Pembakaran Hutan Terus Terjadi, Pemerintah dan Korporasi Harus Tanggung Jawab


Pembakaran hutan terjadi lagi, diberitakan hasil investigasi Greenpeace International dengan Forensic Architecture menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group melakukan pembakaran hutan di Papua secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Mengutip rilis dari situs Greenpeace,  perusahaan korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua yang telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001. Dimana sebuah wilayah yang hampir seluas Seoul,  Ibukota Korea Selatan. Meski korindo group membantah sengaja membakar hutan di Papua. Namun tim investigasi membaca pergerakan deforestasi dan kebakaran dari waktu ke waktu, dan itu menunjukkan jelas terjadi secara berurutan dengan kebakaran mengikuti pembukaan lahan dari Barat ke Timur terjadi secara besar-besaran dalam batas konsepsi korindo.

Akan tetapi mirisnya Indonesia dengan hutan sebesar 40.546.360 hektare. Dan dengan kekayaan alam sebesar itu nyatanya tidak menjamin kehidupan masyarakat di Papua. Terbukti hingga Januari 2020 Papua masih menjadi provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi sementara kekayaan alam Papua dijadikan bahan eksploitasi korporasi. 

Peristiwa ini menunjukkan bahwasanya pemerintah Indonesia gagal memberikan penjagaan terhadap hutan di Papua. Kejadian pembakaran hutan secara besar-besaran ini bukan hanya sekali terjadi. Pembakaran hutan terus berulang kali terjadi dan tidak hanya terjadi di Papua, di Kalimantan dan Sumatera pun kerap terjadi pembakaran hutan.  

Sebenarnya bagaimana hal ini bisa terjadi dan terus menerus berulang kali? Dan mengapa sampai ada kejadian pengusaha dapat membakar hutan untuk dapat membuka lahan kelapa sawit? 

Peristiwa pembakaran hutan ini dapat terjadi dikarenakan adanya aturan negara untuk memberikan hak kelola hutan kepada individu. Siapa saja yang  mendapat hak kelola hutan ini akan mendapatkan hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan sesuai dengan kepentingannya. Umumnya hak ini digunakan oleh sebagian pengusaha untuk mengelola pembukaan lahan kelapa sawit atau bisnis properti. Dan hal ini diatur dalam aturan pemerintahan Nomor 6 Tahun 2007 dan Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

Inilah wujud dari kapitalisasi hutan turunan dari aturan yang dibuat oleh negara dalam UU kehutanan. Dimana semua orang dapat membeli dan memiliki hak terhadap hutan yang ada di Indonesia. Jika diukur dari segi keuntungan, dengan pembakaran hutan ini adalah cara yang paling efektif dan ekonomis bagi para pengusaha agar dapat memanfaatkan dan mengelola hutan. Jika ingin membuka lahan kelapa sawit tinggal bakar saja hutannya, daripada harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk tebang pilih sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang menjaga kelestarian hutan. Cukup dengan membakar di beberapa titik hutan sudah cukup untuk membuka dan membersihkan lahan dari segala gangguan dan isinya termasuk  pepohonan dan hewan-hewan yang ada didalamnya. Di sini asas kapitalisme yang berlaku: modal kecil, untung besar. Selama hutan dikelola dengan UU yang mendukung penguasaan kapitalis korporasi atas hutan yang sangat luas, memonopoli hak hutan super lebar untuk bisnisnya, hutan Papua dan wilayah lain tidak akan berhenti dibakar. Inilah akibatnya bila negeri ini, baik secara politik maupun ekonomi, dijalankan dengan prinsip kapitalisme demokrasi yang kejam. Hasilnya, hutan dan seluruh penghuninya menjadi korban keserakahan manusia yang hanya memikirkan uang.

Maka sudah saatnya kita sadar, apabila hutan yang menjadi sumber oksigen berkurang karena dibakar terus menerus, maka akan berkurang pula kualitas oksigen yang dapat kita hirup dari hari ke hari. Bagaimana nasib anak cucu kita di masa depan apabila kita tidak dapat menghentikan pembakaran hutan ini? Belum lagi kerugian bagi manusia terdampak asap dan kekejaman yang dialami hewan hutan karena kejadian ini. Karenanya, kebakaran ini harus dihentikan sekarang dan selamanya.

Dalam Islam membakar hutan demi kepentingan individu atau korporasi merupakan maksiat besar. Hutan adalah milik umum yang tidak dapat dimiliki atau diklaim sebagai kepemilikan oleh individu maupun korporasi. Berdasarkan hadis Rasulullah SAW “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api” (HR. Abu Daud dan Ahmad). Dalam hadis ini hutan termasuk ke dalam klasifikasi padang rumput. Maka hutan adalah milik rakyat secara umum. Pengelolaannya dilakukan oleh negara dengan mengembalikan hasil dari pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk rakyat.

Dengan Islam, maka tidak akan ada lagi  kapitalisasi hutan, karena pengelolaan hutan akan berada dalam tanggung jawab negara. Segala permasalahan yang terjadi terhadap hutan, penyelesaiannya akan berada dipundak negara. Khalifah akan bertanggung jawab atas keamanan dan pengelolaan hutan, wilayah dan rakyat seluruhnya. Termasuk apabila terjadi kebakaran hutan yang dapat merugikan dan membahayakan. Khalifah akan memastikan  bahwa tidak ada manusia yang menderita akibat kebakaran hutan, tidak ada hewan yang menderita karena kebakaran hutan, tidak ada pohon yang dibakar sembarangan. Karena ini semuanya nanti akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. 

Maka dengan Islam segala sesuatu berdasarkan syariat Allah, tidak ada lagi hak konservasi hutan,  tidak ada lagi pembakaran hutan oleh individu atau korporasi. Hutan adalah milik umum yang semua orang yang dapat memanfaatkannya sesuai dengan syariat.  Dalam Islam ada tanggung jawab mengelola alam, sehingga kita semua berhati-hati terhadap alam apapun kebutuhan kita dan dihari penghisapan tidak ada makhluk hidup yang meminta pertanggungjawaban kita karena kita zalim. 

Itulah solusi satu-satunya untuk dapat menghentikan kapitalisasi hutan secara seutuhnya. Maka, marilah kita segera bertaubat kepada Allah secara total dengan menyerahkan urusan negeri ini kepada syariat Allah di bawah pimpinan orang yang bertakwa kepada-Nya, Khalifah Amirul Mukminin. Inilah jalan keluar bagi orang beriman dan masa depan kita bersama.[]

Oleh: Qonita I 
(Alumnus Universitas Airlangga)

Posting Komentar

0 Komentar