawa Rasulullah sesuai fitrah manusia. Maka bersamanya akan mengantarkan kita pada ketenangan dan keselamatan hakiki. Sebaliknya menjauh darinya hanya berakibat pada jauhnya kita pada tujuan penciptaan kita sebagai manusia. 

Andaikan pun kita merasa bahagia dan damai tanpa akidah dan terikat dengan aturan-Nya. Yakinlah itu kebahagiaan semu. Yang pada titik tertentu manusia akan terasa hampa dan ada yang kosong dalam hidupnya. Saat pemahaman ini kembali tertancap dalam benak dan sanubari maka bersegera mengatur niat dan memulai langkah.

Kedua: Niatkan karena Allah semata.

Betapa kegagalan kita untuk melangkah maju, salah satu faktornya karena takut makhluk. Takut pandangan dan penilaian manusia. Padahal konsep ikhlas lillahi ta'ala sudah kita kenal. Bahkan sederetan kata motivasi misalnya, "Penilaian manusia tidak akan mengubah diri kita yang sesungguhnya, dipuji tidak akan membuat kita tinggi, dihina tak akan membuat kita rendah". 

Namun, lagi-lagi bayangan takut dijauhi, takut dikatakan ini dan itu, masih menyisakan celah dan lubang bagi syaitan untuk meragukan kita dalam melangkah. Maka saat ini mulai membisiki, ucapkan dengan mantap pada diri kita. Bismillahirrahmanirrahim Yaa Rabb kuatkanlah azzam (tekat) saya dalam kebaikan lilllahi ta'aa.

Dengan niat ini hal yang berat menjadi lebih ringan. Yang sempit menjadi lebih lapang. Yang ragu menjadi yakin dan mantap. Semantap keyakinan kita bahwa Allah itu Maha Baik. Allah itu Maha Penjaga. Pasti Allah menjaga kita dengan penjaga terbaik. Dan Dia lah yang Maha Mengetahui yang kita butuhkan sekarang atau yang akan datang, di dunia maupun di akhirat. Yakin saja dan teruslah melangkah hingga goal tujuan kita tercapai.

Ketiga: Ngaji Islam Kewajiban bukan Pilihan

Mentuntut ilmu Islam adalah kewajiban. Rasulullah pun mengabarkan dalam hadis,

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu Muslim."

Kewajiban ini berkonsekuensi dosa saat ditinggalkan. Sebagaimana shalat, seperti itu pula rasa takut dan berat saat seorang Muslim tidak melaksanakan kewajiban. Suka atau tidak suka, berat atau tidak, semua harus dilakukan. Bahkan, kewajiban ini adalah bentuk penjagaan Allah agar hamba-Nya selamat di dunia dan akhirat. Lalu layakkah manusia abai, siapa yang rugi saat  lalai?

Kondisi ini pun membawa pengaruh bagi sebagian umat, takut untuk ngaji dan belajar Islam. Andaikan pun mau belajar, masih memilah yang dirasa tidak radikal, ekstrim menurut versi barat. 

Keempat: Ngaji bukan akhir segalanya

Saat kita telah menempuh jalan mengkaji Islam dan  hijrah. Mengenal Islam lebih dalam. Ini bukan goal dan tujuan akhir kita. Ini masih proses menuju mengenal siapa kita? Bagaimana seharusnya? 

Ngaji adalah sarana kita untuk faham SOP-Nya Allah. Dengan ini kita berharap sampai pada tujuan ridha, ampunan dan Rahmad-Nya. Jika ini telah diraih, insyaAllah manusia akan sampai pada satu tempat yang amat dirindukan, jannah-Nya. Melepas rindu yang sesungguhnya pada Allah dan Rasul-Nya insyallah. Aamiin. Allahu a'lam bi shawab.[]

Oleh: Yuyun Rumiwati

Posting Komentar

0 Komentar