Pintu Investasi Miras Dibuka Lebar: Inikah Buah Penerapan Sistem Kapitalisme Sekuler?



TintaSiyasi.com-- Lagi dan lagi. Di tengah duka pandemi yang seolah tak bertepi, pemerintah terus memproduksi peraturan penuh kontroversi. Terakhir, Presiden Jokowi membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Ketentuan ini tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021. Aturan ini merupakan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (pojoksatu.id, 26/2/2021).

Di Indonesia, sebenarnya telah ada pengaturan tentang minuman beralkohol dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 204 KUHP dan Pasal 300 KUHP,  yang memuat ancaman pidana bagi pelaku peredaran minuman beralkohol tanpa izin. Dengan kata lain, peredaran miras diperbolehkan asalkan berizin. Sungguh disayangkan. Meski Indonesia sebagai negara religius, namun belum memiliki satu UU pun yang melarang konsumsi miras. Padahal miras jelas diharamkan Allah dalam Islam. Inilah wajah negeri dalam kungkungan kapitalisme sekuler.


Investasi Miras Diizinkan, demi Kepentingan Kapitalis Sang Tuan

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Perpres 10/2021 bertujuan meningkatkan daya saing investasi dan mendorong bidang usaha prioritas. Mengatasnamakan investasi dan pembangunan ekonomi, diduga Perpres 10/2021 diteken sebagai buah disahkannya UU Cipta Kerja yang sedari awal memberikan karpet merah untuk kapitalis daripada berpihak pada kepentingan rakyat. Alih-alih menjalankan fungsinya sebagai pelindung rakyat, pemerintah justru membuka keran investasi miras yang merusak rakyatnya sendiri.

Perpres 10/2021 disinyalir sebagai bukti penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal di negeri yang pejabatnya mengaku pancasilais ini. Ideologi kapitalisme mendasarkan perbuatan manusia pada asas manfaat. Kapital (materi, uang) adalah sesuatu yang sangat dihargai dan diprioritaskan diraih tanpa peduli halal-haram benda atau cara memperolehnya. Para kapitalis merupakan kaum dengan strata terhormat. Pemerintah dan dunia usaha memosisikan rakyat tak lebih sebagai objek yang layak dieksploitasi bagi kepentingan mereka. Demi mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. 

Perselingkuhan pengusaha-penguasa dalam mengangkangi hak-hak rakyat bukanlah perkara tabu dalam kapitalisme. Keterlibatan kaum pemilik modal di balik lahirnya berbagai produk hukum sudah bukan rahasia lagi. Anda ingin bukti? Sebut saja UU Minerba atau UU Omnibus Law Cipta Kerja. Meskipun rakyat menolak setengah mati, bak anjing menggonggong kafilah tetap pergi.   


Miras, Induk Segala Kejahatan

Menanggapi dibukanya pintu investasi miras ini, sejumlah kalangan menolak dan meminta presiden mencabut Perpres 10/2021. Mereka menganggap logika presiden sangat terbalik. Memanfaatkan kemudahan investasi dalam UU Cipta Kerja demi melonggarkan industri miras hingga ke daerah. Mereka berharap, presiden jangan hanya memikirkan faktor ekonomi, namun abai terhadap keselamatan masa depan bangsa ini.

Terkait madharat miras, sejatinya telah jelas. Allah Swt menyifati khamr dengan rijs[un] (kotor), perbuatan setan, dsb, yang mengisyaratkan munculnya kerusakan besar dan membahayakan badan. Adapun Nabi saw. menyebut khamr sebagai ummul khabaits (induk segala kejahatan). 

Sebelum investasi miras diizinkan, pemerintah sudah tak mampu mengontrol peredaran miras, apalagi jika industrinya makin marak. Legalisasi investasi miras tentu berdampak negatif bagi masyarakat, yaitu:

Pertama, berpotensi meningkatkan jumlah kriminalitas. Menurut politisi PKS Amin AK, berdasarkan fakta 58 persen kriminalitas di Indonesia disebabkan konsumsi miras. Kedua, menjadi penyebab banyak kematian di dunia. WHO menyebutkan, alkohol adalah pembunuh manusia nomor satu di dunia. Pada tahun 2012, WHO melaporkan bahwa setiap 10 detik alkohol membunuh 1 orang di dunia, atau sekitar 3,3 juta jiwa/tahun.

Ketiga, dalam jangka panjang, mengkonsumsi miras berdampak merusak anggota tubuh, seperti hati, ginjal, pankreas, saraf, kerusakan otak permanen, penyakit kardiovaskular, infeksi paru-paru, diabetes hingga kanker. Pun mengancam kesehatan mental seperti depresi. Keempat, meningkatkan permusuhan dan perkelahian di antara saudara, teman dan manusia.

Kelima, secara imani, khamr menghalangi muslim dari berzikir kepada Allah dan dari salat, doanya tidak akan diterima selama 40 hari dan minum khamr menyebabkan imannya tercabut saat meninggal.
Keenam, merusak fungsi akal hingga akan terlihat seperti orang gila. 

Demikian dampak negatif miras. Jika mudharatnya lebih banyak daripada manfaat, mengapa investasi miras diizinkan? Di mana tanggung jawab penguasa sebagai pelindung rakyatnya?


Strategi Islam Membangun Ekonomi dengan Investasi Halal dan Tidak Berbahaya

Jika ingin membangun ekonomi dengan investasi yang baik, semestinya kita berkaca pada sejarah penerapan sistem keuangan negara Islam. Yang berhasil mewujudkan  kesejahteraan bagi warganegaranya selama beberapa abad. Pos pendapatan dalam sistem keuangan baitul mal terdiri dari tiga pos pemasukan utama yang masing-masing rinciannya memiliki berbagai jenis pemasukan, yaitu fa'i dan kharaj, kepemilikan umum, serta sadaqah (zakat). 

Kebijakan fiskal baitul mal akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal produktif. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam penanaman investasi, antara lain: investor asing tidak diperbolehkan berinvestasi dalam bidang strategis atau sangat vital, investasi tidak boleh dalam bidang membahayakan (produksi miras, ekstasi, dll.), investor hanya diperbolehkan dalam bidang halal, juga tidak membahayakan akhlak.

Indonesia sebagai sebuah negeri yang dikaruniai sumber daya alam melimpah, semestinya menjadi negeri makmur dan sejahtera. Terlebih, jumlah populasi penduduk sangat besar. Jika dikelola baik, bisa menjadi faktor penggerak perekonomian potensial. Pengelolaan SDA milik umum berbasis swasta yang diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya, akan menghasilkan pemasukan kas negara yang sangat besar. Jauh melampaui capaian akumulasi pos penerimaan APBN Indonesia yang sudah termasuk pajak dan utang.

Dibutuhkan sebuah lompatan ekonomi bagi Indonesia dengan pola kebijakan fiskal baitul mal, sebuah sistem keuangan negara berbasis syariah. Dengannya, surplus di jumlah penerimaan dapat digunakan melunasi utang Indonesia, kemudian ia melesat menuju kesejahteraan dengan syariat. In syaa Allah.[]


Oleh: Puspita Satyawati
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo


PUSTAKA

Prof. Suteki, Motif di Balik Industri Miras dalam Perpres No.10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, artikel, Februari 2021

Nida Sa’adah, Membangun Negara Mandiri, Bebas Utang dan Jerat Investasi Asing, muslimahnews.com, 22 Oktober 2018

Posting Komentar

0 Komentar