Anak Muda Harus Paham Politik Islam


Ada yang menarik dari hasil survei Indikator Politik Indonesia terhadap 1.200 responden usia 17-21 tahun. Survei yang mengangkat isu sosial politik di tanah air dan digelar sejak 4-21 Maret 2021 melalui sambungan telepon itu berhasil membaca pandangan anak muda terhadap politisi dan partai, radikalisme, dan sikap terhadap pemimpin non Muslim.

Hasil survei itu menunjukkan 64,7 persen anak muda tidak yakin bahwa politisi mewakili aspirasi rakyat. Sementara yang menyakini politisi mewakili rakyat dengan baik hanya 25,7 persen. Adapun pandangan anak muda terhadap partai politik, 3 persen sangat percaya parpol, 7 persen sama sekali tidak percaya, dan 54 persen masih percaya pada partai politik (m.merdeka.com, 21/3/2021).

Dalam hal radikalisme, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan 49,4 persen anak muda berpendapat bahwa radikalisme mendesak atau sangat mendesak untuk ditangani pemerintah. Kemudian, 41,6 persen berpendapat radikalisme harus menjadi perhatian serius karena mengancam kehidupan bermasyarakat. Sementara 24,1 persen menilai pemerintah tidak adil sebab radikalisme hanya ditujukan kepada umat Islam (m.republika.co.id, 21/3/2021).

Anak muda juga menunjukkan sikap terhadap persoalan pemimpin non Muslim. Ini nampak dari 39 persen menyatakan keberatan jika non-Muslim menjadi presiden, sedangkan yang tidak keberatan ada 27 persen, dan menyatakan tergantung sebanyak 28 persen. Sementara itu, mayoritas menyatakan tidak keberatan apabila non-Muslim menjadi gubernur (36 persen) maupun bupati/walikota (35 persen) (m.republika.co.id, 21/3/2021).

Hasil survei di atas menunjukkan betapa anak muda terjangkit kegalauan dalam melihat perpolitikan di negeri ini. Di satu sisi mayoritas tidak mempercayai politisi, namun di sisi lain menunjukkan kepercayaan yang besar pada partai politik. Mereka percaya bahwa partai politik mampu membawa perubahan di negeri ini. Padahal jika ditelaah, politisi adalah produk/bentukan partai politik. Dengan kata lain, politisi adalah cerminan kualitas partai politik. Jika muncul politisi-politisi yang tidak amanah bahkan berkhianat dan mengabaikan aspirasi rakyat, maka seperti itulah wajah parpol sesungguhnya. Alih-alih membawa perubahan besar, partai politik malah terjebak dalam gurita oligarki kekuasaan.

Begitu pun dalam hal radikalisme, sampai saat ini belum ada definisi baku terkait radikalisme. Sehingga berpotensi terjadi tarik ulur kepentingan politik dalam persoalan radikalisme. Jika mayoritas anak muda berpendapat bahwa radikalisme mendesak untuk ditangani dan berpotensi mengancam kehidupan bermasyarakat, maka kita patut bertanya, sebenarnya apa yang mengancam kehidupan di negeri ini? 

Dalam hal pemimpin Muslim, ternyata keberatan hanya ketika non Muslim menduduki jabatan presiden. Namun jika hanya sebagai gubernur atau bupati/walikota, maka mereka tidak keberatan dipimpin oleh non Muslim.

Semua ini menunjukkan bahwa anak muda belum memahami persoalan secara mendasar. Mereka juga belum memahami politik dalam perspektif Islam. Padahal sistem politik Islam adalah satu-satunya sistem politik alternatif untuk mengatasi karut-marut demokrasi oligarki saat ini.

Untuk itu, anak muda mesti mengenal dan melek politik Islam, agar memiliki gambaran perubahan hakiki sebagaimana yang telah Islam tentukan. Anak muda wajib memahami politik Islam untuk menghadapi tantangan kekinian yang bisa membelokkannya dari arah perubahan.

Islam memandang bahwa perubahan masyarakat haruslah mengeluarkan masyarakat dari sistem buatan manusia menuju sistem Islam. Perubahan besar itu ditempuh melalui aktivitas dakwah untuk mengubah pemikiran masyarakat (dakwah fikriyah). Partai politik Islam sebagai subjek perubahan harus memiliki visi misi besar untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan diterapkan syariah secara kaffah dalam bingkai khilafah. 

Kader partai politik Islam juga bukan asal comot, asal populer, dan mampu mendatangkan banyak suara. Tetapi, kader partai haruslah berasal dari pribadi-pribadi shalih nan ikhlas yang siap berjuang dalam visi misi besar partai. Ia dibina dengan ideologi Islam sehingga menjadi kader ideologis yang mampu memberikan solusi atas persoalan umat dengan cara pandang Islam, sekaligus memiliki syaksiyah (kepribadian) Islam.

Islam juga memiliki pandangan khas dalam masalah kepemimpinan. Hak kepemimpinan atas umat hanya terletak di tangan seorang Muslim (laki-laki). Sebab fungsi kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mengurus dan melayani rakyat dengan prinsip syariat. Kepemimpinan juga berfungsi untuk merealisasikan penerapan syariat di tengah umat. Semua ini hanya bisa ditunaikan oleh individu Muslim yang memenuhi syarat-syarat wajib dalam kepemimpinan. Baik itu di level kepala negara, gubernur ataupun bupati/walikota.

Mengenai radikalisme pun jelas. Bahwa radikalisme adalah istilah baru yang muncul setelah George W. Bush mengajak negara-negara di dunia untuk terlibat dalam proyek besar global War on Terror (WoT), pasca serangan 11 September 2001. Jelas pula bahwa sasaran opini radikalisme adalah umat Islam yang menginginkan kembalinya sistem politik Islam di muka bumi, yakni khilafah dengan metode kenabian. Karena itu, jangan terbawa arus opini radikalisme, sebab itu adalah agenda musuh-musuh Islam untuk menghalangi kebangkitan Islam. []

Oleh: Wati Ummu Nadia

Posting Komentar

0 Komentar