Jiwa Pancasilaisme Rakyat Ranah Minang: Masihkah Perlu Menyangsikannya, Puan?




Lagi, oknum pejabat partai sekaligus pengurus rakyat negara ini mengeluarkan statement atau pernyataan yang dinilai tendensius dan kontroversial. Adalah Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP Puan Maharani yang melontarkan pernyataan: "Semoga Sumbar dukung negara Pancasila". Hal itu disampaikan pada saat penyerahan SK dukungan kepada pasangan calon (Paslon) gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mulyadi dan Ali Mukhni. Pada hari Rabu, tanggal 2 September 2020. 

Namun, apa mau dikata pernyataannya tersebut kini justru berbuntut panjang, dari mulai menuai berbagai kecaman hingga berdampak kepada bakal pasangan calon (Paslon) gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mulyadi dan Ali Mukhni. Pasangan yang diusung Partai Demokrat, PAN, dan PDIP itu harus menunda pendaftarannya sebagai calon kepala daerah ke KPU Sumbar.

"Beliau menyampaikan belum bisa dilaksanakan pendaftaran karena ada suatu hal yang berkaitan dengan dampak dari pernyataan Mbak Puan itu," kata Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani saat dihubungi, Jumat, 4 September 2020 (medcom.id)

"Itu (pernyataan Puan) yang membuat belum jadi mendaftar," ungkap dia.

Tak hanya merugikan bagi dirinya sendiri, pernyataan tersebut juga banyak menuai kecaman luas dari warga Sumbar khususnya. Dengan dikembalikannya SK dari PDIP, maka pasangan Mulyadi - Ali Mukhni hanya diusung oleh dua partai politik yaitu Demokrat dan PAN yang sama sama memiliki 10 kursi di DPRD Sumbar.

Ada apa dengan Puan? Mengapa dia tidak segan-segan melontarkan pernyataan yang begitu bertendensi dan bisa berpotensi menimbulkan kembali kegaduhan? Seperti itukah wujud dari jiwa Pancasilaisme dari seorang tokoh negara dan bentuk jiwa nasionalisme yang hendak dicontohkan kepada rakyat?


Pernyataan Puan Maharani Terkesan Menyangsikan Jiwa Pancasilaisme Rakyat Ranah Minang

Untuk ke sekian kalinya Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP Puan Maharani yang sekaligus menjabat sebagai Ketua DPR RI melontarkan pernyataan-pernyataan yang menjadi kontroversi dan bulan-bulanan masyarakat. Karena sebelumnya, ia juga kerap melontarkan berbagai statement yang dinilai tidak pantas dan pada akhirnya menuai kecaman karena telah menyinggung perasaan masyarakat banyak.

Tentu publik masih ingat betul waktu ia menyarankan orang miskin untuk diet atau mengurangi makan terkait permasalahan naiknya harga beras. Dan sekarang kembali giliran ia terkesan memojokkan martabat warga Minang terkait dukungan kepada negara Pancasila. Sungguh pernyataan yang tidak mempunyai sense of crisis bagi kapasitas sebagai seorang aparatur negara pengurus rakyat. 

Sudah sedemikian burukkah hati dan pikiran para pemangku kekuasaan negara ini, sehingga merasa paling dan paling punya segala otoritas penuh lalu dengan mudahnya melontarkan pernyataan-pernyataan seenaknya. Dan tak jarang pula gampang menuding pihak lain telah berbuat salah.

Pernyataan yang mengatakan "Semoga Sumbar mendukung negara Pancasila" dapat diduga adalah bentuk kesangsian atau meragukan akan Jiwa Pancasilaisme yang dimiliki warga Minang. Lupakah ia bahwa ada banyak deretan nama yang diakui sebagai pahlawan nasional yang terahir dari Tanah Minang yang telah berjasa dalam perjuangan meraih kemerdekaan bagi negara Pancasila ini.

Jika berbicara tentang pancasila dan sikap nasionalisme, seharusnya Puan Maharani ataupun seluruh perangkat negara ini sadar bahwa sejatinya nilai-nilai dari Pancasila itu belumlah pernah terwujud nyata dalam kehidupan bernegara kita. Dari rezim orde lama hingga orde reformasi bisa dikatakan belum berhasil mewujudkan secara penuh setiap sila dari Pancasila. 

Pada realitasnya seluruh rezim yang ada tampak belum berhasil secara penuh mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Sepanjang sejarah perjalanan bangsa ini justru yang diterapkan adalah ideologi sosial komunisme, liberal kapitalisme yang menjadi ruh dalam menjalankan sistem penyelenggaraan negara. 

Slogan-slogan Pancasilais nasionalis yang didengungkan terkesan menjadi sebuah mantra-mantra pembius semata. Ketika negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, saat kaum borjuis dibiarkan selalu mengumbar libido materialismenya, sehingga dari sana nilai-nilai Pancasila itu terasa sulit untuk ditemukan di negeri ini.

Kekayaan alam yang strategis dan melimpah ruah dibiarkan dalam hegemoni kekuasaan swasta asing maupun aseng. Martabat dan kedaulatan wilayah dan bangsa kian terenggut oleh pongahnya negara-negara imperialis dengan dalih philantropis sebagai pemberi pinjaman lunak. Produk hukum kita pun berkiblat pada ideologi kapitalistik yang mengadopsi hukum warisan ala penjajah, yang sering kali tidak berpihak kepada rakyat bawah. Kesemuanya adalah serangkaian bukti bahwa nihilnya rasa nasionalis yang selama ini selalu diagung-agungkan di sebuah negara Pancasila.

Belum lagi berbicara tentang keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, semua tampak hanyalah angan-angan semata. Akibat dari sistem kapitalisme yang telah melahirkan jurang kesenjangan sosial maupun ekonomi antara si kaya dan si miskin. Paksaan kewajiban membayar pajak bagi semua golongan semakin mencekik. Harga-harga kebutuhan terus melambung. Biaya pendidikan dan kesehatan tak lagi terjangkau. Bahkan sumber daya alam milik rakyat telah banyak yang tergadai dan terjual.

Oleh karena itu penting bagi Puan Maharani ataupun para pejabat tinggi lainnya negeri ini untuk berpikir dahulu sebelum melontarkan pernyataan-pernyataan tendensius, dan cenderung arogan yang dapat melukai hati rakyat. Tak hanya bagi warga Minang, bagi seluruh warga negara pun tentu akan merasakan kekecewaan dan kemarahan yang serupa.

Hendaknya para pejabat dan petinggi negeri ini mampu mencontohkan dahulu seperti apa perwujudan dari negara Pancasila dan sikap nasionalis dalam mencintai negeri itu. Baru kemudian menyeru masyarakat apalagi dengan cara yang terkesan merasa paling Pancasila dan meragukan kecintaan rakyat kepada negaranya. Acapkali kita temukan fakta bahwa perilaku para pejabat sungguh bertolak belakang dari apa yang mereka lontarkan dalam mengurus negeri ini. Karena bisa jadi bagaimana sikap masyarakat tergantung bagaimana pula sikap yang dicontohkan oleh para pemimpinnya.

Dampak Kesangsian Puan Maharani Terkait Jiwa Pancasilaisme Rakyat Minang Terhadap Ancaman Perpecahan Bangsa Indonesia

Kembali menarik pernyataan Puan yang mengatakan "Semoga Sumbar dukung negara Pancasila". Dari sini tentu memunculkan pertanyaan ataupun berbagai tafsir di benak kita, apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut? Mengapa begitu terkesan ada perasaan bahwa "kamilah yang paling Pancasilais dan paling tepat untuk didukung?" Apakah jika tidak mendukung calon pasangan yang PDIP usung, warga Sumatra Barat tidak berpancasilais? Wajar jika pada akhirnya warga Sumatra Barat dan masyarakat secara umum mempersalahkan pernyataan Puan tersebut.

Lontaran pernyataan Puan ini tentu akan menambah berbagai polemik baru di tengah masyarakat, sehingga akan kembali menguras energi bangsa ini. Di tengah belum tuntasnya permasalahan dalam menghadapi wabah corona. Akibat dari pernyataan langsung yang membawa nama suatu daerah tertentu seperti ini bisa memunculkan konflik kesukuan dan ras, yang pada akhirnya dapat memunculkan pula perpecahan di antara sesama anak bangsa.

Sementara itu di tengah publik juga telah santer tersiar kabar tentang pelaporan yang ditujukan terhadap Puan Maharani, oleh sebuah organisasi pemuda yang mengatasnamakan Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM). Walaupun ternyata pelaporan tersebut ditolak oleh pihak Kepolisian karena dianggap tidak memenuhi unsur pelaporan yang dimaksud.

Namun dengan adanya penolakan terhadap pelaporan dari organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat Minang khususnya dan warga negara Indonesia umumnya itu, maka akan berpotensi juga memunculkan rasa kurang hormat dan ketidakpercayaan masyarakat lagi terhadap para penegak hukum. 

Jangan karena Puan Maharani adalah pejabat pemerintah lalu kepolisian terkesan otoriter terhadap masyarakat yang mempunyai hak pembelaan dan perlindungan hukum. Jangan karena yang melaporkan adanya pihak yang dianggap tidak penting lalu kemudian gampang untuk ditolak pelaporannya. Jika saja posisi antara pelapor dan terlapor dibalik, apakah kemudian sikap kepolisian akan mengambil sikap yang sama terhadap keduanya?

Tidak terkecuali bagi PDIP sendiri, pernyataan Puan tersebut bisa jadi akan semakin mendegradasi citra dan elektabilitas partai yang berlogo Banteng itu di Sumbar maupun di seluruh wilayah secara umum. Bahkan terbukti, dengan dikembalikannya SK dari PDIP, oleh pasangan Mulyadi - Ali Mukhni, menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut juga dapat mendegradasi pamor pasangan yang didukung PDIP pada Pilkada 2020 ini.


Strategi Mengukur Jiwa Pancasilaisme Rakyat Ranah Minang dalam Menghantarkan Indonesia Menjadi Negeri Baldatun Thoyobatun Warabun Ghafur

Bicara tentang masyarakat Minang tentu tidaklah dapat mengalihkan kita pada sebuah kota yang dikenal masyarakatnya memiliki keteguhan dalam hal agama, khususnya Islam. Maka tidaklah heran jika dalam sejarah, tercatat deretan pahlawan nasional dari kalangan ulama yang berasal dari Sumatera Barat. Yang telah berkontribusi penuh dalam meraih kemerdekaan bangsa ini. Itulah wujud dari dukungan dan rasa cinta kepada negara Pancasila ini.

Jiwa Pancasilaisme terwujud nyata dalam perjuangan melawan penjajahan hingga gugur demi membela bangsa dan negara. Dan tak hanya itu, semasa hidupnya menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Salah satunya adalah Tuanku Imam Bonjol. Sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional sejak tahun 1973. Dia meninggal di Sulawesi Utara pada 6 November 1864. Pahlawan yang juga bernama Peto Syarif ini menyerang pertahanan Belanda. Sebagai ulama, dia tokoh terkemuka yang mengembangkan paham paderi dengan cara persuasif, juga menyebarkan Islam ke Tapanuli Selatan.

Tokoh pahlawan lain adalah Abdul Muis, seorang sastrawan, wartawan, dan wakil rakyat di Volksraad (dewan rakyat). Lewat sastra, karyanya abadi, misalnya Salah Asuhan (1928). Dia berjasa dalam perjuangan lewat jurnalisme. Muis adalah pendorong berdirinya Technische Hooge School (ITB, Institut Teknologi Bandung). Abdul Muis wafat pada 17 Juni 1959 di Bandung. Dia menjadi Pahlawan Nasional sejak 30 Agustus 1959.

Atau yang paling fenomenal pada masa orde lama adalah Prof.Dr.H Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Adalah seorang ulama dan sastrawan, Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar ilmu Agama. Beliau aktif dalam perpolitikan yang berpegang teguh pada jalan Islam, sebagai ketidakridhaannya juga terhadap penjajahan asing kepada negeri ini. Dan tentu masih banyak lagi pahlawan-pahlawan nasional lain dari Ranah Minang pabila ingin disebutkan satu persatu.

Dengan sebagian riwayat para pahlawan nasional yang berasal dari masyarakat Minang tersebut, maka adalah merupakan suatu jejak mulia yang tentunya layak dan bisa saja telah banyak diwarisi oleh masyarakat Minang sebagai wujud kecintaannya kepada negeri ini.

Lalu atas dasar apa Puan Maharani melontarkan pernyataan yang terkesan meragukan kecintaan masyarakat Minang pada negeri ini. Padahal tidak pernah ada riwayat apapun misal masyarakat minang ingin memisahkan diri dari NKRI, atau berbuat makar pada negara Pancasila ini.

Jiwa Pancasilaisme tidaklah dapat diukur hanya melalui ucapan dan kata-kata saja. Jiwa Pancasilaisme haruslah diwujudkan secara riil dalam agenda nyata. Terlebih-lebih bagi pemerintah, sudah seharusnya pemerintah dapat memberikan contoh jiwa Pancasilaisme itu dengan segala kebijakan yang benar-benar memihak kepada rakyat dan dapat melindungi harkat dan martabat bangsa ini.

Menerapkan sistem politik demokrasi-kapitalis yang memuja kebebasan, saat kekuasaan dimaknai sebagai ladang mencari kekayaan, politik transaksional menjadi budaya dan tradisi para politikus dan pengemban kekuasaan. Jika demikian keadaannya, maka nilai-nilai Pancasila hanyalah tinggal slogan kosong, menghilang bak ditelan kegelapan.

Jiwa Pancasilaisme sejati adalah dengan mewujudkan nilai-nilai yang terdapat dalam butir-butir sila Pancasila. Yakni dengan mencampakkan ideologi liberal kapitalismr maupun sosial komunisme. Agar Pancasila dapat diterapkan dengan murni dan konsekuen maka penerapan sistem pemerintahan negara Indonesia seharusnya dibimbing oleh nilai-nilai yang secara nyata dianut oleh mayoritas rakyat yakni memakai dasar sebagaimana yang tertera dalam bunyi sila pertama Pancasila, yaitu negara Yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Dengan jalan Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT. Jalan itu adalah jalan Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, termasuk negeri Indonesia.

Sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh para ulama sekaligus pahlawan terdahulu yang telah berjuang segenap jiwa dan raga untuk meraih kemerdekaan hakiki bagi bangsa ini. Dan yakinlah ada banyak pewaris perjuangan para pahlawan ulama tersebut di Ranah Minang yang meneruskan perjuangannya saat ini, yang ingin menghantarkan Indonesia menjadi negeri damai, sejahtera, dan baldatun thoyobatun warabun ghafur. 

Jadi, tidak perlu lagi para pejabat negeri ini sibuk mendikte dan mengajari masyarakat untuk mendukung atau mencintai negara Pancasila ini. Namun mulailah dari mereka sendiri untuk belajar dan mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara bersikap pancasilais dan mencintai negeri ini dengan benar.

Dari sejumlah uraian pada artikel ini dapat kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama. Pernyataan Puan Maharani yang mengatakan "Semoga Sumbar mendukung negara Pancasila" dapat diduga adalah bentuk kesangsian atau meragukan akan jiwa Pancasilaisme yang dimiliki warga Minang. Hendaklah para pejabat dan petinggi negeri ini mampu mencontohkan dahulu seperti apa perwujudan dari negara Pancasila dan sikap nasionalis dalam mencintai negeri ini. Karena bisa jadi bagaimana sikap masyarakat tergantung bagaimana pula sikap yang dicontohkan oleh para pemimpinnya.

Kedua. Pernyataan Puan ini tentu akan menambah berbagai polemik baru di tengah masyarakat, sehingga akan kembali menguras energi bangsa ini. Di tengah belum tuntasnya permasalahan dalam menghadapi wabah corona. Akibat dari pernyataan langsung membawa nama suatu daerah tertentu seperti ini bisa memunculkan konflik kesukuan dan ras, yang pada akhirnya dapat memunculkan pula perpecahan di antara sesama anak bangsa.

Ketiga. Jiwa Pancasilaisme tidaklah dapat diukur hanya melalui ucapan dan kata-kata saja. Jiwa Pancasilaisme sejati adalah dengan mewujudkan nilai-nilai yang terdapat dalam butir-butir sila Pancasila. Yakni dengan mencampakkan ideologi liberal kapitalisme dan sosial komunisme serta kembali pada penyelenggaraan negara yang religius. Sebagaimana yang tertera dalam bunyi sila pertama Pancasila, yaitu negara Yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Dengan jalan Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT. Sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh para ulama sekaligus pahlawan terdahulu yang telah berjuang segenap jiwa dan raga untuk meraih kemerdekaan hakiki bagi bangsa ini. Dan yakinlah ada banyak pewaris perjuangan para pahlawan ulama tersebut di Ranah Minang yang meneruskan perjuangannya saat ini, yang ingin menghantarkan Indonesia menjadi baldatun thoyibatun warabun ghafur. Tabik.[]


Oleh: Prof. Dr. Suteki S. H. M. Hum. dan Liza Burhan

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar