Imajinasi Garis Pembatas, Part 1


Apakah benar, garis-garis merah yang umum kita dapati dalam peta adalah batasan mutlak manusia untuk merasa aman dan tidak aman? Betulkah bahwa setiap manusia terpisah oleh identitas nasional yang dilegitimasi oleh sistem perbatasan dan mekanisme imigrasi? 

Fakta-fakta yang membuat seorang Guru Besar Hukum Imigrasi University of Hawaii, Reece Jones terus mempertanyakan adat baru manusia yang dikonvesi secara internasional tersebut. Ia menyoroti fakta lima belas tahun terakhir sampai titik kepemimpinan Trump, bahwa telah terjadi trend dominan dalam konstruksi infrastruktur perbatasan. 

Biaya, penugasan agen dan konstruksi tembok di perbatasan yang jumlahnya kian naik hampir 70 bangunan kian menjadi trend yang mengganggu yaitu peningkatan dramatis manusia yang tewas di perbatasan. Tercatat tewas atau menghilang sebagian warga sipil sebanyak 7500 jiwa pada 2016 yang mendekati perbatasan di berbagai negara.


Peradaban Kapitalis dan Omong Kosong HAM

Hak asasi dengan lantang dan arogan sering diteriakkan Barat sebagai pihak yang ingin diakui dunia sebagai penjaga perdamaian global. Akan tetapi pada saat bersamaan nyawa manusia sangat mudah tertumpah. Keberadaan negara bangsa sangat nyata menjadi salah satu faktor ketegangan manusia, yang membuat masing-masing negara harus meningkatkan keamanan mereka sepanjang perbatasan. Di nusantara banyak didapati hal serupa seperti di perbatasan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste yang sempat menjadi isu berkepanjangan. Padahal sebelumnya wilayah-wilayah tersebut merupakan kesatuan yang akhirnya terpisah oleh disintegrasi masing-masing.

Hal tersebut semakin menunjukkan wajah Barat sesungguhnya, bahkan di negara bagian mereka sendiri kasus yang terjadi pada masyarakat Meksiko sepanjang perbatasannya dengan AS, sering memperoleh diskriminasi. Pada faktanya peradaban yang mengagung-agungkan sekuler ini tak mampu memberikan pemenuhan hak terutama pada masyarakat lemah seperti imigran muslim, warga sipil dan miskin untuk menginjak bagian bumi lain.


Ikatan Lemah itu Bernama Nasionalisme

Negara bangsa sebagai wujud ide kapitalisme telah mengkotak-kotakkan manusia dalam wilayah tertentu berdasarkan bangsa atau bahasa yang sama. Sistem ini muncul setelah keruntuhan Khilafah Utsmani abad 20. Manusia dihembusi paham ikatan tertinggi adalah kewilayahan dan mengobarkan semangat menjunjung tinggi tanah air. Ide ini telah mengembalikan manusia pada realitas khayalan. Umat muslim harus membuka mata bahwa nasionalisme yang dijunjung manusia kini bukanlah pemberian mutlak dari tuhan, tetapi berasal dari upaya kolonialisasi Barat untuk menjajah dan menguasai dunia.

Nasionalisme bukan identitas mutlak bagi umat muslim, karena sejatinya muslim hidup dalam satu komando khilafah yang tidak membatasi bangsa maupun wilayahnya, negara bangsa terbentuk hanya karena nasib politik yang sama. Dalam hal ini seperti wilayah nusantara yang bersuku Melayu, mengapa bangsa ini berada pada dua negara berbeda? Karena Indonesia adalah jajahan Belanda sedangkan Malaysia merupakan jajahan Inggris. 


Islam Mengakomodir Manusia dalam Wilayah Darul Islam

Sebagai agama ideologis, Islam akan senantiasa mampu memecahkan problematika manusia terutama dalam menjaga jiwa, karena hal ini adalah salah satu maksud penerapan syariat Islam. Islam tidak akan memberikan batasan mutlak wilayahnya, sebab politik luar negerinya adalah dakwah untuk membebaskan manusia dari penyembahan terhadap selain Allah. Dalam rangka mengemban dakwah ke seluruh dunia, kondisi wilayah kekuasaan Islam akan dinamis, sedangkan wilayah dalam negeri akan dipermudah melakukan akses dengan memangkas berbagai birokrasi rumit. Sebab pada dasarnya Islam memudahkan dan menjaga eksistensi manusia.

Seruan untuk kaum muslimin dan umat manusia, pahamilah bahwa saat ini kapitalisme telah menancapkan cengkeramannya pada negeri-negeri muslim dan negeri yang lemah untuk dikuasai. Maka diskriminasi akan senantiasa terjadi sebagai watak kapitalis yang memihak para pemilik modal dan memenuhi segala nafsunya untuk mengeksploitasi SDA. Tidak akan ada kekuatan yang mampu mengakhiri kekejaman kapitalisme melalui nasionalismenya, selain Islam yang memiliki sistem kehidupan agung untuk mengatur manusia. Khilafah dikenal sebagai sistem Islam baku yang terbukti selama ribuan tahun menjaga martabat dan jiwa manusia. Maka umat harus bangkit dan mengenal identitasnya sehingga tidak terjebak pada paham-paham keliru. Sudah saatnya persatuan dibentuk untuk mengembalikan izzah Islam melalui tegaknya khilafah Islamiyah.[]

Oleh: Nafisah Az-zahrah
(Mahasiswi)

Posting Komentar

2 Komentar