Islam Mengembalikan Peran Mulia Seorang Ibu


Ungkapan wanita adalah tiang negara sudah sering kita dengar, dan memang begitulah adanya, jika ingin merusak suatu negara maka rusaklah wanitanya dahulu. Karena ungkapan ini meyerang langsung pada rangkanya, merobohkan pada sendi-sendi keluarga, yang mana fungsi seorang wanita sebagai penyangga utama sebuah generasi.

Seorang perempuan diberi Allah SWT kelembutan dan kasih sayang yang luar biasa. Sehingga dengan anugerah ini akan tercermin bagaimana seorang perempuan bisa menjalankan perannya sebagai ibu secara optimal. Dia akan mengerjakan perannya dengan sebaik-baiknya, menyayangi, menjaga, membesarkan, dan mendidik putra-putrinya dengan benar sehingga terlahir dari rahimnya generasi unggulan yang nantinya akan menjadi pemimpin peradapan.

Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya (al-ummu madrasatul al-ula). Kata-kata hikmah ini juga sudah lama kita dengar. Karena sejatinya seorang ibu bukan hanya “sekolah pertama”, tapi lebih dari itu, ibu juga teladan pertama bagi putra-putrinya.

Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian. Siapa yang tidak mengenal sosok ulama besar sekelas Imam Safi'i yang terkenal sampai saat ini, itu adalah buah keberhasilan seorang  ibu yang tangguh, tabah dan kuat dalam mendidik putranya. Sebagai contoh seorang Iman Safi'i dan sang penakluk konstantinopel Muhammad Al Fatih adalah generasi tangguh yang lahir dari seorang ibu yang luar biasa.

Tugas sebagai ibu rumah tangga memang bukan tugas ringan. Tugas ini adalah tugas yang sangat besar. Karena berkaitan erat dengan terbangunnya sebuah generasi khoiru ummah. "Seorang perempuan adalah pemelihara di rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.” (HR. Al-Bukhari).

Disini juga diperlukan peran keluarga sebagai unit terkecil kepemimpinan umat, keluarga berperan besar menjadi madrasah pertama anak didik. Pembinaan iman, takwa dan kepribadian Islam, semua berawal dari keluarga. Ibu selaku guru pertamanya dan ayah berperan sebagai kepala sekolahnya.

Oleh karena itu, wajib  memerankan tugas masing-masing di dalam keluarga berdasarkan aturan Allah Swt. Ayah sebagai pencari nafkah dan sang Ibu sebagai pendidik sekaligus bertanggung jawab mengelola harta suaminya.

Islam juga menetapkan bagaimana seorang suami harus memperlakukan istrinya. Penghargaan tinggi atas tugas-tugas perempuan sebagai ibu dan manajer rumah tangga juga diberikan Islam. Perempuan, hak-hak ekonominya dan kebutuhan finansialnya dijamin setiap saat.

Perempuan tidak wajib untuk bekerja. Jika pun dia bekerja maka uang yang dia berikan kepada keluarga atau pun sanak saudaranya terhitung sebagai sedekah yang sifatnya sunah, tidak wajib.

Para perempuan yang hidup dalam naungan Islam akan merasa bangga karena Islam memberikan penghormatan tinggi kepada mereka. Tanpa eksploitasi, diskriminasi, apalagi iming-iming janji kesejahteraan yang tak kunjung mereka dapatkan. Tidak akan ditemukan kaum ibu yang stres dan dalam kecemasan, apalagi harus menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Sehingga dalam menjalankan kewajibannya seorang ibu akan mendapatkan ketenangan, rasa aman dan perlindungan dari suami, sehingga akan melahirkan generasi tangguh yang akan memimpin peradapan, keturunan yang menjadi penyejuk pandangan mata, sekaligus investasi dunia akhirat. Melalui keturunan shalih, maka akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah serta pahala yang akan mengantarkannya  pada kehidupan kekal penuh kebahagiaan, karena semua  itu dilaksanakan semata-mata karena mencari ridho Allah Swt saja.

"Dan hendaklan takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (TQS. An-Nisa: 9).

Agar ibu menjalani hidup sesuai fitrahnya secara sempurna dan anak-anak mendapatkan hak-hak mereka dengan baik, solusinya adalah meninggalkan sistem kapitalis sekuler. dan beralih pada sistem yang menyejahterakan, yakni terapkan sistem Islam di seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishowab.[]

Oleh: Isty Ummu Aiman

Posting Komentar

1 Komentar