Meluruskan Pernyataan "Kleru" Tentang Sistem Khilafah




TintaSiyasi.com-- Alih-alih dakwah khilafah meredup, justru dengan diperbincangkan dakwah Islam kaffah dan khilafah semakin cetar membahana. Beberapa hari yang lalu Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma'ruf Amin kembali melontarkan pernyataan miring tentang khilafah. 

Sebelumnya ia sudah pernah menyampaikan bahwa khilafah tertolak di Indonesia. Kali ini, ia kembali menyampaikan hal itu dalam sebuah acara webinar.

Tak hanya itu, ia juga menanggap bahwa sistem pemerintahan selain khilafah juga islami. Republik, kerajaan, dan keamiran ia anggap islami.

Memang cukup mengherankan sebagai ulama, beliau memiliki pandangan rancu terkait khilafah. Padahal, jika dikaji lebih dalam banyak sekali dalil dan jejak khilafah yang perlu disampaikan kepada umat. Dengan harapan, umat semakin tercerahkan dan yakin bahwa khilafah ajaran Islam yang patut diperjuangkan dan ditegakkan.

Sayangnya, hal itu tidak dituturkannya. Maka dari itu, akan dibahas tentang tudingan-tudingan miring tentang khilafah di bawah ini.


Menelisik Penyebab Munculnya Narasi Keliru tentang Khilafah

Sebenarnya ada dua hal penyebab munculnya narasi keliru tentang khilafah. Pertama, karena kurang pahamnya umat dalam memahami khilafah sebagai ajaran Islam. Kedua, karena memang ada yang sengaja menghembuskan narasi sesat tentang khilafah. Penyebab kedua ini muncul dari kaum pembenci Islam yang berusaha menghembuskan fobia Islam kepada umat Islam. Mereka ingin umat Islam membenci dan menolak khilafah ajaran Islam.

Salah contoh pernyataan datang dari KH Ma'ruf Amin. Ia mengakui sistem khilafah memang islami, tetapi tidak hanya khilafah, sistem kerajaan, republik, keamiran juga sistem yang islami.

"Itu yang harus dipahami, sebab bisa kerajaan, bisa keamiran, bisa republik, bahkan sekarang aja nggak ada khilafah, itu saja ISIS (yang pakai), nggak ada sekarang negara normal yang pakai khilafah, nggak ada, yang ada (negara) tidak normal itu ya ISIS itu," ujar Ma'ruf saat menjadi narasumber dalam acara bertajuk Indonesia Damai Tanpa Khilafah dalam republika.co.id, Senin (9/11) pagi.

Pernyataan Ma'ruf itu ditujukan untuk sekelompok orang yang masih bersikeras mengganti sistem kenegaraan Indonesia menjadi khilafah. Ia menegaskan jika sistem khilafah sudah otomatis tertolak masuk ke Indonesia.

Ia juga mengajak, jika mengaku Islam maka jadilah Muslimun Indonesia yang tunduk pada kesepakatan pendiri bangsa.

Jika mencermati beberapa pernyataan beliau memang banyak yang harus dikritisi.

Pertama, anggapan bahwa tidak hanya khilafah sistem islami, tetapi kerajaan, republik, dan keamiran juga islami. 

Sungguh itu adalah pernyataan yang keliru. Sistem pemerintahan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah khilafah, bukan selainnya. Rasulullah SAW mendirikan khilafah pertama kali di Madinah Al Munawwarah dan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin. Setelah itu, diteruskan oleh Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah selama kurang lebih 13 abad.

Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan bentuk pemerintahan kerajaan, keamiran, lebih-lebih republik. Bentuk pemerintahan kerajaan jelas tidak dicontohkan Nabi SAW, karena kerajaan segala keputusan berdasar titah raja. Padahal, dalam Islam segala keputusan didasarkan Al Qur'an dan sunnah.

Begitu juga dengan republik. Dalam pemerintahan republik, kedaulatan ada di tangan rakyat. Padahal, di dalam Islam kedaulatan ada di tangan hukum syariat Islam.

Kedua, tidak ada negara normal menerapkan khilafah. Sebenarnya ini pernyataan yang memungkinkan terjadinya multitafsir. 

Jika menganggap ISIS itu khilafah yang tidak normal, ini juga pernyataan yang ambigu. Karena ISIS memang bukan representasi khilafah dan khilafah bukan ISIS. Jadi, penyematan khilafah pada ISIS ini adalah hal yang keliru.

Ketiga, pernyataan KH Maruf Amin ditujukan kepada sekelompok yang memaksa atau bersikeras mengganti sistem pemerintahan dengan khilafah.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk dakwah dengan kebajikan, tidak boleh memaksakan kehendak. Selama ini dakwah khilafah, diserukan secara pemikiran tanpa kekerasan.

Para penyeru khilafah selama ini, hanya menawarkan khilafah sebagai solusi permasalahan negeri ini. Karena, melihat amburadulnya negara dan rakyat yang menderita akibat diterapkan sistem kapitalisme sekuler.

Apakah menawarkan solusi pantas dianggap memaksa atau bersikeras mengganti? Oleh karena itu, janganlah menganggap bahwa tawaran solusi sebagai paksaan. 

Justru yang memaksa adalah mereka yang sudah tahu bahwa sistem kapitalisme sekuler itu menyengsarakan rakyat tetapi tetap saja dipertahankan. 

Keempat, anggapan khilafah tertolak masuk ke Indonesia. Khilafah adalah ajaran Islam. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Allah Maha Tahu atas segala yang terbaik untuk makhluk-Nya. 

Bagaimana bisa dikatakan khilafah tertolak dari Indonesia? Padahal, Indonesia adalah bagian dari bumi. Bumi dan seisinya adalah ciptaan dan milik Allah SWT.

Jika dalih khilafah tidak sesuai kesepakatan para pendiri bangsa, apakah menerapkan sistem warisan penjajah adalah sesuai kesepakatan pendiri bangsa?

Undang-undang yang diterapkan saja warisan Belanda. Belanda terbukti pernah menjajah negeri ini. Janganlah ada narasi khilafah tertolak karena tidak sesuai dengan kesepakatan pendiri bangsa.

Andai saja para pendiri bangsa masih ada, pasti mereka akan mempertimbangkan sistem khilafah untuk diterapkan di negeri ini. 

Karena hakikinya para pendiri ingin yang terbaik untuk negeri ini. Berbeda dengan penjajah maupun kaki tangan penjajah, pasti mereka ingin agar negeri ini tetap berada dalam belenggu negara penjajah.

Kelima, ajakan Muslim harus mentaati aturan yang diterapkan di negaranya. Memang benar, jika kita tinggal di suatu daerah, kita harus mentaati hukum yang ada di daerah tersebut. Bukankah sebagai Muslim diperintahkan untuk amar makruf nahi munkar? Maka, apabila seorang Muslims menemui hukum yang menyuruh kemunkaran di mana saja tempatnya, dia tidak boleh mematuhinya. Karena kepatuhan pada Allah SWT adalah yang segalanya.

Sejatinya KH Ma'ruf Amin mengetahui kebenaran sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah, hanya saja narasi yang ia bangun cenderung mendiskreditkan Islam. Narasi Islam moderat seolah sedang dibangun dan dikampanyekan di tengah-tengah umat.

Jika diamati lebih jauh lagi, memang agenda menghembuskan fobia Islam hingga fobia khilafah sudah lama dilakukan oleh kaum barat penjajah.

Atas dalih memerangi tindakan terorisme dan ekstremisme kaum barat penjajah menyatakan peran melawan terorisme dan mewacanakan Islam moderat. Islam moderat yang mereka inginkan adalah Islam yang mau menerima sekulerisme.

Perdana menteri Inggris Tony Blair (2005) pernah mengatakan ideologi Islam sebagai 'evil ideology' (ideologi setan).

Dalam pidatonya pada Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris, Blair menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan ’ideologi setan’ itu. Ciri ideologi setan tersebut adalah: (1) menolak legitimasi Israel; (2) memiliki pemikiran bahwa syariat adalah dasar hukum Islam; (3) kaum Muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khalifah; (4) tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat. Siapapun yang memiliki pemikiran tersebut digolongkannya sebagai ekstremis yang harus diperangi. Sebaliknya, mereka yang menyetujui Israel, menolak syariat, menolak kesatuan kaum Muslim dalam Kekhilafahan, dan mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat disebut memiliki prasyarat menjadi moderat.

Narasi terorisme gagal disematkan kepada Islam, akhirnya Amerika mulai mewacanakan perang melawan radikalisme. Salah satunya dilakukan oleh Rand Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat.  

Berikut beberapa dokumen Rand Corp yang menunjukkan agenda untuk mencegah berdirinya kembali khilafah Islam:

Pertama. Dokumen berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies. Ditulis oleh Cheryl Benard pada tahun 2003. Benard mengklasifikasikan umat Islam menjadi: kaum fundamentalis, tradisionalis, modernis dan sekularis.

Kedua. Dalam buku The Muslim World After 9/11 yang ditulis oleh Angel M. Rabasa tahun 2004, Rand Corp melakukan pemetaan dunia Islam pasca Peristiwa 9/11. 

Ketiga. Dalam buku berjudul Building Moderate Muslim Networks, yang juga ditulis oleh Angel Rabasa dkk tahun 2007, kembali Rand Corp mengungkap kewaspadaannya. 

Dari tiga poin di atas menegaskan bahwa agenda perang melawan Islam dan gagasan khilafah sudah barat lakukan. Mereka tak segan-segan memecah-belah umat dengan narasi Islam moderat dan mendiskreditkan gagasan khilafah dengan stempel radikal, ekstrim, dan teroris.

Nah, akankah umat Islam akan terbawa arus yang dibuat oleh barat? Tentunya tidak, syariah Islam harus disampaikan secara sempurna kepasa umat. Khilafah ajaran Islam dan sistem warisan Nabi Muhammad SAW harus didakwahkan ke umat, jangan sampai umat Islam terperdaya dengan propaganda barat.


Dampak Pemahaman yang Keliru tentang Khilafah

Imam Shamsi Ali, seorang imam di New York dan Presiden Nusantara Foundation dalam tulisan pendeknya yang dimuat dalam laman republika.co.id (05/04/2019) menyatakan bahwa selain isu syariah, di dunia Barat dan Amerika khususnya, kata khilafah menjadi kata yang sangat menakutkan. Identik dengan sebuah kejahatan yang menakutkan. Sebuah ancaman yang diingat sebagai bahaya laten yang dianggap menjadi ancaman global (global threat).

Fitriyan Zamzani, seorang wartawan harian republika menuliskan bahwa pada 5 juni 1920, dalam sebuah tulisan yang berjudul “tesis tentang pertanyaan nasional dan kolonial, Vladimir lenin dalam kongres kedua komunis internasional (komintern) menyatakan bahwa semua partai komunis harus melawan pan-Islamisme dan tren-tren serupa yang berupaya menggabungkan perjuangan kemerdekaan melawan imperialisme Eropa dan Amerika. Pan Islamisme yang dimaksud disini adalah penyatuan kaum muslimin dalam satu pemerintahan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Lenin dengan ajaran komunisme yang diyakini sangat membenci kepemimpinan Islam. 

Ketakutan Eropa, Amerika dan kebencian Lenin sangat wajar sekali terjadi. Alasan yang paling mendasar tentu adalah posisi mereka sebagai non Muslim. Wajarlah bila membenci selain dari ajaran yang mereka yakini. Maka benar dengan firman Allah SWT yang menyatakan bahwa “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya,” (TQS. Ali Imron : 118).

Terkait dengan ayat tersebut, dalam An Nafahat Al Makiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih As syawi menyatakan bahwa ayat ini adalah perintah Allah SWT untuk hamba-hambanya untuk berlepas diri dari tindakan mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka, sebagai sahabat dan teman-teman dekat dan membuka rahasia kaum mukimin kepada mereka. 

Hal yang demikian telah dijelaskan dalam Al Qur'an bahwa orang kafir memiliki karakter untuk tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagi kaum mukminin tanpa kenal lelah. Dan Allah mengingatkan bahwa kebencian mereka kepada mukmin lebih besar lagi dalam hatinya. 

Bagaimana jika yang benci atau menolak Islam (baca: ajarannya) adalah kaum Muslimin sendiri? Maka hal ini patut dipertanyakan keislamannya. Tidakkah mereka sadar dalam shalatnya yang selalu melafazkan: “inna shollati wa nusuki wamhyaya wa mamati lillahi robbil’alamiin” yang bermakna sungguh shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Rabb semesta alam. 

Sekali lagi, bagaimana bisa seseorang memaknai, meyakini, dan mengekspresikan kalimat tersebut, jika dirinya pada posisi menolak atau membenci sesuatu yang berasal dari Allah SWT dan rasul-Nya? Tidak dipungkiri, hari ini banyak sekali dari kaum Muslimin yang membenci dan menolak sebagain kecil syariah atau lebih banyak lagi, termasuk di dalamnya adalah syariah tentang sistem politik Islam atau yang dikenal dengan khilafah. 

Antipatinya sebagian umat Islam terhadap aktivitas politik dan anggapan bahwa Islam tidak mengatur politik memang sebuah capaian keberhasilan dari musuh-musuh Islam dan para penjajah. Ada sebuah kutipan menarik yang disampaikan oleh An Nabhani dalam kitab Takkatul Hizb (Pembentukan Partai Politik) yang di antaranya menyatakan bahwa tsaqofah asing mempunyai pengaruh besar terhadap menguatnya kekufuran dan penjajahan. Tidak berhasilnya kebangkitan umat dan gagalnya gerakan-gerakan terorganisir baik sosial dan politik. 

Sebab sebuah tsaqofah berpengaruh besar terhadap pemikiran manusia yang kemudian akan mempengaruhi perjalanan hidupnya. Tsaqofah yang dimaksud disini adalah tsaqofah atas dasar pandangan hidup pemisahan agama dari kehidupan. 

Tersebar luasnya tsaqofah asing tersebut juga berdampak pada sebagian kaum Muslimin yang tidak antipati dengan aktivitas politik namun rancu dalam memahaminya (baca: aktivitas politik Islam). Misal ada yang menyamakan sistem khilafah dengan sistem kerajaan, kesultanan bahkan republik. 

Terkait dengan hal ini ada uraian menarik dalam kitab Ajhizah Daulah (Struktur Negara Islam) yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan Islam berbeda dengan seluruh bentuk sistem pemerintahan yang dikenal di seluruh penjuru dunia. 

Islam bukan kerajaan karena menolak pewarisan kekuasaan berdasarkan putra mahkota yang menjadi ciri khas kerajaan. Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem imperium (kekaisaran) yang mencirikan diri dengan wilayah pusat imperium yang memiliki keistimewaan. 

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi yang mencirikan wilayah negara terpisah satu sama lain, dengan memiliki kemerdekaan sendiri, meski dalam satu hukum yang sama. Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik dan lain sebagainya.

Kebenaran ajaran Islam, baik syariat dan khilafah harus terus didakwahkan kepada umat. Jangan sampai umat lebih mendengarkan propaganda barat penjajah. Karena jika mereka yang mengetahui kebenaran khilafah diam, tentunya opini khilafah yang berkembang adalah sesuai pesanan kaum kufar, yaitu narasi radikal hingga teroris disematkan kepada Islam dan khilafah. Oleh karena itu, lawan propaganda sesat kaum pembenci Islam.


Strategi Pencegahan Tidak 'Kleru' Memahami Sistem Khilafah sehingga Tidak Menimbulkan Islamophobia

Adanya sikap antipasi terhadap sebuah ide tentu diawali dari sebuah persepsi atau pemahaman seseorang tentang ide itu. An Nabhani dalam kitab masterpeace-nya Nidhomul Islam menjelaskan bahwa manusia selalu mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan mafahim-nya (persepsinya) tentang kehidupan. Lebih lanjut An Nabhani, mencontohkan bahwa pemahaman seseorang terhadap orang yang dicintai akan membentuk perilaku yang berlawanan dari orang tersebut terhadap orang lain yang dibencinya, karena dirinya memiliki pemahaman kebencian terhadapnya. 

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dibuat rangkaian kalimat yang menyatakan bahwa persepsi yang keliru tentang ide khilafah akan melahirkan sikap penolakan terhadapnya. Sebaliknya, pemahaman yang benar tentang ide khilafah, akan melahirkan sikap penerimaan terhadapnya.

Ada kepingan menarik yang bisa kita pelajari dari hikmah perjalanan kehidupan dakwah Nabi SAW dalam fase dakwah Mekah dan fase dakwah di Madinah. Keberhasilan Nabi SAW dalam dakwahnya selain karena nasrullah adalah seperti yang diungkapkan oleh An Nabhani dalam kitabnya yang berjudul Daulah Islam.

Beliau menjelaskan bahwa pada fase Mekah yang telah menghabiskan waktu selama 12 tahun berturut-turut mengajak penduduk Mekah kepada Allah, berusaha keras menyebarkan dakwah, tidak pernah meninggalkan kesempatan sedikit pun kecuali mencurahkan segenap kemampuannya untuk dakwah dan menanggung semua jenis penganiayaan, pada fase ini masyarakat Mekah tetap membantu dan dakwah tidak menemukan jalan apapun untuk menuju ke sana. Hal itu karena hati penduduk Mekah sangat keras, jiwanya penuh dengan kebencian, dan akal mereka membeku bersama masa lalunya. 

Inilah karakter negatif yang bisa kita jadikan pelajaran di kemudian hari, bahwa hati yang keras, jiwa yang penuh dengan kebencian dan akal yang membeku artinya tidak mau terbuka hanya akan menjauhkan pemiliknya dari jalan hidayah, jalan kebenaran (al-Haq) yang penuh dengan ridha dari Allah SWT. 

Lebih lanjut An Nabhani menyatakan bahwa kerasnya masyarakat Mekah yang seolah seperti batu dan potensi penerimaan dakwah yang begitu lemah disebabkan oleh jiwa penduduk Mekah yang dikuasai oleh kemusyrikan yang memang Mekah menjadi pusatnya. 

Dari sepenggal riwayat tersebut dapat ditarik sebuah pelajaran bahwa salah satu karakter penduduk Madinah adalah mereka bisa lebih terbuka. Hal tersebut terlihat dari respon penerimaan yang diberikan tatkala Mushab bin Umar menyampaikan tawaran dengan kalimat “Atau sebaiknya engkau duduk dan mendengarkan dulu? Jika engkau menyukainya maka engkau bisa menerimanya. Dan jika engkau membencinya, maka cukuplah bagimu apa yang engkau benci,”. 

Sebuah riwayat ini harusnya menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun yang haus akan kearifan dan kebenaran. Sikap pertama yang harus dikedepankan adalah keterbukaan pikiran bukan sebaliknya sikap akal yang membeku seperti penduduk Mekah yang pada akhirnya hanya berakhir pada sebuah kehinaan semata.

Berikut ini yang harus dilakukan umat Islam untuk menangkal adanya kekeliruan pemahaman Islam.

Pertama, harus senantiasa mendakwahkan Islam dan khilafah ajaran Nabi SAW, agar umat tidak termakan oleh propaganda barat. Umat Islam harus terus berdakwah politik di tengah-tengah umat. Karena Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual semata, Islam juga mengatur segala aspek kehidupan. Sistem pemerintahan dalam bingkai negara juga diatur dalam Islam.

Kedua, sebagai umat Islam harus memiliki pemikiran terbuka dengan Islam dan tidak boleh terprovokasi dengan narasi yang lahir dari rahim sekulerisme. Seperti penduduk Madinah yang lebih terbuka daripada penduduk Mekah.

Ketiga, melawan narasi dan propaganda barat dengan meluruskan pemahaman keliru di tengah-tengah umat. Umat Islam harus terus diseru atas kebenaran Islam dan khilafah, sekalipun mereka berada dalam naungan sistem sekuler, jangan sampai umat makin jauh dengan Islam. Oleh karena itu, dakwah harus semakin digencarkan.

Keempat, umat Islam harus berdakwah secara individu, kelompok, dan negara. Sebagai individu Muslim wajib hukumnya untuk berdakwah. Begitu juga dalam dakwah kelompok hukumnya adalah fardhu kifayah. Dakwah berjamaah atau berkelompok ini dilakukan agar gerak dakwah bisa terukur dan terorganisir seperti yang telah Nabi SAW contohkan. 

Tak hanya itu, dakwah juga harus dilakukan oleh institusi tertinggi yaitu negara. Negara memiliki peran penting dalam menjaga lurusnya pemahaman Islam di tengah-tengah umat. Tentunya negara yang mampu menjaga lurusnya pemahaman umat bukanlah negara yang menerapkan sistem kufur, melainkan negara yang menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.

Lumrah jika khilafah sekarang dimusuhi oleh barat, karena dengan khilafah umat Islam terjaga dari propaganda busuk yang mereka ciptakan.


Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama. Penyebab munculnya narasi keliru tentang khilafah karena dua hal. Pertama, umat Islam yang belum memahami khilafah sebagai ajaran Islam yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Kedua, karena hembusan propaganda barat penjajah yang memusuhi Islam. Barat terus melakukan wacana Islam moderat untuk menepis lahirnya Islam sejati dalam diri umat Islam. Karena mereka takut kerakusan dan agenda penjajahan mereka terganggu jika khilafah tegak kembali.

Kedua. Dampak dari tersebarnya propaganda keliru tentang khilafah dan tersebarnya tsaqofah asing adalah sebagai berikut. Pertama, menguatnya kekufuran. Kedua, penjajahan atas kaum Muslim semakin brutal. Ketiga, terhalanginya kebangkitan Islam. Oleh karena itu, propaganda barat penjajah harus terus dilawan, agar umat tidak semakin jauh dari Islam.

Ketiga. Umat Islam harus senantiasa berdakwah meluruskan pemahaman umat yang keliru dari orang-orang yang "kleru". Selain itu harus melawan propaganda busuk yang diciptakan kaum pembenci Islam. Pertama, umat Islam harus memiliki pemikiran terbuka pada Islam, agar hidayah senantiasa masuk disanubari umat Islam. Kedua, terus melawan propaganda busuk barat terhadap Islam. Ketiga, umat Islam harus berdakwah baik individu maupun kelompok hingga khilafah tegak di muka bumi. Karena dengan institusi khilafah pemikiran dan perasaan umat lebih terjaga.[]



Oleh: Ika Mawarningtyas, S. Pd.
Analis Muslimah Voice Dosen Online UNIOL 4.0 Diponorogo

Materi Kuliah Online UNIOL 4.0 Diponorogo, Rabu (11/11/2020), di bawah asuhan Prof. Pierre Suteki
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar