Extra Judicial Killing: Pelanggaran HAM dan Dosa Besar, Akankah Keadilan Ditegakkan?



Baru-baru ini publik dikejutkan oleh tragedi enam penembakan pengawal Imam Besar salah satu ormas di Indonesia oleh aparat. Pasalnya, Sekretaris Umum ormas tersebut Munarman, S.H menilai apa yang dilakukan aparat melanggar hak asasi manusia dan termasuk bentuk extra judicial killing.

Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum menambahkan, tindakan extra judicial killing dianggap sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia karena telah mengabaikan hak seseorang untuk memperoleh proses hukum secara adil. “Hak korban untuk hidup juga dilanggar, terutama di negara-negara yang sudah menghapuskan hukuman mati,” dikutip dari Topswara.com (8/12/2020).

Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.Hum juga sependapat dengan pernyataan di atas. "Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain, misalnya celurit atau pedang hampir menghunus anggota badan. Apabila kondisi hal demikian tidak terjadi, maka dapat dinilai sebagai tindakan tanpa hukum atau extra judicial killing," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Selasa (8/12/2020).

Khadimus Sunnah Bandung, Ajengan Yuana Ryan Tresna memandang, menghilangkan nyawa seorang Muslim tanpa hak termasuk tindakan yang biadab. “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya,” kutipnya dari TQS. An Nisa:93. 

Tak hanya melanggar HAM, menghilangkan nyawa seorang Muslim adalah dosa besar. Akankah keadilan dapat ditegakkan di negeri ini?


Menelisik Penyebab Tindakan Extra Judicial Killing Marak Terjadi

Dikutip dari Tribunnews.com (8/12/2020), Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahari Bachmid menilai dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif sangat melarang keras tindakan yang bercorak 'extra-judicial killing' atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Tindakan seperti ini dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun hukum positif. Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi melalui UU RI No. 12 Tahun 2005.

Prof. Suteki sapaan akrabnya mengatakan, pembunuhan di luar hukum sering kali menimpa tokoh-tokoh politik, serikat buruh, keagamaan atau sosial yang dianggap sebagai musuh negara, juga termasuk terduga teroris. “Pemerintah dianggap telah melakukan pembunuhan di luar hukum apabila tindakan tersebut dilancarkan oleh aparatus negara, seperti tentara atau polisi tanpa proses peradilan yang didasarkan pada nilai kebenaran dan keadilan,” ujar Prof. Suteki yang dikutip dari Topswara.com (8/12/2020).

Ia menjelaskan, praktik penegakkan hukum semacam itu dapat disebut industri hukum. “Kemudian, pertanyaan yang perlu diajukan adalah, apakah ada hubungan antara extrajudicial killings dengan proyek penegakan hukum di suatu negara yang tidak mengutamakan dasar keadilan dan kebenaran tetapi lebih didasarkan pada kepentingan tertentu yang lebih menguntungkan baik dari sisi ekonomi maupun politik?,” tambah Prof. Suteki.

Lemahnya penegakkan hukum dalam payung demokrasi menjadi penyebab utama maraknya extra judicial killing. Tak hanya itu, perlindungan HAM yang dielukan oleh demokrasi hanya pepesan kosong, jika menimpa kelompok yang berseberangan dengan kepentingan penguasa. Bahkan, di Amerika sebagai pengusung HAM juga banyak terjadi pelanggaran HAM. Mereka justru menunjukkan sebagai pelanggar HAM terberat, karena demi menuruti kepentingannya, mereka dan negara sekutunya tak segan membantai dan bombardir umat Islam di Timur Tengah. Berikut ini alasan demokrasi lemah dalam melindungi nyawa manusia.

Pertama, demokrasi memang mengagung-agungkan HAM, tetapi HAM bukan untuk semua. Melainkan, HAM yang sesuai dengan kacamata mereka. Di berbagai belahan dunia telah terbukti, jika yang dilanggar HAM adalah umat Islam, hukum dalam payung demokrasi tak kunjung ditegakkan kepada para pelanggar HAM. Contohnya, umat Islam di Uyghur, Rohingnya, Palestina, Khasmir, dan masih banyak lagi menambah rapor merah penegakkan HAM di bawah payung demokrasi.

Kedua, demokrasi yang lahir dari rahim sekulerisme yaitu sebuah paham yang memisahkan kehidupan dengan agama telah dengan nyata mempertontonkan ketidakberpihakkannya kepada Islam. Buktinya seperti Indonesia yang merupakan negeri Muslim terbesar sering ketok palu kebijakan yang bertentangan dengan keyakinan mayoritas penduduk negerinya. Contohnya: RUU Minol yang masih jadi pro kontra, UU Omnibus Law, UU Migas, dan lain-lain.

Ketiga, demokrasi merupakan gagasan yang utopis. Berbekal jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, demokrasi telah menunjukkan hipokritnya. Kenyataannya, demokrasi berubah menjadi korporatokrasi. Karena seringnya, kebijakan yang pro korporat diterapkan daripada kebijakan yang memihak rakyat.

Dari situlah maraknya pelanggaran HAM hingga terjadi extra judicial killing, yang dilakukan pihak-pihak pemilik kepentingan dan kekuasaan. Wajah demokrasi juga menunjukkan banyak terjadinya ekstra persekusi, ekstra kriminalisasi yang menimpa tokoh oposisi maupun umat Islam yang berseberangan dengan pemilik kepentingan dan kekuasaan. Lantas, akankah sistem demokrasi topeng dari sekularisme ini akan dipertahankan?

Tidak ada hukum yang membenarkan menghilangkan nyawa seseorang tanpa hak (tanpa alasan yang benar). Tapi, anehnya mengapa tindakan seperti ini marak terjadi? 


Dampak Buruk Jika Tidak Ada Jaminan Perlindungan Hak dalam Payung Demokrasi

Tak pelak lagi maraknya tindakan extra judicial killing telah menambah draf cacatnya demokrasi. Banyak hak-hak manusia yang harusnya dilindungi menjadi dilanggar karena praktik demokrasi. Bukan buruknya praktik demokrasi, ya inilah bobroknya demokrasi. Lebih lanjut, dampak buruk tak adanya perlindungan hukum yang memiliki rasa keadilan dan kebenaran dalam payung demokrasi sebagai berikut.

Pertama, hukum dijadikan untuk menindas yang lemah. Mereka yang punya kuasa dan uang bisa dengan semena-mena menindas kaum lemah. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 

Kedua, terjadi kekacauan dan kerusakan di segala aspek kehidupan. Saat keadilan dan kebenaran tak lagi ditegakkan akan timbul kerusakan dan kekacauan. Tindakan yang melanggar hukum akan marak, seperti persekusi, kriminalisasi, hingga pencideraan. Praktik korupsi, gratifikasi, dan kejahatan lainnya akan marak terjadi, karena hukum yang lebih bersujud pada uang daripada keadilan.

Ketiga, hilangnya kepercayaan kepada pemimpin atau penguasa. Jika penguasa tidak mampu melindungi hak dan nyawanya, maka rakya tidak percaya bahkan mebenci pemimpinnya. 

Keempat, banyaknya perampasan hak. Ketika kebebasan suatu golongan dilindungi tapi kebebasan kelompok lain dikebiri, ini membuktikan akan terjadi banyak perampasan hak yang dialami kaum yang lemah.

Kelima, sulit tercipta perdamaian. Benar, ketika keadilan dan kebenaran tak lagi ditegakkan kedamaian pun tak akan tercipta. Kegaduhan hingga tindakan anarkis lainnya berpotensi marak terjadi.

Jika keadilan tidak dapat ditegakkan oleh para pemangku kekuasaan, niscaya keadilan akan mencari jalannya sendiri. Jika demokrasi tidak mampu menegakkan keadilan, maka solusinya umat harus menegakkan keadilan dalam payung Islam. Karena hanya syariah Islam yang mampu menegakkan keadilan dan menjamin perlindungan hak hidup manusia.


Syariat Islam dalam Menjaga Nyawa Manusia Terlebih Muslim

Islam adalah agama yang terbukti mampu menjaga nyawa dan melindungi hak umat manusia. Keadilan tak hanya dirasakan oleh umat Islam. Mereka yang non Muslim juga mendapatkan perlindungan terkait hak hidupnya. Hewan dan tumbuh-tumbuhan juga mendapatkan perlakuan yang semestinya. Inilah bukti bahwa Islam agama yang mampu membawa rahmat ke seluruh alam.

Mengutip tulisan Khadim Ma’had wakaf Darun Nahdhah al-Islaimiyah, Ustaz Arief Bayu Iskandar yang bertajuk “Berapa Harga Nyawa Seorang Muslim” sebagai berikut. Menurutnya, Islam adalah satu-satunya agama yang memberikan penghargaan amat tinggi pada darah dan jiwa manusia. 

Allah SWT menetapkan pembunuhan satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia (TQS al-Maidah [5]: 32).

Allah SWT pun mengancam orang yang menghilangkan nyawa seorang Mukmin dengan ancaman yang sangat keras: 

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepada dia, mengutuk dia dan menyediakan bagi dia azab yang besar (TQS an-Nisa`[4]: 93).

Ia memaparkan, begitu cintanya pada jiwa seorang Mukmin, Allah SWT mengancam akan mengazab semua penghuni dan langit seandainya bersekutu dalam membunuh seorang Muslim. Rasul saw bersabda:

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهُمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ

Andai penduduk langit dan penduduk bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan membanting wajah mereka dan melemparkan mereka ke dalam neraka (HR ath-Thabrani).

Nabi saw. juga bersabda:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim (HR an-Nasa’i).

Dalam riwayat lain, kata Ibnu Abbas ra., saat memandang Ka’bah, Nabi saw pun bersabda, “Selamat datang, wahai Ka’bah. Betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi, serang Mukmin lebih agung di sisi Allah daripada engkau.” (HR al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).

“Adakah agama yang begitu memuliakan dan menjaga nyawa seorang hamba melebihi ajaran Islam? Tidak ada!,” tanyanya.

Karena itulah menurutnya, sepanjang sejarah penerapan syariah Islam, tak ada darah seorang Muslim pun ditumpahkan, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar dari umat dan Daulah Islam. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena membela kehormatan seorang Muslimah yang disingkap pakaiannya oleh pedagang Yahudi, Rasulullah saw. segera mengirim para Sahabat untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam (Sirah Ibnu Hisyam, 3/9-11).

Rasulullah saw, selaku imam kaum Muslim, semasa menjadi kepala Negara Islam Madinah, telah melindungi setiap tetes darah kaum Muslim. Demikian pula Khulafaur-Rasyidun dan para khalifah setelah mereka. Mereka terus melindungi umat dari setiap ancaman dan gangguan. Dengan begitu umat dapat hidup tenang dimana pun mereka berada karena ada yang menjadi pelindung bagi mereka.

Bagaimanakah dengan penguasa sekarang? Jangankan melindungi rakyatnya dari ancaman, gangguan dan pembunuhan pihak lain. Menurut Ustaz Arief, penguasa hari ini justru acap menebar ancaman, gangguan bahkan melakukan pembunuhan kepada rakyatnya sendiri. Kasus yang menimpa Imam Besar dan para pengawalnya adalah salah satu contohnya. 

Uraian di atas menunjukkan syariat Islam terbukti mampu menjaga dan melindungi nyawa manusia. Berbeda dengan sistem demokrasi yang menjadikan tumbal nyawa manusia demi keberlangsungan kepentingan dan keserakahannya. Semoga Allah SWT melaknat di dunia dan akhirat siapapun yang telah menzalimi dan meneteskan darah kaum Muslim tanpa alasan yang haq. Amin. 

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama. Lemahnya penegakkan hukum dalam payung demokrasi menjadi penyebab utama maraknya extra judicial killing. Tak hanya itu, perlindungan HAM yang dielukan oleh demokrasi hanya pepesan kosong, jika menimpa kelompok yang berseberangan dengan kepentingan penguasa. Dari situlah maraknya pelanggaran HAM hingga terjadi extra judicial killing, yang dilakukan pihak-pihak pemilik kepentingan dan kekuasaan. Wajah demokrasi juga menunjukkan banyak terjadinya ekstra persekusi, ekstra kriminalisasi yang menimpa tokoh oposisi maupun umat Islam yang berseberangan dengan pemilik kepentingan dan kekuasaan.

Kedua. Jika keadilan tidak dapat ditegakkan oleh para pemangku kekuasaan, niscaya keadilan akan mencari jalannya sendiri. Jika demokrasi tidak mampu menegakkan keadilan, maka solusinya umat harus menegakkan keadilan dalam payung Islam. Karena hanya syariah Islam yang mampu menegakkan keadilan dan menjamin perlindungan hak hidup manusia.

Ketiga. Syariat Islam terbukti mampu menjaga dan melindungi nyawa manusia. Berbeda dengan sistem demokrasi yang menjadikan tumbal nyawa manusia demi keberlangsungan kepentingan dan keserakahannya. Semoga Allah SWT melaknat di dunia dan akhirat siapapun yang telah menzalimi dan meneteskan darah kaum Muslim tanpa alasan yang haq.


Oleh: Ika Mawarningtyas, S. Pd.,
Analis Muslimah Voice dan Dosen Online UNIOL 4.0 Diponorogo

Nb: Materi Kuliah Online UNIOL 4.0 Diponorogo. Rabu, 09 Desember 2020. Di Bawah Asuhan Prof. Pierre Suteki
#Lamrad
#LiveOpperredOrLiveAgainst

 

Posting Komentar

0 Komentar