Demam Korean Wave, Inspirasi atau Demoralisasi?




Demam Korean Wave semakin mewabah di kalangan generasi muda, terlebih saat pandemi. Berdasarkan penelitian  CNNIndonesia (12/4/2020) kala pertanyaan serial apa yang menjadi pilihan pembaca kala pandemi, drama Korea dipilih oleh 64 persen dari 4.395 responden. Hampir lebih dari setengah sampel menunjukkan aktivitasnya dalam kegemaran menonton drama Korea. 

Belum lagi Korean Pop atau biasa disebut K-Pop. Berdasarkan laporan The Korean Times, dari total 73,12 juta penggemar K-Pop di seluruh dunia, Indonesia masuk penggemar terbanyak ketiga di dunia (today.line.com, 29/9/2019). Indonesia termasuk penggemar terbanyak ketiga di dunia, tentu bukan merupakan sebuah prestasi. Sayangnya hal tersebut justru mendapat respon baik dari Wakil Presiden kita, Bapak K.H. Ma'ruf Amin.

"Saat ini anak muda di berbagai pelosok Indonesia juga mulai mengenal artis K-Pop dan gemar menonton drama Korea. Maraknya budaya K-Pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreativitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri," tegas Wapres (news.detik.com, 20/9/2020).


K-Pop dan Drakor Tak Layak Digemari 

Sangat disayangkan apabila wakil presiden yang juga seorang ulama memberikan pernyataan seperti di atas. Pernyataan Pak Ma'ruf agar K-Pop atau drakor menjadi inspirasi, agaknya kurang tepat. Mengingat yang ditampilkan dari K-Pop ataupun drakor bukan sesuatu yang pantas untuk dicontoh.

Mengapa demikian? Pertama, tontonan drakor atau K-Pop dapat merusak akidah. Menjadikan artis K-Pop atau pemeran dalam drakor sebagai idola yang diagungkan melebihi Allah SWT. Selain itu, dalam tayangannya juga  mempercayai hal-hal yang berlainan dengan syariat seperti reinkarnasi, malaikat versi ajaran mereka, dan dewa-dewa dianggap sebagai hal lumrah.

Kedua, mengajarkan gaya hidup hedonis. Hidup sesuai dengan keinginan masing-masing, tanpa aturan. Kehidupan yang suka-suka atau hura-hura, yang menganggap kesuksesan diukur dengan ketenaran. Operasi plastik menjadi gaya hidup. Standar kecantikan dapat dibuat sesuai pasaran.

Ketiga, memasarkan Faham LGBT. Baik K-pop atau drakor sering mempertontonkan para pelaku penyuka sesama jenis. Bahkan, tak jarang mereka memamerkan foto mesra ataupun adegan sesama jenis di depan publik ketika di ekspos. Para fans justru akan berteriak histeris dan bahagia ketika melihatnya. Na'udzubilah.

Keempat, mengajarkan gaya hidup bebas. Hubungan antara lawan jenis sangat bebas, kencan menjadi hal yang biasa. Bahkan, menikah adalah salah satu hal yang tidak diinginkan karena menghambat karir. Akhirnya penyaluran naluri cinta kasih melalui jalan tanpa pernikahan atau free sex. 

Itulah beberapa alasan tontonan K-Pop atau drakor tidak pantas menjadi inspirasi seorang Muslim. Sehingga tampak jelas bahwa Korean Wave bukan sesuatu yang pantas untuk dijadikan inspirasi, namun justru demoralisasi. Generasi muda menjadi kehilangan moral, jati diri dan akhlak sebagai seorang muslim.

Sesungguhnya sabda Rasulullah SAW,
“Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti.”

Tentu sebagai seorang muslim, kita tak ingin jika kelak dikumpulkan bersama di neraka. Sebaik-baik suri tauladan hanyalah Rasulullah. Sudah sepantasnya, Rasulullah sebagai inspirasi kita.[]

Oleh: Dwi Puspaningrum, S.S.

Posting Komentar

0 Komentar