Langkah Mewujudkan Istiqamah

Allah Swt. berfirman,

فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

"Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Q.S Hud: 112)

Yang paling berat dalam beramal adalah istiqamah. Tanpanya amal bisa redup bahkan menghilang dengan segera. Betapa banyak kita menyaksikan orang-orang yang mempunyai amal besar tiba-tiba hilang dari peredaran semata karena mereka kehilangan istiqamah dalam perjuangannya. 

Tak usah jauh kita berbicara, tengok saja ada seseorang yang awalnya begitu menggebu-gebu dalam dakwah, memiliki jiwa optimis yang tinggi, percaya diri dalam banyak forum, tiba-tiba semua kehilangan dirinya. Dimanakah dia berada? Kemanakah sekarang ia melangkah? Banyak alasan yang bisa diurai. Pekerjaan, rumah tangga, anak, sekolah atau pun pasangan bisa menjadi alibi untuk membenarkan. Namun, sejatinya hanya satu yang menjadi masalah. Ya, istiqamah tak pernah diikat dalam benak dan pemikirannya.

Lenyapnya istiqamah ibarat daun yang gugur sebelum waktunya. Ia hijau namun ringkih menahan angin yang bertiup dengan kencang. Berat bertahan namun tak kuasa akhirnya gugur juga. Tentu kita tak ingin demikan. Lalu, bagaimana cara mewujudkan istiqamah agar ia betah menancap hingga ajal tiba?

Menurut Syaikh Hisyam Al-badroniy, ada sejumlah langkah yang bisa dijalankan untuk menghujamkan sikap istikamah. 

Pertama. Bertakwa kepada Allah.

Takwa merupakan komponen terpenting membangun keterikatan hubungan antara manusia dengan Allah pemilik alam semesta. Dengan sikap takwa yang dimiliki tentu akan membuat perbuatan manusia selalu terawasi. Baik dalam kondisi berada dikeramaian maupun dalam keadaan sendirian. Dengan takwa juga, manusia akan selalu mengingat tujuan hidupnya di dunia yang tak lain taat kepada Allah. Hingga pada akhirnya, dengan takwa mau tidak mau membuat manusia harus konsisten (istiqamah) menjalankan amal kebaikan dan menjauhi segala hal yang dilarang.

Kedua. Mengikuti As-sunnah baik dalam perkataan dan perbuatan. 

Sikap selanjutnya yang harus dimunculkan ketika ingin istiqamah dalam kebaikan adalah selalu berupaya mengikuti As-sunnah. Dalam hal ini, tuntunan hidup yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. telah memberi jalan bagi manusia untuk bisa tetap melangkah dalam koridor kebenaran. Banyak contohnya sehingga manusia tak perlu membuat aturan baru yang bisa menjerumuskan kepada bid'ah. As-sunnah sendiri banyak mencakup masalah-masalah ibadah bahkan muamalah. Manusia tinggal mengikuti. Meskipun ia tak sama dengan amal wajib, melaksanakan As-sunnah memiliki keutamaan dan nilai pahala yang berlimpah. Alangkah baiknya jika manusia ingin istiqamah, ia juga harus menghiasi dirinya dengan As-sunnah selain amal wajib lainnya.

Ketiga. Berpaling dari manusia apakah mereka mendukung ataupun menolak.

Sejatinya setiap amal shalih harus memenuhi dua komponen mendasar yaitu, niat karena Allah dan dikerjakan sesuai dengan rambu-rambu syariat. Manusia tak boleh berpaling dari hal ini agar ia bisa tetap istiqamah. Terkadang manusia suka terjebak kepada pandangan manusia. Jika manusia mendukung amalnya maka ia akan beramal tapi, jika ada yang menentangnya maka ia akan mundur dari kancah kebaikan. Padahal, pandangan manusia bisa beraneka ragam sesuai dengan apa yang diinginkannya. 

Terlebih lagi jika standar baik dan buruk serta terpuji dan tercela dalam pandangan masyarakat tidak berlandaskan pandangan syariat. Inilah akhirnya mengapa manusia sering kehilangan sikap istiqamahnya. Manusia lebih menyandarkan kepada pujian dan tidak menyukai celaan meskipun ia dicela karena melakukan kebenaran. Pupus amalnya seiring putus asanya ia menghadapi kenyataan yang tak menyenangkan. Padahal, sikap istiqamah harus tetap ada meskipun ditentang ataupun didukung. Semuanya amat bersandar pada keyakinan bahwa amal kebaikan tersebut merupakan perintah Allah yang dilakukan ikhlas semata karena-Nya.

Keempat. Ridho kepada Allah Swt. 

Kerap kali manusia marah terhadap apa yang menjadi ketetapanNya. Mereka menyangka ketetapan yang ada tak memberikan kebaikan sedikitpun. Padahal, Allah-lah Dzat yang maha mengetahui apa yang terbaik bagi hambaNya. 

Ketika memilih istiqamah di jalan kebenaran kadangkala manusia akan menemui belukar, penentangan bahkan ketidaksukaan masyarakat terhadap dirinya. Hal ini pastinya akan menimbulkan luka dan penderitaan. Beban hidup manusia akan makin berat. Bahkan bisa menyebabkan dirinya terasingkan dari komunitas dan terpenjara dalam kesewenang-wenangan penguasa.

Jika kepahitan ini muncul, maka manusia harus kembali menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Ia tak boleh marah atau mengumpat terhadap apa yang dihadapinya. Bahkan, ia wajib ridho dengan segala Qodho yang tak ia ketahui. Karena sesungguhnya dengan marah dan mengumpat justru akan memalingkan manusia dari kebenaran. Sikap demikian hanya akan melahirkan kesia-siaan dalam lenyapnya nilai amal yang telah dilakukan. 

Sebaliknya, dengan sikap ridho justru akan semakin memuliakan jiwa manusia. Akan meninggikan kedudukannya di hadapan Allah serta akan semakin menguatkan dirinya. Hal ini akan semakin menambah keimanannya dan siap melewati penderitaannya. Jika sudah demikian, sepanjang kehidupannya manusia akan semakin istiqamah berada dalam kebenaran.

Kelima. Mengembalikan segala sesuatu kepada Allah baik dalam perkara yang mudah ataupun sulit

Allah-lah yang memberikan jalan kemudahan di balik jalan kesulitan. Janji Allah ini diabadikan dalam surat Al-Insyiroh. Terulang dua kali kalimat yang menegaskan janji tersebut. Lalu, pantaskah manusia berhenti istiqamah semata karena jalan kebenaran itu begitu berliku dan mendaki? Atau pantaskah manusia mengakhiri beramal secara kontinyu semata karena jalan kebenaran begitu menyiksa? Jika ini berlaku, maka manusia perlu mengingat bahwa tak ada pertolongan terbaik selain dari pertolongan Allah. Betapa banyak sejarah para nabi dan rasul serta manusia-manusia mulia yang telah tertoreh untuk diceritakan kepada manusia. Begitu banyak hikmah dan keteladanan disana. Setiap jalan berliku dan mendaki yang mereka lalui pasti akan berujung pada tujuan. Setiap jalan yang menyiksa pasti akan memberi rasa bahagia.

Sejatinya, jalan-jalan kesulitan yang ada semata Allah berikan untuk menguji sejauh mana manusia bisa istiqamah. Ia (Allah)  memberikannya kepada manusia agar Dia bisa menyaksikan mana manusia pilihan dan mana yang bukan. Ia pun memberikan jalan kesulitan itu semata agar manusia bisa merasakan nikmat ketika berhasil melalui kepayahan tersebut. Lantas masih pantaskah berhenti istiqamah karena jalan kesulitan?

Demikianlah langkah-langkah untuk mewujudkan sikap istiqamah dalam kebenaran pada diri manusia. Apalagi bagi para pengemban dakwah yang hidup pada masa kezaliman. Langkah-langkah ini amat penting diwujudkan agar setiap diri manusia yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir tidak terlempar kedalam jalan kemaksiatan ataupun jalan kesesatan. Wallahua'lam bish-showwab.[]

Oleh: Miliani Ahmad 

Posting Komentar

0 Komentar