Persoalan Negeri Tak Kunjung Selesai: Apakah Tegaknya Khilafah Solusinya?




Penghujung tahun, selalu menjadi momen muhasabah atas segala macam persoalan yang menimpa negeri. Dengan harapan tahun-tahun berikutnya persoalan dapat terselesaikan dan tidak terulang kembali. Namun, kenyataannya persoalan negeri dafi tahun ke tahun semakin bertambah pelik.

Akhir tahun 2020 ini tempo.co (26/12/2020), merangkum kasus pembunuhan terpopuler diantaranya dilakukan oleh NF remaja belasan tahun yang telah membunuh balita tetangganya hingga kasus mutilasi yang dilakukan manusia silver. Bahkan, angka kriminalitas tahun 2020 ini di beberapa daerah meningkat rata-rata lebih dari 30 persen.

Masih di laman yang sama tempo.co (29/12/2020) menulis kasus penghinaan dan pelecehan Nabi Muhammad terus berulang atas nama kebebasan berekspresi yang didengungkan Presiden Macron. Hingga seluruh muslim dunia melakukan demo dan mengecamnya.

Kasus korupsi masih menjadi ladang subur dalam sistem demokrasi, dari kelas teri hingga kelas kakap. Bahkan, seakan hilang nurani dan bansos juga disunat. Selain itu, diskriminasi dan ketidakadilan hukum masih vulgar dipertontonkan. Atas nama pandemi, kemiskinan bertambah meroket.

Belum lagi berbagai produk perundang-undangan kejar tayang, namun jauh dari mewakili jeritan rakyat. Seakan keberadaan penguasa demi memuluskan langkah pemodal. Dan masih banyak lagi persoalan negeri yang membutuhkan solusi yang hakiki.


Karut Marut Persoalan Negeri, Ulah Sistem Demokrasi

Tinggal selangkah lagi, tahun 2020 akan tertinggal di belakang dan berganti tahun 2021. Namun tahun ini, menyisakan luka yang semakin mendalam, menambah luka dari luka tahun-tahun sebelumnya. Persoalan negeri semakin bertambah menumpuk, seakan tak ada lagi solusi ampuh, nyatanya luka itu semakin berdarah dan menganga akibat kesombongan manusia. Mereka yang memiliki kuasa enggan disentuh oleh aturan yang Maha Mengatur, mereka sombong merasa yang paling tau tentang dunia dengan segala kerusakan yang mereka akibatkan sendiri.

Daftar panjang deretan persoalan negeri terus menambah pilu derita rakyat. Mulai dari persoalan hukum yang sulit menemukan keadilannya, hukum manusia penuh cacat akan kepentingan kerakusan syahwat para pemilik dan pengendali penguasa.

Belum lagi kemiskinan yang terus merambat naik, alasan utama akibat pandemi katanya. Padahal, sedari awal memang sistem demokrasi dengan ekonomi kapitalisme tidak pernah sukses mensejahterakan rakyat. Rakyat terlalu banyak merasakan himpitan kenaikan tarif, iuran dan pajak. Belum lagi berbagai kebutuhan pokok yang harganya terus meningkat, sedangkan pendapatan semakin seret di tengah pandemi.

Persoalan pergaulan yang kelewat liberal, menyisakan generasi yang kian jauh dari agamanya. Kasus pelecehan seksual dan kekerasan rumah tangga terhadap anak dan perempuan, tak henti mewarnai rusaknya peradaban yang dihasilkan dari sistem demokrasi yang sekuler dan liberal.

Bahkan, meraka yang duduk dengan menyandang nama wakil rakyat pun, seakan lupa dengan tugas dan kewajibannya. Berbagai peraturan perundang-undangan yang di ketok tak mencerminkan aspirasi rakyatnya yang menjerit. Suara rakyat sumbang tak terdengar, dihadang suara segelintir orang yang bermain di belakang penguasa.

Berbagai pakar pun ikut angkat bicara, menyoroti tentang krisis penegakan hukum saat ini, dilansir dari tintasiyasi.com (26/12/2020), Pakar Hukum dan Guru Besar Universitas Negeri Diponegoro (UNDIP) Prof.Dr. Suteki, S.H., M. Hum memandang bahwa proses hukum di tahun 2020 berjalan dying (sekarat), sehingga terkesan ugal-ugalan. Menurutnya, hal tersebut ditandai oleh dua hal, pertama, pembentukan hukum. Lahirnya undang-undang Cipta Kerja yang cacat baik dari sisi formil maupun materiil. Dan yang kedua, yakni penegakan hukum. Yaitu, terbunuhnya enam laskar FPI (Front Pembela Islam) secara extrajudicial killing.

Selaras dengan pernyataan Prof. Suteki, masih di laman yang sama (19/12/2020), Sekretaris Jenderal Lembaga Bantuan Hukum (Sekjen LBH) Pelita Umat, Panca Putra Kurniawan, S.H., M.Si menilai secara umum potret penegakan hukum di Indonesia dalam tahun 2020 ini masih menyedihkan. Secara khusus dia menyoroti tentang ketidakadilan dan tindakan diskriminatif yang begitu vulgar dipertontonkan oleh penguasa terhadap pihak-pihak yang berseberangan paham dengan mereka (penguasa), khususnya kasus-kasus hukum tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia memberi contoh kasus penyiraman air keras ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, penangkapan para Ustaz atau Ulama, dan juga para aktivis oposisi.

Derita umat tak sekedar soal ketidakadilan, tahun 2020 juga menjadi tahun panjang semakin maraknya penghinaan dan pelecehan terhadap Islam. Masih di laman yang sama, Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin mengungkapkan, kasus pelecehan paling kontroversial di tahun 2020 ini dilakukan oleh Prancis kepada Nabi Muhammad SAW dan kasus penzaliman paling kontroversial dilakukan rezim Cina kepada Muslim Uighur.

Produk Undang-undang yang diketok oleh mereka yang mengaku wakil rakyat pun tidak kalah, menancapkan luka yang lebih dalam untuk umat. Analis Senior Pusat kajian dan Analisis data (PKAD) Fajar Kurniawan membongkar daftar undang-undang (UU) yang penuh kontroversi sepanjang 2020.

Pertama, UU Nomor 2 tahun 2020. Sesungguhnya UU ini untuk memberikan kebebasan kepada penyelenggara negara untuk melebarkan rasio hutang dari PDRP yang sebelumnya itu hanya sekitar 3 persen, sekarang bisa lebih dari 5 persen atau bahkan 10 persen.

Kedua, UU Minerba yang cukup banyak isu strategis dan kontroversial. Menurutnya, diduga bahwa disahkannya UU terkait dengan Minerba ini adalah untuk menolong tujuh perusahaan tambang batubara PKP2B generasi pertama yang disebut Seven Sister yang akan segera habis masa ijinnya. Hal ini agar mereka tetap bisa memperpanjang kontraknya dan untuk mengakomodir kepentingan Seven Sister itu untuk memperpanjang ijinnya.

Ketiga, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sejak awal sudah menimbulkan kontroversi. Sependapat dengan Fajar Kurniawan, Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim, S.E., AK menilai undang-undang ini membuktikan kebohongan demokrasi dan kejahatan kapitalisme.

Tahun 2020 ini juga masih menjadi tahun panjang bagi umat untuk terus merasakan sulitnya hidup dihimpit oleh berbagai macam tarif, iuran dan pajak yang terus menanjak naik. Pakar Ekonomi Syariah, Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., AK menilai kenaikan iuran BPJS sebagai kebijakan paling merugikan rakyat, sebagaimana yang diatur lewat Perpres (Peraturan Presiden) 64 tahun 2020 per 1 Juli 2020. Belum lagi persoalan kemiskinan, pelecehan, pembunuhan, kriminalitas, pergaulan yang merusak generasi, sumber daya alam yang dikangkangi kapitalis global.

Dalam himpitan dan torehan luka yang diberikan oleh sistem demokrasi kapitalistik ini, umat juga diuji dengan pandemi Covid-19. Lagi-lagi, kebobrokan sistem buatan manusia ini tidak pernah mampu menyelesaikan atau bahkan meringankan derita umat. Pandemi Covid-19 semakin merebak, kurva penularannya semakin meninggi. Kapankah umat ini sadar akan kebutuhan solusi yang hakiki? Butuh waktu berapa lama lagi hingga tersadar akan rusaknya sistem kehidupan saat ini?

Carut marut persoalan negeri adalah akibat diterapkannya sistem buatan manusia, sistem demokrasi yang cenderung sekuler liberal dan kapitalistik. Sudah saatnya umat ini tersadar atas berbagai kerusakan, kejahatan dan kehancuran yang diciptakan sistem ini, dan mencari solusi pengganti.


Demokrasi Sudah Mati, Tak ada Harapan Hidup Kembali

Segala persoalan yang terus menerus muncul dan tak memiliki secercah harapan mampu diselesaikan oleh sistem kehidupan saat ini, sejatinya itu menandakan ajal kematian sistem demokrasi telah ada di depan mata. Sistem ini tak memiliki harapan hidup kembali, ibarat pohon ia telah membusuk dari akarnya. Sudah selayaknya dicabut dan diganti.

Akibat persoalan yang menghimpit di segala bidang, rakyat harus menanggung beban yang semakin berat. Pertama, rakyat merasakan hidup jauh dari dari aman. Hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, tajam ke lawan dan tumpul ke kawan, mau tidak mau telah menciptakan keresahakan di tengah-tengah masyarakat. Telah hilang kepercayaan masyarakat bahwa mereka diayomi dan dilindungi, rasa aman mereka seakan telah direnggut.

Kedua, segala bentuk produk perundang-undangan yang menguntungkan pemodal atau pengusaha, akan membuat hidup rakyat semakin dihimpit kesusahan dan hidup beban hidup semakin sulit. Masyarakat semakin kehilangan kepercayaan bahwa mereka masih memiliki wakil rakyat, tak ada aspirasi mereka yang didengar, mereka telah berubah menjadi wakil-wakil segelintir elit politik, para oligark yang bermain di belakang penguasa.

Ketiga, beban berat memenuhi kebutuhan pokok menciptakan bayang-bayang kemiskinan kian dekat. Ekonomi yang semakin sulit meniscayakan semakin banyak masyarakat yang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya, harapan sejahtera bukan hanya mimpi ilusi, namun semakin tak terlihat dari pandangan lagi.

Keempat, ekonomi yang sulit pun menjadi penyokong rapuhnya ketahanan keluarga. Telah banyak kasus ibu yang tega menghabisi nyawa anak-anaknya kemudian berusaha menghabisi nyawanya sendiri. Ini akibat beban hidup yang menghimpit, menimbulkan rasa keputusasaan dalam jiwa mereka. Kekerasan terhadap anak berujung kematian pun juga turut mewarnai, dampak dari sistem kehidupan yang tidak pernah mensejahterakan.

Kelima, harapan tercipta generasi tangguh semakin tak tergapai. Generasi semakin tercekoki budaya sekuler liberal dan menjauhkan dari agama. Syariat Islam menjadi asing di telinga mereka. Terpuruknya generasi, menciptakan masa depan suram jauh dari harapan kebangkitan.

Keterpurukan persoalan negeri di segala lini seharusnya cukup menunjukkan bahwa ini kerusakan akibat sistem yang salah. Sistem buatan manusia bukan tidak mungkin hanya menjadi pemuas syahwat mereka yang sedang berkuasa, dan mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan.

Jika rakyat terus merasakan ketertindasan, ketidakadilan dan ketidaksejahteraaan, ditakutkan rakyat akan merasa ada atau tidaknya negara tiada bedanya. Maka, harus ada upaya untuk bangkit dari segala keterpurukan, harus ada yang terus berjuang menawarkan solusi hakiki untuk keluar dari segala problematika yang dialami umat ini.

Butuh Kepemimpinan Ideologis Menuju Peradaban Gemilang

Atas segala keterpurukan, umat harusnya berani menuntut perubahan. Telah jelas akar permasalahannya adalah sistem rusak buatan manusia, maka umat harusnya siap kembali diatur dengan hukum Illahi, hukum syariat Allah Swt, hukum dari Dzat yang Maha Mengatur, hukum dari Tuhan Pencipta Manusia, Tuhan seluruh alam semesta.

Kerusakan yang diakibatkan tangan-tangan manusia ini sudah semakin dahsyatnya. Tidak bisa tidak. Mau atau pun tidak mau, umat membutuhkan solusi Islam atas segala kerusakan yang diciptakan oleh kerakusan tangan-tangan para kapitalis. Umat butuh kepemimpinan ideologis, yang akan membawa umat pada solusi mumpuni terwujudnya kesejahteraan seluruh umat manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara umatku yang menang di atas kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang lain yang menyia-nyiakan mereka hingga datang ketetapan Allah sementara mereka senantiasa berada dalam keadaan demikian.” (HR. Muslim)

Akan selalu ada sekelompok umat Rasulullah yang berjuang menuntut kebenaran, menuntut kembalinya hukum-hukum Allah diterapkan di tengah-tengah manusia. Dan dalam perjuangan di tengah-tengah umat untuk mewujudkan perubahan yang hakiki, sudah selayaknya kita sebagai bagian dari umat untuk tidak sekedar berpangku tangan. Bahkan sudah seharusnya kita menyusun shaf bersama kaum muslimin dimanapun berada untuk melakukan perubahan hakiki.

Pemerhati Kebijakan Keluarga dan Generasi Ratu Erma Rahmayanti, S.P. dalam acara Risalah Akhir Tahun (RATU) 2020: Berkah dengan Khilafah, Sabtu (26/12/2020), menuturkan yang berjuang menuntut perubahan hakiki di tengah umat haruslah menjadi: pertama, pemegang simpul umat; kedua, menanamkan mafahim, maqayis dan qanaat Islam di tengah umat; ketiga, meningkatkan kesadaran politik umat  umat tahu khilafah, rezim korup, kafir musuh islam dan tahu parpol punya tsaqofah dan road map perjuangan; keempat, melakukan dharbu al-alaqat (shiro’ul fikri dan kiffah siyaasi); dan kelia, menggerakkan umat menuntut perubahan ke arah Islam.

Dan jalan perubahan yang ditempuh harus merujuk kepada teladan dakwah Rasulullah Saw. Bagaimana Rasulullah Saw begitu apiknya merangkul kekuatan shahabat dan juga shahabiyah dalam menyusun kekuatan dakwah, begitu pula kita mesti mengikutinya.

Raihlah keberkahan yang dijanjikan dengan keimanan dan ketakwaan untuk tunduk pada setiap aturan Pencipta. Ingatlah firman Allah Swt dalam Surah al-A'raf ayat 96, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Fase kelima akan segera datang, bersiap siagalah wahai umat Rasulullah.

...ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

"...Selanjutnya  akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian." (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796))

Saatnya umat menyongsong kembalinya institusi yang telah dijanjikan Allah Swt, lewat lisan mulia Rasulullah Muhammad Saw, akan kembalinya khilâfah ’alâ minhâj al-nubuwwah. 


Penutup

Daftar panjang deretan persoalan negeri terus menambah pilu derita rakyat. Mulai dari persoalan hukum yang sulit menemukan keadilannya, UU diduga kuat sebagai pemulus kepentingan pemodal, kemiskinan, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak dan perempuan, penghinaan dan pelecehan Islam dan persoalan generasi yang semakin sekuler dan liberal. Carut marut persoalan negeri adalah akibat diterapkannya sistem buatan manusia, sistem demokrasi yang cenderung sekuler liberal dan kapitalistik.

Akibat persoalan yang menghimpit di segala bidang, rakyat harus menanggung beban yang semakin berat. Pertama, rakyat merasakan hidup jauh dari dari aman. Kedua, membuat hidup rakyat semakin dihimpit kesusahan dan hidup beban hidup semakin sulit. Ketiga, beban berat memenuhi kebutuhan pokok menciptakan bayang-bayang kemiskinan kian dekat. Keempat, ekonomi yang sulit pun menjadi penyokong rapuhnya ketahanan keluarga. Kelima, harapan tercipta generasi tangguh semakin tak tergapai. 

Jika rakyat terus merasakan ketertindasan, ketidakadilan dan ketidaksejahteraaan, ditakutkan rakyat akan merasa ada atau tidaknya negara tiada bedanya. Maka, harus ada upaya untuk bangkit dari segala keterpurukan, harus ada yang terus berjuang menawarkan solusi hakiki untuk keluar dari segala problematika yang dialami umat ini.

Berjuang menuntut perubahan hakiki di tengah umat haruslah menjadi: pemegang simpul umat; menanamkan mafahim, maqayis dan qanaat Islam di tengah umat; meningkatkan kesadaran politik umat  umat tahu khilafah, rezim korup, kafir musuh islam dan tahu parpol punya tsaqofah dan road map perjuangan; melakukan dharbu al-alaqat (shiro’ul fikri dan kiffah siyaasi); dan menggerakkan umat menuntut perubahan ke arah Islam.

Dan jalan perubahan yang ditempuh harus merujuk kepada teladan dakwah Rasulullah Saw. Bagaimana Rasulullah Saw begitu apiknya merangkul kekuatan shahabat dan juga shahabiyah dalam menyusun kekuatan dakwah, begitu pula kita mesti mengikutinya.[]


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Analis Mutiara Umat & Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Selama hidup di dunia maka masalah (ujian dr Allah) tetap bakal berdatangan, ketidakpuasan hidup bakal tetap ada, kecuali hidup di surganya Allah masalah bakal hilang semua.

    BalasHapus
  2. kalau Khilafah adalah solusi mengapa khilafah lenyap dari peradaban? Bahkan Arab Saudi yang notabene negara Islam tidak menerapkan sistem Khilafah. Apalagi di Indonesia yang jelas - jelas bukan negara 1 agama Khilafah sudah pasti tidak akan bisa diterapkan

    BalasHapus