Ibu: Madrasah Utama



Al-ummu madrasah al-ula (Ibu adalah sekolah pertama [bagi anak-anaknya]).

Kata-kata hikmah ini sudah lama kita dengar. Bukan hanya 'madrasah pertama' atau ‘sekolah pertama’. Ibu sejatinya adalah 'madrasah utama' atau ‘sekolah utama’ bagi putra-putrinya. 

Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum si kecil mengenyam pendidikan di sekolah mana pun.

Layaknya madrasah/sekolah, ibu sejatinya adalah ‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’ dan ‘wadah’ yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia. Hanya dari 'madrasah'/‘sekolah’ semacam inilah lahir anak-anak yang shalih, cerdas, alim, berakhlak mulia, memiliki semangat jihad yang tinggi dan seluruh sifat-sifat agung Mukmin bertakwa.

Pertanyaannya, sudahkah para ibu menjadi madrasah pertama dan utama; sebagai ‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’, dan ‘wadah’ yang menghimpun seluruh sifat akhlak mulia? Jika belum, jangan harap dari mereka lahir anak-anak hebat; generasi Muslim istimewa dengan seluruh sifat kemuliaannya.

Salah satu wanita yang tercatat dalam sejarah sebagai ‘gudang ilmu’, ‘pusat peradaban’ dan ‘wadah’ yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia adalah Ummu Sulaim ra. Ia adalah Ibunda Anas bin Malik ra..

Anas ra. pernah berkisah, sebagaimana dituturkan oleh Adz-Dzahabi:

Suatu ketika Nabi saw. berkunjung ke rumah Ummu Sulaim ra. Nabi saw. menuju salah satu sisi rumahku, kemudian shalat sunnah dua rakaat dan mendoakan Ummu Sulaim ra. dan keluarganya. Lalu ibuku berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, aku memiliki hadiah khusus untukmu.” Beliau bertanya, “Apa itu?” Ibuku menjawab, “Orang yang siap membantu engkau. Dia Anas, anakku.”

Seketika Rasulullah saw. memanjatkan doa-doa untukku hingga tak tersisa satu pun dari kebaikan dunia dan akhirat melainkan beliau doakan bagiku.

Alangkah besar kecintaan Ummu Sulaim ra. kepada Rasulullah saw. hingga ia rela menghadiahkan buah hatinya yang baru berumur delapan tahun kepada beliau.

Ummu Sulaim ra. termasuk wanita yang cemerlang akalnya. Ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas ra. dan mewarnai perangainya.

Kecerdasan Ummu Sulaim ra. tampak, misalnya, saat ia hendak dilamar Abu Thalhah setelah suami pertamanya meninggal. Saat meminang dirinya, Abu Thalhah masih dalam keadaan musyrik. Karena itu Ummu Sulaim menolak pinangan Abu Thalhah sampai dia mau masuk Islam. “Sungguh tidak pantas seorang musyrik menikahi aku. Tidakkah engkau tahu, hai Abu Thalhah, bahwa berhala-berhala sesembahanmu itu dipahat oleh budak dari suku anu,” sindir Ummu Sulaim. “Jika kau sulut dengan api, ia akan terbakar,” lanjutnya lagi.

Abu Thalhah pun berpaling dari rumah Ummu Sulaim ra. Akan tetapi, kata-kata Ummu Sulaim ra. tadi amat membekas di hatinya. “Benar juga,” gumamnya.

Tak lama kemudian, Abu Thalhah menyatakan keislamannya. “Aku telah menerima agama yang kau tawarkan,” kata Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim ra. Lalu berlangsunglah pernikahan mereka berdua. “Ummu Sulaim tidak meminta mahar apapun selain keislaman Abu Thalhah,” kata Anas ra. dalam suatu riwayat.

Adapun ketabahan Ummu Sulaim ra. tampak saat salah seorang putranya kesayangannya meninggal. Nama putranya itu adalah Abu Umair. Abu Umair tidak berumur panjang. Ia dipanggil oleh Allah ketika masih kanak-kanak. Anas ra. bercerita:

Suatu ketika Abu Umair sakit parah tatkala azan isya berkumandang. Seperti biasanya Abu Thalhah berangkat ke masjid. Dalam perjalanan ke masjid, Abu Umair dipanggil oleh Allah. Dengan cepat Ummu Sulaim mendandani jenazah anaknya, kemudian membaringkannya di tempat tidur. Ia berpesan kepada Anas agar tidak memberi tahu Abu Thalhah tentang kematian putra kesayangannya itu. Kemudian ia pun menyiapkan hidangan makan malam untuk suaminya.

Sepulangnya dari masjid, seperti biasa Abu Thalhah ra. menyantap makan malamnya memudian menggauli istrinya.

Di penghujung malam, Ummu Sulaim ra. berkata kepada suaminya, “Bagaimana menurutmu keluarga si fulan? Mereka meminjam sesuatu dari orang lain, tetapi ketika diminta mereka tidak mau mengembalikannya; merasa keberatan atas penarikan pinjaman itu.” 

Jawab Abu Thalhah, “Tentu mereka telah berlaku tidak adil.”

Ummu Sulaim ra. berkata lirih, “Ketahuilah, sesungguhnya putramu adalah pinjaman dari Allah dan kini Allah telah mengambilnya kembali.” 

Jawab Abu Thalhah, “Inna lilLahi wa inna ilayhi raji’un.” Ia tampak pasrah.

Bagaimana dengan keberanian Ummu Sulaim ra.? 

Anas ra. menceritakan bahwa suatu ketika ayahnya, Abu Thalhah, berpapasan dengan Ummu Sulaim ketika Perang Hunain. Abu Thalhah melihat di tangan Ummu Sulaim ada sebilah pisau. Abu Thalhah segera melaporkan hal itu kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, lihatlah Ummu Sulaim keluar rumah sambil membawa pisau,” kata Abu Thalhah.  

Ummu Sulaim ra. berkata, “Ya Rasulullah, pisau ini sengaja kusiapkan untuk merobek perut orang musyrik yang berani mendekati aku.”

Ummu Sulaim ra., sosok agung inilah yang melahirkan Anas bin Malik, salah satu dari tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan hadis. Anas bin Malik ra. bahkan telah banyak ‘meluluskan’ ulama-ulama hebat dalam sejarah. Tidak aneh karena Anas adalah seorang mufti, qari’, muhaddits dan perawi. Anas bin Malik ra. banyak mencetak sejumlah ulama dan orang-orang penting di antaranya adalah Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Abu Kilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit al-Banani, Bakar bin Abdillah al-Mazani, az-Zuhri, Qatadah, Ibn al-Munkadir, dan masih banyak nama lainnya.

Jangan lupa, kehebatan dan keagungan Anas bin Malik ra. hingga melahirkan banyak tokoh Islam salah satunya karena keberhasilan ibundanya, Ummu Sulaim ra., dalam memerankan ‘madrasah pertama dan utama’ bagi putra kesayangannya itu sejak ia masih kanak-kanak. 
Bagaimana dengan para ibu Muslimah saat ini?

Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib.[]

Oleh: ‎Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

Posting Komentar

0 Komentar