Arsy Allah pun Bergetar karena Merindukan Sa'ad

foto: kalam.sindownews.com

Tintasiyasi.com -- Setelah urusan dengan Bani Quraidhah ini selesai, Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama membagi-bagikan harta rampasan Bani Quraidhah, setelah memisahkan seperlimanya untuk baginda. Pasukan kavaleri menerima tiga bagian, dua bagian untuk kudanya, dan satu bagian untuk penunggangnya. Pasukan infanteri mendapatkan satu bagian. Adapun tawanan dikirim ke Najd, di bawah pengawasan Sa’ad bin Zaid al-Anshari, lalu dijual dan ditukarkan dengan kuda dan senjata.

Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama sendiri telah memilih salah seorang perempuan yang bernama Raihanah bin ‘Amr bin Khunafah untuk diri baginda. Dia berada dalam hak baginda sampai baginda wafat, masih dengan status sebagai budak. Demikian menurut Ibn Ishaq [Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, Juz II/245]. Namun, menurut keterangan lain, yaitu al-Kalabi, Rasulullah Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama telah membebaskan perempuan ini, dan menikahinya pada tahun 6 H, kemudian saat kembali dari Haji Wada’, beliau wafat dan dimakamkan di Baqi’, Madinah.

Ketika masalah Bani Quraidhah ini sudah tuntas semua, doa hamba Allah yang shalih, Sa’ad bin Mu’adz, itu diijabah. “Ya Allah, jangan Engkau cabut nyawaku, hingga kedua mataku berbinar melihat urusan Bani Quraidhah.” Begitulah, doa beliau. Sebelum itu, baginda Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama telah membuatkan kemah untuknya di dekat masjid Nabawi, agar baginda lebih dekat jika menjenguknya.

Ketika semua masalah Bani Quraidhah ini sudah selesai, luka Sa’ad bin Mu’adz semakin parah, bahkan pecah. Aisyah, radhiya-Llahu ‘anha, menuturkan, “Darahnya mengalir di bagian lingkar kalung di dada. Di dekat masjid itu juga ada kemah milik Bani Ghifar. Mereka terperanjat melihat ada darah mengalir ke tempat mereka.” Mereka bertanya, “Wahai para penghuni kemah, apa yang mengalir ini?”

Ternyata itu adalah darah Sa’ad bin Mu’adz, tak lama setelah itu, beliau pun meninggal dunia sebagai syahid, karena luka bekas Perang Khandak. Waktu Subuh, Malaikat Jibril memberitahukan kepada Nabi, “Ya Muhammad, siapakah mayit yang menyebabkan pintu-pintu langit itu dibuka untuknya, dan membuat singgasana Allah bergoncang karenanya?” Nabi segera bangkit, sambil menarik pakaiannya menuju ke tempat Sa’ad, dan mendapatinya telah wafat.

Nabi tidak ingin didahului oleh Malaikat, sebagaimana saat Handhalah gugur sebagai syuhada’ di Uhud, kemudian jenazahnya lebih dahulu diangkat Malaikat, dan dimandikan. “Aku khawatir, kita akan didahului Malaikat, sehingga mereka memandikannya, sebagaimana mereka memandikan Handhalah.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/180] Maka, pagi itu Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama bersama Abu Bakar bergegas. Akhirnya, baginda tahu, bahwa yang wafat adalah sahabat tercintanya, Sa’ad bin Mu’adz, tokoh yang berjasa besar dalam mengubah masyarakat Madinah menjadi Muslim, dan menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi.

Jabir menuturkan, bahwa setelah Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama mengetahui yang wafat itu adalah Sa’ad, baginda bersabda, “Singgasana Allah yang Maha Pengasih itu bergoncang ketika Sa’ad bin Mu’adz wafat.” [Hr. Bukhari dan Muslim] Nabi pun langsung ke tempat di mana Sa’ad bin Mu’adz itu wafat. Allah pun mengijabah doa Nabi-Nya untuk Sa’ad, “Ya Allah, Sa’ad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan Rasul-Mu, memutuskan dengan keputusan yang menepati keputusannya, maka terimalah ruhnya dengan cara terbaik, sebagaimana Engkau menerima ruh.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/179]

Begitu sampai di sana, ternyata para Malaikat telah memenuhi ruangan. Abu Bakar yang menyaksikan Nabi, kadang berdiri, kemudian duduk lagi, berdiri lalu duduk lagi, merasa heran. Beliau memberanikan diri bertanya kepada Nabi, “Mengapa Engkau duduk, berdiri, lalu duduk lagi?” Nabi menjawab, “Malaikat telah meminta izin kepada Allah, sejumlah kalian, untuk menyaksikan wafatnya Sa’ad.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/179]

Dalam riwayat lain, Nabi bersabda, “Ini adalah hamba yang shalih, yang telah membuat singgasana Allah bergetar karenanya. Pintu-pintu langit dibuka. 70,000 Malaikat turun menyaksikan wafatnya, yang sebelumnya mereka belum pernah turun ke bumi.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/184]

Ketika ibunda Sa’ad menjerit, Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Apakah tidak sebaiknya airmatamu diusap, dan kesedihanmu dihapus? Karena, putramu adalah manusia pertama yang membuat Allah tertawa kepadanya, dan membuat singgasana-Nya bergetar.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/183] Karena itu, para ulama’ menjelaskan, makna hadits, “Singgasana Allah bergetar karena wafatnya Sa’ad bin Mu’adz” itu dengan makna, bahwa Allah merindukan perjumpaan dengannya. Ketika beliau wafat, itulah perjumpaan-Nya dengan hamba yang dicintai-Nya. Dia pun rindu dan tertawa. Subhana-Llah. Bahkan, menurut ad-Dzahabi hadits tentang ini Mutawatir [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/183]

Sa’ad bin Mu’adz, meski masih terbilang muda, baru 37 tahun, tetapi pengaruhnya memang luar biasa. Tubuhnya tinggi besar. Jenazah beliau dimakamkan di Baqi’, sebelah Masjid Nabawi, setelah dishalatkan oleh Nabi. Ketika hendak dibawa, orang-orang Munafik mengatakan, “Kita tak akan kuat mengangkatnya.” Nabi pun menjawab, “Apa yang membuatnya tidak ringan, sementara Malaikat ini dan ini ikut turun, sementara belum pernah ada sebelumnya yang turun. Mereka telah memikulnya bersama kalian.” Para sahabat pun mengatakan, “Ya Rasulullah, pantas saja, belum pernah kami mengangkat mayat yang lebih ringan ketimbang dia.”   [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubala’, Juz III/180]

Ketika sampai di liang kubur Sa’ad, ada 4 orang yang turun. Mereka adalah al-Harits bin Aus, Usaid bin al-Hudhair, Abu Na’ilah Silkan, dan Salamah bin Waqasy. Rasulullah Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama ketika itu berdiri. Ketika jenazah Sa’ad diletakkan di liang lahatnya, wajah Nabi seketika berubah. Baginda Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama bertasbih sebanyak tiga kali. Kaum Muslim pun ikut bertasbih, sehingga suasana Baqi’ ketika bergetar. Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama kemudian mengucapkan takbir tiga kali, kaum Muslim pun mengikutinya.

Ketika itu, Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama ditanya, “Ada apa gerangan?” Baginda menjawab, “Kubur ini tiba-tiba hendak menghimpit sahabat kalian. Dia benar-benar telah dimasukkan. Andai saja ada yang selamat darinya, maka dia [Sa’ad]-lah yang selamat. Maka, Allah pun melapangkan kubur itu untuknya.” Dalam riwayat lain, “Kubur itu mempunyai hak menekan. Andai saja, ada yang selamat darinya, maka Sa’ad bin Mu’adz telah selamat darinya.” [Hr. Ahmad dengan isnad yang kuat]

Di antara karamah Sa’ad, tutur Abu Sa’id al-Khudri, “Aku termasuk orang yang menggali kubur Sa’ad di Baqi’. Ketika itu bau Misk menyeruak ke penciuman kami, ketika kami menggalinya.” Dalam riwayat lain, Ibn al-Munkadir, menuturkan dari seseorang, “Ada orang yang mengambil segenggam tanah dari kubur Sa’ad, kemudian dia membawanya pergi. Setelah itu, dia memandangnya, ternyata tanah itu adalah Misk.”

Begitulah, kisah manusia yang jasanya luar biasa bagi Allah, Rasul dan agama-Nya ini. Wallahu a’lam.[]

 Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

 

Posting Komentar

1 Komentar