Ancaman Internasionalisasi dalam Pelayanan Medis




Masuknya Rumah Sakit dan dokter asing bukan lagi wacana. Pemerintah berencana mengembangkan wisata medis di Indonesia di antaranya membangun rumah sakit bertaraf internasional termasuk mengimpor dokter spesialis dari luar negeri. Dalih pemerintah berdasarkan analisa Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada 2015, menyatakan Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600.000 orang, terbesar di dunia mengalahkan Amerika Serikat dengan 500.000 orang wisatawan medis di tahun yang sama. 

Warga Indonesia memilih perawatan medis ke luar negeri dengan alasan kurang mempunyai layanan medis domestik untuk menyembuhkan penyakit- penyakit khusus. Rata-rata pengeluaran wisatawan medis sebesar US$ 3,000 - 10,000 per orang. Pemerintah meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencari investor asing untuk membangun rumah sakit berkelas internasional guna mendukung rencana pemerintah mengembangkan wisata medis di Indonesia. Pemerintah menarik investor asing untuk membangun rumah sakit berstandar internasional seperti John Hopkins, rumah Sakit asing agar membuka cabang di Indonesia. Dokter-dokter spesialis dari luar negeri akan diimpor untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit berstandar internasional tersebut.

Wakil Ketua Umum PB IDI dr Adib Khumaidi menyatakan tidak seharusnya pemerintah melakukan impor dokter namun sebaiknya pemerintah  melakukan distribusi pemerataan dokter dalam negeri. Hal ini dikarenakan dari sisi jumlah dokter di dalam negeri tak ada problem. 

Masalahnya ada pada sisi distribusi, dari sisi distribusi dokter di seluruh Indonesia memang terdapat kelemahan. Ada daerah yang surplus dokter, tapi ada juga daerah yang kekurangan. Sehingga tidak ada lagi wilayah yang kekurangan dokter sementara wilayah lain kelebihan dokter. 

IDI Kalsel menyatakan bahwa rencana impor dokter bertolak belakang dengan program memajukan kearifan lokal yang selama ini digemborkan pemerintah. Ketua IDI Kalsel, Rudiansyah, menyatakan bahwa impor dokter asing justru mengancam keberadaan dokter-dokter di Indonesia. Rudiansyah juga menyatakan keberatan atas wacana impor dokter (dari buruh sampai dokter sampai harus diimpor).

Jika dianalisis rencana pemerintah seolah olah baik demi mendatangkan devisa negara dari pelayanan wisata medis. Akan tetapi seharusnya pemerintah memperbaiki sistem pelayanan kesehatan, distribusi pemerataan dokter, meningkatkan kesejahteraan dokter dalam negeri, dan meningkatkan kuantitas serta kualitas alat alat kesehatan. Logika mendapat untung devisa dengan meningkatkan kepercayaan terhadap Rumah Sakit asing di dalam Negeri adalah penyesatan cara pandang masyarakat. 

Ancaman internasionalisasi pelayanan kesehatan yang akan dialami yaitu makin hilangnya kendali negara terhadap kedaulatan layanan  kesehatan, keamanan rekam medis Nasional rakyat harus dilindungi, jika impor dokter dilakukan hal ini bisa menjadi ancaman, dokter Impor dapat menggerus peran dokter lokal, adanya segmentasi antara dokter Impor dengan dokter lokal menciptakan ketimpangan saat layanan kesehatan diberikan kepada masyarakat, sehingga akhirnya rakyat dikorbankan kembali dengan makin mahalnya biaya kesehatan dan standar layanan yang belum tentu sejalan dengan mayoritas muslim.

Hukum Syara Terkait Rumah Sakit dan Dokter Impor

Syariah Islam telah melarang umat Islam untuk bermuamalah dengan kafir harbi fi'lan seperti muamalah termasuk rumah sakit dan impor dokter karena perdagangan ini akan memperkuat negara kafir yang telah sedang memusuhi saudara seaqidah kita sesama umat Nabi Muhammad Saw. 

Pada dasarnya boleh hukumnya umat Islam bermuamalah dengan non-muslim seperti jual beli hutang piutang, selama jika umat non muslim tersebut tidak memusuhi atau memerangi umat Islam. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS Al Mumtahanah ayat 8) 

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al Mumtahanah ayat 9) 

Namun jika non muslim memusuhi atau memerangi umat Islam, Menjadi haram hukumnya bermuamalah dengan mereka. Maka dari itu haram hukumnya melakukan muamalah dengan non-muslim yang memusuhi atau memerangi umat Islam, karena muamalah ini adalah bentuk tolong menolong (ta'awun) dalam dosa dan pelanggaran syariah yang telah dilarang oleh Allah SWT : Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al Maidah ayat 2) . 

Politik Kesehatan Islam

Politik (siyâsah) adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh Negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam pengaturan tersebut. Politik Islam berarti pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri dengan hukum Islam.

Politik kesehatan Islam menjamin layanan kesehatan berkualitas sehingga rakyat tidak perlu mencari rumah sakit ke luar negeri atau mengimpor dokter ke dalam negeri. Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, dokter dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat.  

Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu wajib disediakan oleh negara secara gratis karena bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw. Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari). Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah menyediakan layanan kesehatan, dokter dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma. Saat menjadi Khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim). Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan, dokter dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya.

Pelayanan Kesehatan Gratis Berkualitas

Khilafah menghindari setiap ancaman bahaya dari asing, sehingga kedaulatan termasuk di bidang kesehatan sangat dilindungi. Dalam Khilafah, Negara tidak ambil untung dalam melayani warganya. Khilafah menyediakan rumah sakit gratis berkualitas. Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di seantero Khilafah Islam. Rumah sakit dalam khilafah bahkan menjadi favorit para wisatawan asing yang ingin menikmati sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di dalam Khilafah Islam ini bebas biaya. 

Rumah sakit Islam di abad pertengahan diakui dunia sebagai rumah sakit terbaik di zamannya. Bangunannya megah dan pelayanannya prima. Bahkan hingga kini pun beberapa aspek pelayanannya masih dianggap lebih baik dibandingkan dengan rumah sakit modern. Rumah sakit Islam jauh dari kesan suram, kotor, dan menakutkan. Kebanyakan memiliki desain eksterior dan interior yang mirip dengan tempat tinggal raja. 

Rumah sakit yang berada di Baghdad, Mesir, dan Suriah, memiliki furnitur yang sama persis dengan istana bangsawan, lengkap dengan air mancur dan taman yang luas. Dari sisi pelayanan, rumah sakit bisa menampung hingga 8000 bed, seperti yang terjadi di RS Al-Manshuri di Kairo. Setiap orang yang sakit bisa ditampung tanpa memperdulikan ras, warna kulit, maupun agama. Tidak ada batas waktu rawat inap; pasien bisa pulang hanya ketika mereka benar-benar sembuh. Selain pelayanan medis, rumah sakit di masa itu mampu menyediakan berbagai menu makanan yang sehat dan segar, pakaian bersih, asisten yang membantu memandikan dan memakaikan baju, sampai badut disediakan untuk menghibur pasien. Mereka siap menampung pasien baik siang maupun malam 

Kesejahteraan bagi Para Dokter dan Penyedia Layanan Kesehatan

Para dokter dan penyedia layanan kesehatan tetap memperoleh gaji walaupun pasien tidak membayar layanan kesehatan. Gaji dokter berkisar antara 50-750 US dolar. Sebagai contoh Muhadzdzab al-Din Ibn al-Naqqasy  merupakan seorang dokter dari Baghdad, Irak, pada abad ke-11 mendapatkan imbalan tiap bulan sebesar 15 dinar. Ia pun mendapatkan apartemen lengkap dengan perabotannya, seperangkat pakaian mewah, dan seekor keledai terbaik. Seorang residen yang berjaga di rumah sakit dua hari dan dua malam dalam seminggu memperoleh sekitar 300 dirham per bulan. Angka yang sangat besar pada masa itu, terlebih lagi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan sudah dijamin oleh negara. 

Di luar rumah sakit, semisal di tempat praktek pribadinya, dokter dapat memungut bayaran dari pelayanan dan tindakan medisnya, terutama tindakan yang memerlukan keahlian khusus. Hal ini diperbolehkan dalam Islam sebab Rasulullah pun memberikan upah bagi tabib yang melaksanakan veniseksi (memotong urat) untuknya. Di masa Abbasiyah, dokter yang melaksanakan operasi katarak menetapkan biaya minimum sebesar 15 US dolar. 

Wajar, mengingat dokter harus menyediakan peralatan dan obat-obatan sendiri di tempat praktik pribadinya Sejumlah dokter mampu memperkaya diri karena hebatnya keahlian yang dimiliki. Jibrail Bin Baktishu, yang merupakan direktur RS Baghdad merangkap dokter pribadi Khalifah, memiliki berhektar-hektar tanah pertanian dan bisa membeli berbagai macam emas, perak, dan kobalt  Menurut keterangan sekretarisnya, pendapatan Jibrail berkisar 4.9 juta dirham per tahun. Beberapa dokter lain mempertahankan sikap zuhud dan memilih hidup sederhana. Ibnu Gazzar misalnya. Meskipun termasuk salah satu dokter paling brilian di Tunisia, beliau lebih senang membantu rakyat miskin dan jarang meminta bayaran. Beliau tak memiliki kemewahan namun sangat dihormati di dunia kedokteran karena kecerdasannya dan sejumlah buku-buku medis yang ditulisnya.

Pendanaan Kesehatan dalam Islam

Pemimpin negara di masa Islam berlomba-lomba membangun rumah sakit selain sebagai wujud rasa peduli terhadap umatnya juga merupakan bentuk ketaatannya terhadap hukum syara. Negara melalui Baitul Mal bertanggung jawab memberikan suntikan dana, termasuk urusan pemeliharaan kesehatan kaum miskin dan papa. Baitul Mal secara literal berarti gudang harta. Pada masa Rasulullah, bentuknya memang berupa suatu ruangan tempat menyimpan harta negara, baik berupa emas-perak maupun hasil bumi. 

Dalam perkembangannya, Baitul Mal tidak hanya sekedar tempat menyimpan harta namun juga memiliki struktur administasi yang mengatur pendapatan dan belanja negara. Oleh karena itu, para ulama menyebut Baitul Mal sebagai institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslimin yang berhak menerimanya. Baitul Mal dikelola oleh negara dan bertanggungjawab kepada khalifah. 

Urusan kesehatan berada di bawah Departemen Mashalih ad-Daulah. Departemen ini mendapat pemasukan dari Baitul Mal; khususnya dari penerimaan bukan pajak yakni pos fai, kharaj, dan al-milkiyah amm. Fai adalah seluruh harta yang didapatkan dari orang non-muslim tanpa melalui peperangan, misalnya harta yang disumbangkan oleh kaum Yahudi Bani Fadak agar kaum muslim memberikan perlindungan bagi mereka. Kharaj adalah upeti atas tanah yang ditinggali kaum non-muslim (mengingat mereka tidak punya kewajiban membayar zakat). 

Sedangkan al-milkiyah amm adalah harta yang didapatkan dari hasil pengembangan sumber daya alam oleh negara; misalnya hasil dari penambangan dan penjualan minyak bumi, batu bara, mineral-logam, dan lainnya Negara mengalokasikan dana sangat besar untuk pembiayaan rumah sakit. Sebagai gambaran, RS Al-Muqtadir menerima uang sebesar 200 dinar sebulan. RS Al-Arghun, yang merupakan rujukan penyakit jiwa, seluruh kebutuhannya ditanggung oleh negara; termasuk biaya obat-obatan, instrumen, dan penelitian.

Penutup

Demikianlah solusi politik kesehatan Islam Negara harus benar-benar hadir secara riil melindungi kedaulatan kesehatan dengan menghadirkan rumah sakit gratis berkualitas dan mensejahterakan dokter dan penyedia layanan kesehatan sehingga dapat bekerja dengan tenang serta profesional. Inilah solusi yang berasal dari Allah SWT  Pencipta alam semesta dan semua manusia, yang Maha Mengetahui pemecahan masalah bagi ciptaannya. 

Penerapan politik kesehatan Islam dibutuhkan sehingga negara tidak akan bisa  dikooptasi oleh negara lain atas nama investasi yang sejatinya adalah hutang, karena haram hukumnya tunduk dengan negara kafir harbi fi'lan. 

Sebagaimana firman Allah Swt. ".Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS Al-Nisâ’ ayat141).Wallahu A'lam.[]


Oleh: Imanda Amalia, SKM, MPH 
(Dosen, Helps Sharia, Founder @RumahSyariahInstitute)

Sumber:
Abdurrahman Maliki, As Siyasah Al Iqtishodiyah Al Mustsla 
Abdurrahman, Hafidz. 2017. “Jaminan Kesehatan di Masa Khilafah Abbasiyah” dalam Menggagas Kesehatan Islam. Kaaffaah Penerbit.
Al-Ghazal, Syarif Kaf. 2009. Islamic Medicine: A Missing Chapter of The History of Medicine. Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine edisi 8/9 2009-2010, hlmn 120-124
Al-Hassani, Salim (Ed., 2012): 1001 Inventions: The Enduring Legacy of Muslim Civilization: Official Companion to the 1001 Inventions Exhibition. National Geographic, London
Nagamia, Husain F. 2003. Islamic Medicine History and Current Practice. Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine edisi 2 2003, hlmn 19-30
Tschanz, David W. 2017. The Islamic Roots of Modern Day Hospital. Aramco World edisi Maret/April 2017 hlmn 22-27.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200829082502-4-182931/luhut-ingin-rumah-sakit-dokter-asing-ramai-ramai-masuk-ri
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201021181113-4-196116/luhut-klaim-rs-australia-hingga-singapura-segera-masuk-ri
https://market.bisnis.com/read/20201023/189/1309200/wacana-rs-asing-belum-jadi-ancaman-untuk-emiten-rumah-sakit

Posting Komentar

0 Komentar