Rasulullah SAW, Mengajarkan Kesabaran dalam Ketaatan



Umat Muhammad SAW sangat berbeda jika dibandingkan dengan ummat lain dalam hal kesabaran. Dengan Bani Israil misalnya, Allah mengabadikan salah satu perbedaan kontras akan mereka di dalam Kalamullah-Nya yang mulia. 

وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصۡبِرَ عَلَىٰ طَعَامٖ وَٰحِدٖ فَٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُخۡرِجۡ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ مِنۢ بَقۡلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَاۖ قَالَ أَتَسۡتَبۡدِلُونَ ٱلَّذِي هُوَ أَدۡنَىٰ بِٱلَّذِي هُوَ خَيۡرٌۚ ٱهۡبِطُواْ مِصۡرٗا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلۡتُمۡۗ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلۡمَسۡكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِ‍َٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayur, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya." Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota, pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas."

Allah SWT menyerukan, “Hai Bani Israil, ingatlah nikmat yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, berupa manna dan salwa sebagai makanan yang baik dan bermanfaat, menyenangkan dan mudah diperoleh. Dan ingatlah ketika kalian menolak dan merasa bosan dengan apa yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, serta meminta kepada Musa as untuk menggantinya dengan makanan-makanan hina yang berupa sayur-sayuran dan sebangsanya.” 

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, maka mereka pun menolak semuanya itu dan tidak tahan dengannya. Lalu mereka menyebutkan gaya hidup yang mereka jalani, sebagai kaum yang sangat gemar pada kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran dan bawang putih. 

Mereka berkata, “Hai Musa, kami tidak bisa bersabar dengan satu jenis makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-sayuran, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya.” 

Mereka mengatakan, tidak tahan terus-menerus mengkonsumsi satu jenis makanan, padahal mereka makan manna dan salwa, namun karena makanan mereka tidak pernah ganti dan berubah setiap harinya, maka dikatakan sebagai satu makanan. Sayur-mayur, ketimun, kacang adas dan bawang merah semua ini sudah dikenal.

Dalam tafsir Ibnu Katsir, memang terdapat perbedaan mengenai makna manna dan salwa di kalangan mufasir. semua penjelasan para mufasir mengenai al-manna itu saling berdekatan. Ada di antara mereka yang menafsirkannya sebagai minuman dan juga yang lainnya. 

Yang jelas, segala sesuatu yang diberikan Allah Ta’ala kepada Bani Israil, baik berupa makanan maupun minuman dan lain sebagainya, yang mereka peroleh tanpa melalui usaha dan kerja keras. Sedangkan mengenai kata salwa, Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu Abbas, salwa itu seekor burung yang menyerupai puyuh, mereka makan dari burung-burung tersebut. 

Menurut Ikriman, salwa adalah seekor burung seperti yang ada di dalam surga, lebih besar dari burung layang-layang atau sejenisnya. Wahab bin Munabbih mengatakan, salwa adalah seekor burung yang banyak dagingnya seperti burung merpati. Burung itu mendatangi mereka dan mereka pun mengambilnya seminggu sekali pada hari Sabtu. 

Ibnu ‘Athiyyah mengatakan, menurut kesepatakan para mufasir, salwa itu adalah burung. Dapat disimpulkan bahwa manna dan salwa mampu memenuhi kebutuhan fisik Bani Israil hingga mereka menjadi lebih kuat, berbadan tegap karena terpenuhinya kebutuhan pokok mereka dari yang terbaik tanpa melalui kerja keras. Sehingga apa yang dituntut oleh ummatnya Nabi Musa as semata-mata karena naluri baqo’ yang mengedepankan hawa nafsu padahal Allah telah memberikan makanan yang lebih baik. 

Berbeda dengan para sahabat Nabi Muhammad SAW, Dalam hal kebenaran, keteguhan, dan tidak menyusahkan dalam perjalanan yang mereka lakukan bersama beliau, ataupun di tengah peperangan. Sebagai contoh pada perang Tabuk yang sangat terik dan melelahkan. Mereka tidak meminta hal yang diluar kebiasaan serta tidak meminta pengadaan sesuatu, meskipun hal itu sangat mudah bagi Rasulullah saw. 

Setelah benar-benar dililit rasa lapar, barulah mereka minta untuk diperbanyak jatah makanan mereka, dengan mengumpulkan semua yang ada pada mereka. Lalu terkumpulah setinggi kambing yang sedang menderum. Selanjutnya beliau berdoa kepada Allah Ta’ala memohon berkah atasnya. Setelah itu beliau menyuruh mereka untuk memenuhi wadah mereka masing-masing. 

Demikian juga ketika mereka membutuhkan air, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memohon kepada Allah Ta’ala, maka datanglah kepada mereka awan, lalu Dia menurunkan hujan, hingga akhirnya mereka minum dan memberi minum untanya dari air tersebut. Selain itu mereka juga memenuhi tempat minum mereka. Ketika mereka perhatikan, hujan itu tidak melampui rombongan itu. 

Bahkan saat ummat Islam tidak lagi didampingi oleh nabi Muhammad SAW, Saat Baghdad sebagai pusat peradaban Islam jatuh ke tangan Pasukan Tatar dari kabilah Mongol di bawah kepemimpinan Hulagu Khan. Tentara Mongol menyembelih seluruh penduduk bahkan termasuk Khalifahnya pada saat itu. Belum termasuk pembantaian yang dilakukan oleh Ratu Isabella terhadap ummat Islam di Andalusia. Nyawapun tidak menjadi sesuatu yang akan mengeluarkan ummat Islam dari aqidah mereka, karena ia bagian dari ketaatan terhadap Allah SWT. Belum termasuk pada kebutuhan pokok yang mereka sabarkan selagi dalam rangka ketaatan. 

Sungguh sempurna aqidah yang diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW, beliau berhasil menanamkannya di benak ummatnya yang senantiasa terikat akan syariah yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai al-kholiq al-mudabbir (Pencipta, Pengatur). Ketaatan dan bersabar dalam ketaatan banyak dimiliki oleh ummatnya meskipun banyak diantara mereka yang tidak bertemu dengan junjungannya itu. Umatnya ini senantiasa berupaya untuk menjalankan seluruh ajaran yang dibawanya dengan penuh kecintaan, karena mereka betul-betul paham saat mereka menolak satu saja ajaran yang dibawanya maka cintanya adalah kepalsuan.[]

Oleh : Novida Sari (Santri Daring I’robul Quran di bawah asuhan KH. Hafidz Abdurrahman)

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Nabi Muhammad adalah utusan Allah untuk menyampaikan risalah kepada umat. Cinta Allah Cinta nabi berarti cinta syari'atnya.

    BalasHapus