Jangan Bermain-main dengan Perjanjian Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu dari bagian syariat Islam yang mengatur hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram. Pernikahan bukan hanya sekedar ucapan ijab qabul lantas resmilah hubungan sepasang manusia menjadi suami istri. 

Allah SWT telah menempatkannya sebagai perjanjian yang kuat (مِيثَاقًا غَلِيظًا), bahkan Allah SWT hanya menyebutkan مِيثَاقًا غَلِيظًا ini 3 kali di dalam Alquran, sebagaimana firman Allah SWT:

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Artinya: “Dan bagaimana kamu mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu” [TQS An Nisa: 21].

Kemudian pada ayat,

وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ ٱلطُّورَ بِمِيثَٰقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا۟ فِى ٱلسَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا

Artinya: “Dan Kami angkat gunung (Sinai) di atas mereka  untuk (menguatkan) perjanjian mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka, “Masukilah pintu gerbang (Baitul maqdis) itu sambil bersujud,” dan Kami perintahkan (pula), kepada mereka, “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabat. Dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh” [TQS An Nisa: 154].

Lalu yang ketiga pada ayat,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh” [TQS Al Ahzab: 7].

Pada ayat-ayat ini kita bisa melihat, bagaimana Allah SWT mensejajarkan posisi ketika suami mengambil akad nikah dari mertuanya seperti bagaimana Allah SWT mengambil perjanjian dengan para Rasul-Nya. Dimana para Nabi dan Rasul tidak akan bisa menolak perintah dakwah untuk meninggikan kalimat tauhid seberapapun berat amanah ini, seberapapun ingkar ummatnya bahkan meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Meskipun demikian para Nabi dan Rasul akan tetap menjalankan amanah dipikul di pundak mereka. sungguh مِيثَاقًا غَلِيظًا ini merupakan perjanjian setia, utuh, berat dan mengikat.

Begitu juga ketika Allah SWT telah mengambil perjanjian dengan umatnya, Bani Israil. Karena Bani Israil adalah umat yang begitu banyak mendapatkan nikmat termasuk menyaksikan berbagai mukjizat dari Nabi mereka namun mereka tidak pandai bersyukur, nyinyir, banyak bertanya, bahkan sering melanggar syariat yang Allah SWT berikan kepada mereka. Ketika Allah menolong mereka, mereka bertaubat dan menyembah Allah SWT namun lambat laun mereka kembali ingkar. Atas sifat mereka ini, Allah SWT memberikan مِيثَاقًا غَلِيظًا kepada mereka

Dari hal ini, kita bisa mengambil hikmah yang sangat berharga. Akad nikah bukanlah sesuatu yang mudah. Melalui akad nikah akan resmi sebuah jalinan yang bernama pernikahan yang akan dijalankan oleh suami istri. Dalam perjalanan pernikahan, akan ditemui banyak sekali ujian yang akan menghampiri. مِيثَاقًا غَلِيظًا merupakan perjanjian yang diberikan di hadapan Allah SWT Yang Maha Menciptakan. Maka berhati-hatilah dalam memilih pasangan hidup karena dalam proses menjalankan hubungan pernikahan tentu harus sesuai dengan apa yang Ia perintahkan, jangan sampai terjerumus pada perkara maksiat apalagi yang diharamkannya. Bukankah semua aturan itu diciptakan-Nya untuk kita taati? []

Oleh: Novida Sari, S.Kom
(Santri Daring I’robul Quran di Bawah Asuhan KH. Hafidz Abdurrahman)

Posting Komentar

0 Komentar