Ada lagi Kejanggalan di UU Cipta Kerja: Penghapusan Pasal yang Terkesan 'Ngasal' dan 'Ugal-ugalan'



Jika beberapa hari ini publik dihebohkan dengan kejanggalan tentang "salah ketik" Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, kini ada lagi kejanggalan lain berupa kesalahan "hapus" yang saya temukan. Saya mencoba untuk menelaah Perubahan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), yakni UU No. 18 Tahun 2013 yang diatur dalam Pasal 37 UU Cipta Kerja (halaman 199 dan seterusnya). Beberapa kejanggalan salah hapus yang terjadi pada Pasal 53 dan Pasal 54 UU P3H. Berikut analisis singkatnya:


Kejanggalan Penghapusan Pasal 53 UU P3H

Pasal 53 mengatur tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Pemeriksaan perkara perusakan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), pada pengadilan negeri, dilakukan oleh majelis hakim yang berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari satu orang hakim karier di pengadilan negeri setempat dan dua orang hakim ad hoc.

2. Pengangkatan hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden atas usulan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

3. Setelah berlakunya Undang-Undang ini ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia harus mengusulkan calon hakim ad hoc yang diangkat melalui Keputusan Presiden untuk memeriksa perkara perusakan hutan.

4. Dalam mengusulkan calon hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Ketua Mahkamah Agung wajib mengumumkan kepada masyarakat.

5. Untuk dapat diangkat menjadi hakim ad hoc, harus terpenuhi syarat tertentu.

Kita lihat betapa Pasal 53 ini merupakan kelanjutan yang tidak dapat dipisahkan dengan Pasal 52. Ketika Pasal 53 dihapus, berarti Pasal 52 tidak dapat dioperasionalkan karena Pasal 52 mengatur tentang pentahapan pemeriksaan perusakan hutan mulai dari PN, PT hingga MA yang operasionalisasinya diatur dalam Pasal 52 tersebut. Jadi, penghapusan Pasal 53 terkesan dilakukan secara "ugal-ugalan" karena sebenarnya penghapusan itu menegasikan Pasal 52 UU P3H ini, padahal faktanya Pasal 52 masih tetap dipertahankan.


Kejanggalan Penghapusan Pasal 54 UU P3H

Pasal 54 mengatur tentang Lembaga Pemberantasan dan Pencegahan Perusakan Hutan (LP3H) berikut unsur-unsur lembaga terkait. Pada Pasal 54 diatur hal-hal tentang LP3H sebagai berikut:

1. Dalam rangka pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, Presiden membentuk lembaga yang menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

2. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

3. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.unsur Kementerian Kehutanan;
b.unsur Kepolisian Republik Indonesia;
c.unsur Kejaksaan Republik Indonesia; dan
d.unsur lain yang terkait.

Pengaturan LP3H tidak berhenti pada Pasal 54, melainkan dioperasionalkan pada Pasal 55, 56 dan 57 seperti rincian berikut ini:

1. Pasal 55 mengatur tentang Struktur LP3H yang terdiri dari Kepala, Sekretaris, Deputi dan Satuan Tugas (Satgas) sebagaimana disebut ditetapkan adanya pada Pasal 54 ayat (1).

2. Pasal 56 mengatur tentang tugas Lembaga yang menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1).

3. Pasal 57 mengatur bahwa dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, lembaga melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.

Dengan demikian kita lihat bagaimana hubungan antara Pasal 55, 56 dan 57 dengan Pasal 54. Atau dengan perkataan lain Pasal 55, 56 dan 57 UU P3H sebagaimana dijelaskan di atas tidak dapat dipisahkan dengan Pasal 54. Jadi, ketika Pasal 54 dihapus maka Pasal 55, 56, dan 57 pun harus dihapus. Jika Pasal 55, 56 dan 57 tidak dihapuskan oleh UU Cipta Kerja, maka pasal-pasal tersebut menjadi tidak punya arti sama sekali dan berarti penghapusan Pasal 54 menegasikan keberadaan Pasal 55, 56 dan 57 padahal pasal-pasal ini masih dipertahankan oleh UU Cipta Kerja. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penghapusan Pasal 54 tersebut terkesan dilakukan secara "ugal-ugalan".

Beberapa kejanggalan penghapusan tersebut bukan hanya berpengaruh pada teks tetapi juga berpengaruh terhadap konten atau substansi baik UU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 53 dan 54 maupun UU P3H yang dihapus pasalnya tersebut. Terbukti sudah bahwa ternyata semakin "detail", sangat mungkin semakin tampak adanya "devil". Anda masih berpikir bahwa UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 tidak bermasalah? Atau sebaliknya Anda merasa tidak puas? Welcome to MK. Tabik![]

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum.
Pakar Filsafat Pancasila dan Hukum-Masyarakat

Semarang, Kamis: 5 Nopember 2020

Posting Komentar

0 Komentar