Thalabun Nusroh adalah Metode Dakwah Rasulullah Saw



Menarik sekali dialog yang terjadi pada Kabar Malam yang diadakan oleh TV One pada hari Selasa, (25/08) lalu. Setelah sulitnya untuk membantah bahwa Khilafah merupakan ajaran Islam, dan dapat dipastikan sejarah negeri ini juga tidak bisa lepas dari keberadaan Khilafah.
Selanjutnya ada upaya untuk meruntuhkan metode dakwah Rasulullah saw. khususnya terkait aktivitas tholabun nushrah atau mencari pertolongan dengan menyamakan sebagai kudeta. Padahal tholabun nushrah berbeda dengan kudeta, dan tholabun nushrah ini lah satu-satunya metode syar’i untuk menegakkan Khilafah. 

Lantas bagaimana proses tholabun nushrah yang dimaksud?

Rasulullah saw. mulai mencari nushrah (pertolongan) selama tahapan tafâ’ul ma’a al-ummah (berinteraksi dengan umat).  Saat Abu Thalib meninggal, masyarakat Makkah semakin jumud dan tertutup di hadapan dakwah Rasulullah saw. Dengan meninggalnya Abu Thalib, penyerangan Quraisy kepada Rasulullah saw semakin sengit sampai pada tingkat yang belum pernah mereka lakukan semasa hidup paman beliau, Abu Thalib. Jadilah perlindungan kepada Rasulullah saw. menjadi lebih lemah daripada perlindungan pada masa Abu Thalib.  

Allah SWT pun mewahyukan kepada beliau untuk menyodorkan diri kepada kabilah-kabilah Arab untuk meminta perlindungan dan memberikan nushrah mereka kepada Rasulullah saw. 

Ibnu Katsir menyatakan di dalam Sîrah an-Nabawwiyah li Ibni Katsîr dari Ali bin Abi Thalib:

لَمَا أَمَرَ اللهُ رَسُوْلَهُ أَنْ يَعْرَضَ نَفْسَهُ عَلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ خَرَجَ وَأَنَا مَعَهُ وَأَبُوْ بَكْرٍ إِلَى مِنَى حَتَّى دَفَعْنَا إِلَى مَجْلِسٍ مِنْ مَجَالِسِ الْعَرَبِ

“Ketika Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk menyodorkan diri beliau kepada kabilah-kabilah Arab, beliau dan saya serta Abu Bakar keluar bersama beliau ke Mina hingga kami datangi majelis-majelis orang Arab.”

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Ibn ‘Abbas dari ‘Abbas, Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku :

لاَ أَرَى لِيْ عِنْدَكَ وَلا عِنْدَ أَخِيْكَ مَنَعَةً، فَهَلْ أَنْتَ مُخْرِجِيْ إِلَى السُّوْقِ غَدًا حَتَّى نَقِرُّ فِيْ مَنَازِلِ قَبَائِلِ النَّاسِ – وَكَانَتْ مَجْمَعَ الْعَرَبِ – قَالَ : فَقُلْتُ هَذِه كِنْدَةَ وَلَفُّهَا، وَهِيَ أَفْضَلُ مَنْ يَحُجُّ مِنْ الْيَمَنِ، وَهَذِهِ مَنَازِلُ بَكْرٍ بْنِ وَائِلٍ، وَهَذِه مَنَازِلُ بَنِيْ عَامِرٍ بْن صَعْصَعَةِ، فَاخْتَرْ لِنَفْسِكَ، قَالَ : فَبَدَأَ بِكِنْدَةَ فَأ تَا هُمْ

“Saya tidak melihat pada dirimu dan saudaramu perlindungan. Maukah engkau menemaniku keluar ke pasar besok hingga kita berdiam di tempat-tempat singgah kabilah-kabilah orang—dan mereka adalah sekumpulan orang Arab.” Abbas berkata: Aku berkata, “Ini Kindah dan kemahnya. Mereka adalah orang terbaik yang menunaikan haji dari orang Yaman. Ini tempat singgah Bakar bin Wail. Ini tempat singgah Bani Amir bin Sha’sha’ah.  Pilihlah untuk dirimu.” Abbas berkata lagi: Beliau kemudian memulai dengan Kindah dan mendatangi mereka.”

Jelas bagi ahlul quwwah, “kabilah-kabilah” pada waktu itu, yang diminta nushrah mereka oleh Rasulullah saw.  Jelas juga bagi mereka bahwa yang diminta adalah mereka melindungi Rasulullah saw. dan memungkinkan beliau mendirikan entitas di tengah mereka yang diterapkan hukum-hukum Allah SWT. Artinya, mereka paham dengan gamblang dan jelas bahwa nushrah tersebut adalah untuk mendirikan dawlah yang memerintah dan berjihad. 
Oleh karena itu Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, ketika Rasul saw. meminta nushrah mereka, mereka berkata:

أَرَأَيْتَ إِنْ نَحْنُ نحن بَايَعْنَاكَ عَلَى أَمْرِكَ، ثمَّ أَظْهَرَكَ اللهُ عَلَى مَنْ خَالَفَكَ، أَيَكُونُ لَنَا الْأَمْرُ مِنْ بَعْدِكَ؟ قَالَ : الْأَمْرُ إلَى اللهِ يَضَعُهُ حَيْثُ يَشَاءُ . قَالَ : فَقَالَ لَهُ : أفَتُهدَف نحورُنا لِلْعَرَبِ دُونَكَ، فَإِذَا أَظْهَرَكَ الله كَانَ الْأَمْرُ لِغَيْرِنا ! لاَ حَاجَةَ لَنَا بأمرك فَأَبَوْا عَلَيْهِ

“Bagaimana pandanganmu jika kami membaiatmu atas urusanmu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah perkara sesudahmu menjadi milik kami?”  Rasul menjawab, “Perkara (kekuasaan) terserah kepada Allah. Dia meletakkannya sesuai kehendak-Nya.” Abbas berkata: Lalu salah seorang dari mereka berkata kepada beliau, “Apakah kami dikorbankan agar orang Arab melidungi kamu, sementara jika Allah memenangkan-mu, urusan (kekuasaan) milik  selain kami? Kami tidak ada keperluan dengan urusanmu.” Lalu mereka menolak beliau.” 

Artinya, mereka mengetahui bahwa nuhsrah tersebut adalah untuk menegakkan kekuasaan (Negara).  Mereka ingin agar mereka menjadi penguasanya setelah Rasulullah saw.
Bani Syaiban juga berkata kepada Rasul saw. ketika beliau meminta nushrah mereka:

وَإِنَّماَ نَزَلْنَا بَيْنَ ضَرَّتَيْنِ، فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَاتان الضَّرَّتان ؟ قال: اَنْهَارُ كِسْرَى وَمِيَاهُ الْعَرَبْ، وَإِنَّماَ نَزَلْنَا عَلَى عَهْدِ أَخْذِه، عَلَيْنَا كِسْرَى لا نُحْدِثُ حَدَثا وَلاَ نُؤْوِيْ مُحْدِثًا وَإِني أَرَى هَذَا اْلأَمْرَ الَّذِيْ تَدْعُوْ إِلَيْهِ مِمَّا تَكْرَهُهُ الْمُلُوْكُ، فَإِنْ أَحْبَبْتُ أَنْ نُؤْوِيَكَ وَنَنْصُرَكَ مِمَّا يَلِيْ مِيَاهُ الْعَرَبِ فَعَلْنَا، فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَسَأْ تُمْ في الرَّدِّ إِذْ أَفْصَحْتُمْ بِالصِّدْقِ، وَإِنَّ دِيْنَ الله لَنْ يَنْصُرُهُ إِلاَّ مَنْ أَحَاطَهُ مِنْ جَمِيْعِ جَوَانِبِهِ

“Sungguh kami tinggal diantara dua bahaya.”  Rasul bersabda, “Apakah dua bahaya itu?” Ia berkata, “Sungai Kisra dan Perairan Arab.  Sesungguhnya kami tinggal di atas perjanjian yang diambil oleh Kisra atas kami bahwa kami tidak membuat insiden dan tidak mendukung pembuat insiden.  Saya melihat perkara ini yang engkau serukan termasuk apa yang tidak disukai oleh para raja.  Jika engkau ingin kami mendukungmu dan menolongmu dari apa yang mengikuti perairan Arab, kami lakukan.”  Rasululah saw. pun bersabda, “Engkau tidak berlaku buruk dalam menolak sebab engkau menjelaskan dengan jujur.  Sesungguhnya agama Allah itu tidak akan ditolong kecuali oleh orang yang melingkupi dirinya dari segala sisinya.”

Jadi mereka memahami bahwa nushrah itu berarti pemerintahan dan jihad melawan orang Arab dan non-Arab.  Karena itu mereka setuju memerangi orang Arab, sedangkan Persia, tidak.
Kemudian ketika Allah SWT memutuskan perkara tersebut, maka terjadilah Baiat Aqabah kedua yang merupakan nushrah untuk menegakkan dawlah di Madinah.  Setelah itu masuklah tahapan ketiga, yakni penegakan dawlah. Jelaslah dari semua itu bahwa thalab an-nushrah adalah sebelum tahapan ketiga, yakni pada tahapan tafâ’ul (interaksi dengan umat). Dan aktivitas thalab an-nushrah adalah merupakan bagian dari metode dakwah Rasulullah saw. Wallahu’alam bishowwab.[]

Oleh : Wandra Irvandi, S. Pd. M. Sc.
Direktur Lembaga Kajian ANSPI Kalimantan Barat



Posting Komentar

0 Komentar