Memiliki segudang potensi merupakan ciri khas pemuda. Masa muda merupakan masa produktif untuk mengembangkan berbagai kecakapan pada masing-masing bidang. Baik keterampilan tambahan dan soft skill, jiwa kepemimpinan, pengembangan karakter, memperluas wawasan dan lainnya. Kecakapan ini sangat berguna untuk membangun peradaban. Oleh karena itu, banyak organisasi kepemudaan mengajak bergabung menjadi anggota dan mengembangkan diri disana. Salah satunya seperti AIESEC.
AISEC merupakan organisasi internasional Kepemudaan yang bergerak di bidang kepemimpinan sejak 1948. AIESEC memiliki visi mulia yaitu memberdayakan pemuda untuk mencapai perdamaian dan pemenuhan potensi manusia, atau dalam bahasa keren AIESEC yaitu “We strive to achieve Peace and Fulfillment of Humankind’s Potential”. Di Indonesia sendiri, AIESEC terdapat di 24 universitas, salah satunya di Universitas Sumatera Utara, yang lebih dikenal sebagai AIESEC in USU (Medan, IDN Times 01/12/20).
Sekilas tampak keren akan visi mulia yang ditonjolkan dari organisasi barat ini. AIESEC berupaya meluncurkan sebuah program kepemudaan berselimut pengembangan jiwa kepemimpinan. Namun, model kepemimpinan seperti apa yang ditawarkan? Pasalnya, jika berkiblat pada konsep kepemimpinan ala kapitalis-sekuleris barat, maka hingga detik ini pun tak muncul sosok pemimpin muda dari barat sekalipun, yang mampu membangkitkan manusia pada kebangkitan hakiki. Apakah mengarah kepada kepemimpinan Islam? Jelas bukan.
Sistem kapitalis-sekuleris telah menorehkan catatan kelam sepanjang sejarah dalam membentuk karakter pemudanya. Pemuda yang tumbuh dalam binaan sistem ini telah gagal menjadi sosok pemuda yang mulia. Pemisahan agama dari kehidupan membuat generasi muda hari ini, khususnya pemuda muslim begitu rusak karena kehilangan jati diri yang sesungguhnya. Krisis identitas menghampiri usia-usia produktif pemuda sehingga waktu emasnya tak dipergunakan seoptimal mungkin untuk menghasilkan prestasi yang baik. Masa mudanya malah dialih fokuskan pada capaian mengejar kesenangan materi belaka. Mengejar pendidikan tinggi, namun miskin karakter. Sehingga, tak heran hari ini banyak orang pintar, tapi korupsi. Bergelar doktor profesor, tapi merendahkan ulama dan agama. Lantas, karakter seperti apa yang diharapkan dapat terbentuk dari sistem kapitalis-sekuleris ini?
Sistem kapitalis-sekuleris ini sejatinya merupakan sistem aturan kehidupan yang sudah busuk dari akar-akarnya. Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) sangat bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri. Secara fitrah, manusia memiliki naluri beragama (gharizah tadayyun) dalam dirinya. Sehingga, bila agama dipisahkan dari kehidupan maka akan muncul huru-hara disebabkan tumpang tindih dan kacaunya sistem aturan buatan manusia. Oleh karena itu, apa pun yang lahir dari sistem yang berasaskan sekuleris ini pasti tidak akan membawa kemashlahatan bagi manusia. Maka, mustahil akan memberi ketentraman jiwa. Sebagai seorang pemuda, bukankah wajib kritis terhadap segala program yang diluncurkan oleh Barat ini? Bukankah sebuah kehaluan bila mengharapkan kedamaian dari sistem ini?
Padahal, ummat Islam adalah ummat terbaik. Allah telah memberi gelar istimewa tersebut kepada ummat Islam melalui firman-Nya dalam Qur’an surah ali Imran : 110
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّه
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...”
Bila menilik kembali sejarah kejayaan Islam yang pernah berjaya selama + 14 abad lamanya, pendobrak peradaban gemilang tersebut tak lepas dari sumbangsih para pemuda muslim masa itu. Mushab bin umair, sosok pemuda tampan yang berjasa mengembangkan Islam di Madinah. Hingga akhirnya Madinah menjadi negara Islam pertama. Berkat keberanian Thoriq bin Ziyad (92 H/711 M) beserta pasukan melawan kekuatan Raja Spanyol Rhoderick, hari ini dunia mengenal adanya masjid Cordova di Spanyol, menandakan Islam pernah berjaya disana. Kejayaan Islam berlanjut sampai masa pemerintahan Utsmaniyyah. Panglima muda yang berjasa menakhlukan kerajaan Byzantium Timur atau Konstantinopel adalah Sultan Muhammad al-Fatih (1453 H) beserta pasukan. Dan masih banyak peran pemuda muslim lainnya yang sangat berjasa dalam menyebarluaskan Islam rahmatan lil ‘alaamiin. Bukankah karakter kepemimpinan seperti ini yang diharapkan?
Karakter pemuda yang lahir dalam buaian sistem Islam jelas berbeda dengan sistem kapitalis sekuleris. Islam membentuk sosok pemuda yang bertaqwa pada Allah dan unggul dalam sains-teknologi. Oleh karena itu, potensi pemudanya diarahkan untuk berkarya sesuai standar hukum syara’ (halal-haram) demi kemashlahatan ummat. Bukan untuk kepentingan individu sebagaimana sistem kapitalis. Sehingga, muncul sosok-sosok pemuda yang melakukan perbaikan-perbaikan di tengah- tengah masyarakat.
Sudah saatnya pemuda muslim kembali menjadikan Islam sebagai way of life. Menjadikan Islam sebagai rujukan segala aktivitas. Memupuk jiwa kepemimpinan dengan pola pikir dan pola sikap Islami. Sehingga mampu mewujudkan perdamaian hakiki yang tak hanya sekedar halusinasi belaka. Wallahua’lam bi ash-showab.
Oleh: Qisti Pristiwani
Mahasiswi UMN AW
0 Komentar