Pandemi Kian Kritis, Islam Solusi Strategis



Perjalanan pandemi Covid-19 di seluruh dunia belum menemukan titik akhir. Bahkan Indonesia dinilai mulai masuk tahap mengkhawatirkan. Angka kasus positif tak terkendali hampir mengejar peringkat teratas dunia. Terlihat dari jumlah kasus baru masih tinggi, di atas 4.000 pasien. Penambahan ini menyebabkan jumlah total kasus Covid-19 di Indonesia ada 257.388 orang, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020. (kompas.com 23/9/2020)

Upaya telah dilakukan, namun belum mampu menekan laju pertumbuhan. Angka sebenarnya dimungkinkan jauh lebih besar lagi. Mengingat mobilitas penduduk begitu tinggi sementara protokol kesehatan cenderung diabaikan. Atas kondisi runyam ini, rakyat tak bisa sepenuhnya disalahkan. Meski tak disiplinnya masyarakat telah menyumbang penambahan kasus signifikan, namun pemerintah semestinya introspeksi mengapa terjadi demikian.

Faktanya, masyarakat belum teredukasi dengan benar. Tak semua paham betapa urgen menerapkan protokol kesehatan agar wabah ini bisa dilawan dan segera hilang.

Ekonomi pun menuju krisis yang dipastikan akan berlangsung panjang. Terlebih korban jiwa dari tenaga medis terus berjatuhan. Tampaknya pemerintah di ambang keputusasaan. 

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut solusi negara dengan pemerintahan otokrasi atau oligarki dinilai lebih efektif menangani pandemi. Menurutnya, pemerintahan otokrasi mudah mengendalikan perilaku masyarakat menghadapi pandemi karena kedaulatan negara dipegang oleh satu orang atau segelintir orang. (tirto.id 21/9)

Kondisi memang kritis dan mengkhawatirkan. Namun negara nyaris tak hadir memberi penyelesaian, apalagi memberi jaminan kesejahteraan. Lalu, apa solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini?


Demokrasi dan Otokrasi, Benarkah Jadi Solusi?

Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dibanggakan nampak gagal menghadapi wabah. Lalu mereka membuat narasi bahwa rakyat tak patuhi protokol kesehatan, dan berdalih lebih baik beralih menerapkan pemerintahan otokrasi sebagai solusi.

Jika ditelisik, sejatinya kegagalan penanganan pandemi ini disebabkan oleh sistem rusak yang dipakai untuk mengatur kehidupan, yaitu sekularisme. Sistem politik, ekonomi dan kesehatan yang berjalan di berbagai negara (kapitalis) telah gagal dalam mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh Covid-19.

Lalu, benarkah otokrasi-oligarki efektif menangani pandemi?
Otokrasi merupakan pemerintahan yang dipegang seseorang yang berkuasa penuh dan tidak terbatas masanya. Pemegang kekuasaan (otokrat) biasanya dijabat pemimpin berstatus raja atau yang menggunakan sistem kerajaan.

Kebijakannya otoriter karena ditetapkan pemimpin, sedangkan bawahan tinggal melaksanakan tugas. Semua perintah dan pembagian tugas dilakukan tanpa konsultasi dan musyawarah dengan orang-orang yang dipimpin.

Inikah yang dikatakan serius tangani pandemi? Atau mengonfirmasikan kembali pada publik bahwa negara ini berjalan menuju sistem otokrasi-oligarki sehingga menyatakan demokrasi takkan bisa tangani pandemi? Sampai di sini, publik semakin yakin untuk mengganti sistem dan rezim yang berkuasa di negeri ini.


Dilematis Pengaturan Kapitalisme Sekuler 

Kurangnya edukasi dan informasi masyarakat terkait virus Covid-19 seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Bukan menyalahkan satu sisi. Solusi tumpang tindih, rakyat dibuat bingung. Pemerintah perlu mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan.

Dalam kapitalisme, penguasa sang pemilik kebijakan mengatur roda kehidupan berdasarkan asas manfaat, sehingga tanggung jawab diabaikan. Tak mengherankan jika kebutuhan dasar rakyat tidak dipenuhi dalam sistem rusak ini. Wajar jika nyawa dinomorsekiankan, namun kebijakan lain yang menguntungkan ekonomi dinomorsatukan.

Kepemimpinan dan pengaturan seperti ini hanya mengundang kondisi kritis kian menjadi, namun penyelesaian tak kunjung jadi. Bagaimana tidak,  solusi dicari namun bersyarat tidak rugi, sekalipun taruhannya adalah nyawa rakyat sendiri. Kedaulatan di tangan rakyat hanyalah kedok belaka. Mereka akan mempertahankan posisi jabatan dengan melemparkan narasi dan solusi tanpa penyelesaian tuntas.

Otokrasi juga bukan solusi, karena tentu akan lebih rumit, disetir segelintir orang yang punya kekuasaan dan misi. Maka, bukan waktunya mempertimbangkan dan uji coba solusi tapi kembalikan pada solusi hakiki.


Islam: Solusi Strategis Atasi Pandemi

Jika kita menengok sejarah, terungkap bahwa sistem Islam berhasil menangani bencana wabah. Mungkin kita sudah berulang kali membaca berbagai literatur tentang solusi Islam menangani wabah (pandemi).

Islam adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw untuk mengatur seluruh alam. Bukan hanya mengatur ibadah ritual, namun juga mengatur ekonomi dan politik. Namun politik Islam tidak bisa diterapkan tanpa ada institusi negara (khilafah).

Sistem Islam (khilafah) adalah perwujudan nyata atas berlakunya sistem ilahi dan memperjuangkan tegaknya adalah jalan menjemput pertolongan Allah demi menyelesaikan problematika umat.

Pengaturan dalam negara Islam adalah tanggung jawab ketaatan pada hukum syara' atau aturan Allah. Perlindungan nyawa dan kesehatan penting untuk dijaga. Tidak untuk diperjualbelikan atau pertimbangan untung rugi belaka. Negara bersama para pejabat, kaum bangsawan, bahkan rakyat jelata bahu-membahu  demi terwujudnya kesehatan untuk semua. Terutama di masa wabah melanda.

Islam telah demikian sempurna mengatur kehidupan. Sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah mampu memberikan solusi, karena aturannya berasal dari Dzat Maha Tahu dan kepemimpinannya menghasilkan kepatuhan permanen terhadap aturan tersebab dorongan iman. Berjalannya roda kehidupan di tengah umat bukan karena ketakutan mereka terhadap setiap sanksi yang dijatuhkan.

Umat Islam tidak membutuhkan demokrasi ataupun otokrasi-oligarki untuk menghadapi pandemi. Cukuplah Islam sebagai aturan kehidupan yang menenangkan jiwa serta memuaskan akal manusia.

Maka, tanpa khilafah umat Islam kehilangan pelindung. Sebagaimana yang terjadi saat ini. Ketiadaan khilafah membuat nyawa umat Islam begitu murah di hadapan negara-negara imperialis. Padahal di mata Allah, hancurnya bumi berserta isinya ini lebih ringan dibanding terbunuhnya seorang muslim. 

Benar apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad R.A., “Adalah fitnah (bencana) jika sampai tidak ada seorang Imam (khalifah) yang mengatur urusan rakyat." Jalan keluar mengakhiri permasalahan saat ini adalah dengan menghadirkan Islam sebagai sistem shohih, memiliki penyelesaian revolusioner dan sistemik.

Dalam Islam, fungsi penting khalifah adalah melindungi umatnya. Rasulullah Saw bersabda, “Sesunggunya Imam/khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim).[]


Oleh: Nadia Fransiska Lutfiani, S.P. 
(Aktivis Muslimah, Pemerhati Sosial, Pegiat Literasi )


Posting Komentar

0 Komentar