Derita Perempuan Tak Kunjung Usai, Demokrasi Terbukti Tak Layak Pakai

        
Pada penghujung tahun 2020 ini, jagat media sosial telah diramaikan dengan munculnya sederet berita tentang persoalan perempuan yang cukup menyita perhatian. Saat ini, perempuan kerap kali dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Sehingga, persoalan perempuan seperti tidak pernah habis diwartakan. 
        
Fenomena perempuan bekerja yang sering terlihat saat ini bukanlah suatu hal yang asing. Alasan mereka untuk memilih bekerja pun beragam. Himpitan ekonomi kerap kali dijadikan sebagai alasan utama oleh mereka agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga, pekerjaan sebagai buruh juga seringkali menjadi pilihan bagi mereka agar mampu bertahan hidup ditengah kesulitan ekonomi yang tidak berkesudahan.
         
Penderitaan Perempuan dalam Demokrasi Sudah Bertubi-tubi
                                       
Sistem demokrasi yang tengah diterapkan diberbagai Negara saat ini menjadi sumber permasalahan yang terjadi pada perempuan. Dalam sistem demokrasi, ide kesetaraan gender telah dipilih untuk mengatasi permasalahan perempuan. Salah satu dari sekian banyak kesalahan  yang kita dapati dalam sistem demokrasi ini adalah “kesetaraan” antara kaum laki-laki dan perempuan dimaknai dengan “kesamaan”. Sehingga, atas dasar konsep tersebut, laki-laki dan perempuan kerap didorong untuk saling berkompetisi dalam menjalankan peran dan fungsi yang sama. 

Perspektif  ide kesetaraan gender yang diagung-agungkan dalam sistem demokrasi ini, sejatinya tidak mampu menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan perempuan. Alih-alih selesai, buntut ide kesetaraan gender justru membuat kaum perempuan terjerumus ke dalam penderitaan yang tiada ujungnya. 

Jika melihat fakta terkait pada kondisi perempuan saat ini, memang begitu memilukan dan menyayat hati. Pasalnya, dalam sistem demokrasi perempuan kerap kali dijadikan sebagai alat penggerak ekonomi, Mirisnya, untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan perempuan harus berjuang sendiri. 

Sistem kapitalisme demokrasi mengukur kesuksesan perempuan berdasarkan materi. Sehingga, perempuan akhirnya berlomba-lomba untuk mendapatkan prestasi dan karier yang paling tinggi. Sekalipun, mereka harus menjalankan peran ganda yaitu menjadi ibu rumah tangga dan wanita karier serta pencari nafkah. 

Padahal, peran ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Butuh kesabaran yang besar karena Pekerjaan mereka sangatlah  banyak dan berat. Ditambah bekerja di luar juga memberikan beban yang tidak kalah berat. Belum lagi jika di tempat kerja mereka harus mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, bahkan hingga pelecehan seksual pun tidak jarang terjadi. 

Kapitalisme sebagai sistem ekonomi dalam demokrasi tidak mampu menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi kaum perempuan. Keserakahan para pemilik modal justru menjadi penyebab lahirnya berbagai penderitaan serta telah menghancurkan segala tatanan dalam kehidupan kaum perempuan.

Para pemegang kekuasaan hari ini pun seolah menutup mata dari berbagai fakta. Sebab dalam sistem demokrasi, keberadaan penguasa hanyalah sebagai regulator. Seringkali, mereka membuat aturan yang lebih menguntungkan para pengusaha dari pada rakyat.
      
Tidak salah jika hasil studi Bank Dunia menyatakan bahwa lebih dari 150 negara memiliki aturan yang menjadikan hidup perempuan lebih susah. Indonesia yang termasuk dari negara-negara tersebut juga turut mendukung kondisi yang menzalimi perempuan saat ini. Pasalnya, Indonesia telah membiarkan perusahaan-perusahaan mengeksploitasi pekerjanya serta menjadikan perempuan sebagai jalan pemberdayaan ekonomi.
    
Pengesahan UU Sapu Jagat atau UU Cipta Kerja menjadi bukti ketidakpedulian negara  terhadap kesejahteraan para buruh termasuk buruh  perempuan. UU Cipta Kerja juga menjadi bukti kerja kerasnya pemerintah dalam memuluskan hegemoni para pemilik modal. Atas nama investasi, akhirnya buruh pun ikut dikorbankan. Dalam hal ini, buruh perempuan juga turut menjadi korban ketidakadilan. Seperti inilah deretan penderitaan yang dihadapi oleh kaum perempuan dalam cengkraman demokrasi. Berbagai fakta juga telah cukup menerangkan bahwa demokrasi sendiri telah gagal dalam memberikan kesejahteraan dan perlindungan kepada kaum perempuan. 


Mengakhiri Derita Perempuan dengan Sistem Berkah                         
                                    
Islam memposisikan perempuan pada tempat yang mulia. Dalam sistem Islam, perempuan tidak pernah dijadikan sebagai alat penggerak ekonomi, melainkan sebagai pencetak generasi.  Karena kedudukan perempuan yang begitu mulia di dalam sistem Islam, maka perempuan tidak akan pernah dituntut untuk bekerja disektor publik. Hal ini dikarenakan agar peran utama mereka yaitu sebagai ummun wa robbatul bait dapat dijalankan dengan optimal. 
Dalam Islam, hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah atau boleh. Perempuan diperbolehkan bekerja dengan catatan; pertama, pekerjaan yang dilakukannya adalah pekerjaan yang dibolehkan oleh syariat. Kedua, tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ummun wa rabbatul bait.

Meskipun tidak diwajibkan bekerja, bukan berarti para perempuan tidak mendapatkan hak untuk sejahtera. Sebab dalam Islam, para perempuan wajib diberikan nafkah oleh laki-laki. Baik ayahnya, suaminya, ataupun anaknya. Atau siapa saja laki-laki dari keluarganya yang wajib menanggung nafkahnya.

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” [TQS. al-Baqarah:233].

Jika tidak memiliki keluarga, atau ada namun keluarga tersebut tidak mampu menanggung nafkahnya, maka Islam pun memiliki solusi yang rinci. Sehingga perempuan tetap dijamin sejahtera, tanpa harus bekerja.

Dalam Islam, kebutuhan dasar merupakan masalah asasi manusia yang wajib dipenuhi. Karenanya, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang layak agar para kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya.

Peran serta negara dalam mengurusi rakyatnya secara total memiliki dampak luar biasa dalam kehidupan masyarakat. Di samping karena memang merupakan kewajiban negara, rakyat juga akan dimudahkan dalam segala hal. Alhasil, para perempuan tidak akan resah karena harus menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah.
Khilafah adalah negara yang menolak prinsip-prinsip rusak kapitalisme liberal dan mengagungkan nilai-nilai ketakwaan. 

Khilafah melarang segala bentuk aktivitas yang menjadikan perempuan sebagai objek komoditas dan merendahkan perempuan. Sistem Islam yang diterapkan dalam Khilafah akan memberikan rasa aman kepada kaum perempuan baik di dalam rumah maupun diluar rumah. 

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk mengkahiri penderitaan kaum perempuan saat ini selain dengan menerapkan syariat Islam dalam naungan Khilafah. Sudah saatnya kita untuk kembali menerapkan hukum-hukum Allah sebagai pengganti hukum buatan manusia yang sedang diterapkan saat ini. Karena sistem Islam dalam naungan Khilafah adalah sistem berkah yang tidak akan membuat kaum perempuan susah. Wallahu’alam Bishawab.

Oleh: Eka Yustika,SP (Muslimah Peduli Umat) 

Posting Komentar

0 Komentar