Sebuah Puisi di Hari Merdeka



Tujuh puluh lima tahun sudah negeri ini memproklamasikan merdeka!

Namun pernahkah kita bertanya, seberapa jauh kita benar-benar merdeka?

Kita ini baru merdeka penuh di level pertama. 

Tidak ada lagi tentara asing yang petentang-petenteng di Nusantara.

Kita tak lagi bernasib sama seperti Afghanistan, Irak, atau Palestina.

Kalau kita merdeka memilih pemerintah, itu merdeka level kedua. 

Akan tetapi pada level kedua ini kita belum 100 persen merdeka. 

Meski rakyat Indonesia memilih sendiri presidennya, siapa calon presiden atau menterinya dipengaruhi asing dalam "penerimaan pasar" atau “opini media”.

Saat kita percaya diri dalam menentukan hukum, derajat kemerdekaan kita di level ketiga.

Betul undang-undang diketok di Parlemen pilihan kita. 

Akan tetapi, di antara draf yang masuk, ada sekian banyak draf titipan lembaga-lembaga dunia, seperti World Bank, IMF, UNDP, atau Badan Pembangunan Internasional Amerika.

UU Minerba, UU Listrik, dan aneka UU "basah" lainnya diduga kuat ada peran asing di dalamnya.

Bila level 1,2,3 ini sudah 100 persen, maka tercapailah status "profesional" sebagai bangsa. 

Negerinya merdeka, tetapi boleh jadi masih miskin dan rakyatnya sengsara. 

Salah satu contoh negara seperti itu adalah Korea Utara!

Namun kita tak ingin seperti Korea Utara.
Kita ingin merdeka yang lebih sempurna!

Kita ingin naik ke level keempat, negeri yang secara sains dan teknologi merdeka! 

Bangsa yang mampu menciptakan teknologi untuk memenuhi kebutuhannya. 

Kita punyalah beberapa kampus teknik yang top-500 dunia. 

Kita juga punya beberapa industri yang membuat bangga. 

Akan tetapi tetap harus kita akui, secara teknologi kita saat ini masih terjajah. 

Kita masih sangat bergantung kepada asing yang kadang serakah, atau kurang ramah.

Akibatnya dengan teknologi kita masih dapat dipermainkan dengan relatif mudah.

Apalagi ingin merdeka secara ekonomi, ini level kelima.

Teknologi canggih tunduk pada kapitalisme global rupanya.

Di bidang ekonomi ini, kita sangat terjajah sebenarnya!

Hutang kita lebih dari enam ribu trilyun, dan semuanya sarat riba!

Akibatnya, ekonomi kita rentan pengaruh gonjang ganjing dunia. 

Proyek-proyek Habibie yang prestisius pada zamannya, ambyar seperti fatamorgana.

Pabrik listrik kita kekurangan gas karena telanjur digadaikan ke mancanegara. 

Produk agro kita yang melimpah tidak punya nilai tawar yang tinggi di bursa mana saja.

Mereka yang merdeka sampai level-4 dan 5, dipastikan "produktif" sebagai negara. 

Mereka berada di jajaran negara maju dan kaya. 

Seperti Jepang, Jerman, Korea Selatan dan Cina.  

Bahkan India akan juga menyusulnya segera.

Level keenam merdeka, itu merdeka secara ideologis namanya.

Ideologi itu mendorong sebuah negara menentukan sendiri jalan hidupnya, 
peradabannya, sosial-budayanya, juga mendorong mereka mempengaruhi negara lainnya. 

Yang seperti ini akan berkembang menjadi "powerful" sebagai negara. 

Contohnya saat ini jelas Amerika Serikat yang bertindak menjadi polisi dunia. 

Di masa lalu juga Inggris, Prancis dan Soviet Rusia.

Namun merdeka level ketujuh adalah yang tertinggi dari semuanya.

Merdeka level-7 itu adalah ketika sebuah negara beserta rakyatnya, hanya menghamba kepada Allah Sang Pencipta saja, dan tidak menghamba ke sesama hamba, manusia, baik seorang diktator maupun yang secara demokratis terpilihnya. 

Negara yang seperti ini akan berkembang dengan cepat menjadi negara yang profesional, produktif, powerful dan merahmati seluruh semesta.

Mereka bergerak ke barat dan ke timur untuk menyebarkan rahmat saja, 
bukan untuk menjajah, tetapi membebaskan dunia dari penjajahan selama-lamanya! 

Negeri seperti inilah yang keberkahan turun dari langit dan muncul dari bumi sepanjang masa.

Negeri yang pernah seperti inilah dikenang sejarah: Khilafah namanya.


Oleh: Prof. Fahmi Amhar

Posting Komentar

0 Komentar