Obscure and Lentur Hukum Demokrasi



Slogan yang selalu diagungkan dalam sistem demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Salah satu prinsip penting dalam demokrasi yang memastikan setiap individu dapat melaksanakan dan menjalankan kehendaknya seperti yang diinginkannya tanpa tekanan atau paksaan. Kebebasan berpendapat itu hanyalah lip service saja. Demokrasi telah membunuh dirinya sendiri dan berubah menjadi represif otoritarianisme. 

Seperti yang kita ketahui Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berharap, aparat kepolisian dapat berlaku adil dan transparan dalam memproses hukum Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS). (politik.rmol.id 12/12/2020). 

Berbeda dengan hukum yang berlaku bagi kasus korupsi Djoko Tjandra Terdakwa suap Djoko Tjandra mengungkapkan biaya awal untuk menghapus namanya dalam daftar pencarian orang (DPO) yang tercatat di Ditjen Imigrasi. Nilainya mencapai Rp25 miliar. Namun, Djoko Tjandra merasa keberatan dengan nilai tersebut, kemudian ia meminta rekannya Tommy Sumardi untuk mengurus menurunkan harganya. Akhirnya, disepakati nominal Rp10 miliar untuk membersihkan namanya dari DPO di Imigrasi (viva.co.id 15/12/2020).

Inilah wajah asli demokrasi. Hukum obscrure dan lentur. Maka tidak heran jika hukum sesuai pesanan mereka yang berkepentingan telah melekat sebagai identitas demokrasi kapitalisme.

Ketika masyarakat telah sadar dengan hukum yang tebang pilih sehingga tidak percaya lagi terhadap rezim, rezim membungkam dengan berbagai ancaman dan sanksi. Dengan berdalih menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat, mereka menciptakan berbagai aturan.

Dengan kekuasaan, mereka bebas melahirkan kebijakan sesuai yang mereka inginkan untuk memaksa rakyat untuk patuh, meski kebijakan itu menyengsarakan. Kebijakan yang mereka buat mencabut hak-hak rakyat berupa hidup layak dan sejahtera, bisa makan, berpakaian, dan bertempat tinggal yang layak.

Secara konsepsi sistem demokrasi memberikan kedaulatan hukum kepada rakyat untuk membuat hukum sesuai dengan kehendak mereka berdasarkan suara mayoritas menghalalkan dan mengharamkan serta menetapkan status terpuji dan tercela. 

Satu-satunya jalan mengembalikan hak rakyat seutuhnya, sekaligus menjaga kewajiban rakyat tertunaikan, hanyalah kembali dalam aturan Islam. Islam jelas menolak paham sekularisme dan kebebasan. Karena Islam tegak di atas keyakinan bahwa keimanan mengharuskan kehidupan terikat dengan aturan Allah SWT.

Sehingga seluruh aspek kehidupan, wajib diatur dengan syariat Islam. Termasuk aspek politik yang menjadikan kekuasaan justru sebagai satu-satunya metoda penerapan Islam. Penerapan Islam inilah yang akan mencegah segala bentuk keburukan yang justru terbuka lebar dalam sistem sekuker demokrasi kapitalis neoliberal.

Khilafah akan berperan sebagai pengurus dan penjaga bagi seluruh rakyat. Bukan pengurus dan penjaga para pemilik modal. Karena khilafah tegak di atas baiat rakyat, bukan di atas sokongan para pemilik modal.

Meski rakyat adalah pemilik kekuasaan dan sumber baiat bagi penguasa, negara dalam Islam bukanlah budak bagi rakyat, karena hukum yang ditegakkannya bukan hukum buatan rakyat, tapi hanyalah hukum Allah SWT.

Dengan hukum Allah inilah, negara atau penguasa akan mampu mengurus dan menjaga rakyatnya dengan penuh kebaikan dan keadilan. Dan dengan hukum-hukum Allah yang ditegakkannya, negara pun akan mampu mencegah segala bentuk kerusakan dan kedzaliman.

Sistem politik Islam, negara akan memiliki kemandirian dan kedaulatan. Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan mampu mewujudkan kesejahteraan. Dengan sistem sosial, hukum dan hankam yang diterapkan, masyarakat akan terjaga dari hal-hal yang merusak dan membahayakan. Termasuk tercegah dari perampokan kekayaan alam yang lazim terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis neoliberal.

Selain memuluskan jalan para kapitalis masuk dalam kekuasaan, demokrasi pun nyata-nyata telah menjadi lahan subur bagi berkembangnya pemikiran dan budaya rusak yang melemahkan umat Islam. Hingga akhirnya mereka kehilangan benteng pertahanan melawan penjajahan dan tak punya modal untuk meraih kebangkitan.

Allah SWT berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah: 50)

Sudah saatnya umat untuk kembali ke sistem Islam, demokrasi sistem kufur yang membuat kerusakan diberbagai sendi kehidupan. Marilah kita menyongsong kehidupan dengan menegakkan khilafah ala minhajin nubuwwah.[]


Posting Komentar

0 Komentar