Rapuhnya Kapitalisme, Terbitkan Fajar Baru Islam



Menarik jika dikatakan bahwa manusia tidak hanya menjalani hidup untuk hari ini saja. Karena sebenarnya ia juga memikirkan bagaimana hari esoknya, baik berkaitan dengan kehidupan dunia maupun kehidupan sesudahnya, akhirat.

Demikianlah realita kehidupan manusia. Sesungguhnya ia tidak akan berdiam diri tatkala melihat realita yang buruk terjadi. Niscaya ia akan merubahnya menjadi realita yang baik. Begitu pun saat menjumpai kondisi kehidupan yang telah baik, nyatanya ia tak merasa puas, hingga merubahnya menjadi lebih baik lagi.

Tetapi, tidak sembarang orang bisa melakukan perubahan pada realita kehidupannya, kecuali orang-orang yang kuat dan berjiwa besar, yang memiliki pemikiran cemerlang serta penginderaan yang tajam. Perubahan hanya mampu ditanggung oleh kalangan yang berpikiran maju, memiliki visi dan misi ke depan. Mereka inilah yang akan menjadi inspirator dan motivator bagi orang lain untuk mau menapaki jalan perubahan, baik terpaksa maupun sukarela.

Jika diperhatikan, keinginan untuk melakukan perubahan antara seseorang dengan orang lain  berlainan. Hal ini disebabkan oleh kuat lemahnya keinginan, motivasi yang mendorong, serta maksud dan tujuan yang melandasinya. Dengan mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya, motivasi pendorong, serta maksud dan tujuan perubahan, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran yang dilandasi pemikiran (al wa’yu al fikri) adalah faktor utama. Sehingga ada sebagian orang yang begitu kuat menuntut adanya perubahan, beraktivitas dengan mengerahkan seluruh kekuatan, namun ada pula sebagian orang lainnya yang menghendaki perubahan namun lemah dan lamban upayanya. Ibarat siput yang sedang berjalan.

Lantas bagaimanakah cara menghadirkan kesadaran yang dilandasi pemikiran (al wa’yu al fikri) ke dalam jiwa individu-individu yang ingin melakukan perubahan?.

Kanyataannya seseorang tidak akan pernah berpikir untuk melakukan perubahan kecuali jika ia memahami bahwa ada sesuatu yang rusak, sesuatu yang buruk, atau sesuatu yang tidak berjalan dengan semestinya pada dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan umat secara keseluruhan. Tetapi jika ia telah melakukan penginderaan terhadap realita kerusakan ini, kemudian memahaminya, niscaya ia akan mampu memulai proses berpikir untuk merubah realita tersebut. Kemudian memikirkan realita alternatif yang akan menjadi pengganti dari realita yang rusak itu. Hal ini harus tergambar dengan jelas agar perubahan yang dilakukan tidak berujung pada kesia-siaan. 

Perubahan adalah sebuah kepastian, namun demikian perubahan itu berat, merupakan aktivitas yang sulit dan susah. Sehingga tidak ada yang mampu menjalaninya kecuali orang-orang yang berjiwa besar, kuat, dan berpikiran maju.

Oleh karenanya perubahan harus dilakukan di atas jalan yang lurus, dengan langkah-langkah yang jelas dan pasti meniti sebuah visi realita kehidupan baru yang telah dikenali sebelumnya, dan akan menjadi sebuah realita alternatif yang lebih baik, lebih mulia, dan lebih bahagia. Agar realita pengganti ini dapat terwujud, maka mau tidak mau realita yang rusak haruslah dieliminasi, dengan tanpa rasa malas, takut, ragu, ataupun malu. Melainkan dengan kesungguhan dan ketelatenan hingga perubahan berhasil dilakukan. Sebab Allah swt berfirman :

 “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah (keadaan) suatu kaum, kecuali setelah mereka merubah (keadaan) mereka sendiri”. (TQS. Ar ra’du 11).


Realita Kapitalis: Colaps

Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab adalah bangsa yang tidak diperhitungkan di mata dunia. Namun setelah Rasulullah saw datang dengan risalah Islam, mereka pun menjadi mulia dan terhormat, bukan hanya dari sisi kepribadian mereka, namun juga negara dan peradaban yang mereka bangun. 

Hal ini menjadi sebuah cerminan bahwa keberadaan Islam sebagai dienul haq tidak perlu diragukan lagi, pasti akan memberikan berkah bagi kehidupan manusia. Keberkahan akan tampak saat Islam dijadikan peubah sehingga sanggup manghapus gambaran kehidupan jahiliyah menjadi tinggi dan bermartabat.

Maka jika realita kekinian yang kapitalistik telah menelantarkan umat pada kehidupan yang menyengsarakan, sudah saatnya umat mengindera dengan segenap pemahaman keislaman yang dimiliki bahwa keadaan ini tak bisa dibiarkan. Umat harus melakukan perubahan realita, lalu menggantinya dengan realita alternatif yang lebih pasti dan menyejahterakan.

Fakta berbicara, bahwa akibat penerapan ideologi kapitalisme yang rusak dan merusak, telah menyebabkan negara-negara di dunia mengalami banyak persoalan. Kemiskinan, dan krisis ekonomi berkepanjangan, kesenjangan negara maju dan dunia ketiga, jaminan kesehatan dan pendidikan yang mahal, depresi sosial yang berakibat pada lahirnya kehidupan yang hedonis, materialis dan berakhir pada degradasi moral. Maka wajar, jika model kehidupan kapitalis ini sangat rentan goncangan, terlebih lagi setelah pandemi covid-19 menghantam. Lima negara raksasa kapitalisme seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Hongkong, Singapura, dan Korea Selatan tumbang tertampar resesi ekonomi. Ini adalah bukti hitam di atas putih bahwa kerapuhan kapitalisme sudah tak terelakkan lagi. Bahkan sekarang ini sang adidaya tinggal menunggu babak kehancurannya, apalagi AS adalah yang terburuk kondisinya diantara kelima negara tersebut.

Terbukti pada kuartal II sejak April hingga Juni, ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 32,9%, sementara pada kuartal sebelumnya Januari – Maret, Produk Domestik Bruto (PDB) AS minus sebesar 5%. Di Amerika sekitar 20,5 juta pekerjaan hilang dan tingkat pengangguran melonjak 14,7% pada April lalu. Kinerja dan daya saing industrinya kian menurun dan semakin terpuruk. Inilah rupanya dampak pandemi covid-19 yang sejak awal telah diprediksikan RAND Corporation sebagai The Great Cessation, yaitu kemandegan yang luar biasa tersebab adanya pembatasan aktivitas komunal di seluruh dunia, disertai kemacetan roda perekonomian. 

Bahkan David S Mason melalui bukunya ‘Berakhirnya Abad Amerika’ yang dirilis tahun 2009 telah mengatakan, “Amerika kini berada di akhir periode kepemimpinan global dan dominasi yang kita nikmati selama 50 tahun. Negeri ini sudah bangkrut secara ekonomi. Kita kehilangan dominasi politik, ekonomi, dan sosial. Kita tidak lagi bisa dibandingkan dengan negara lain dan tidak lagi dikagumi sebagaimana dulu. Kita pun tidak lagi dianggap sebagai model ekonomi dan politik seperti dulu. Sungguh ini merupakan pergeseran global dalam sejarah dunia, baik bagi Amerika dan seluruh dunia”.

Colaps, dan sakit parah kapitalis telah memberi dampak yang dirasakan oleh negara-negara pengekornya. Seperti perhitungan Bappenas, ada sekitar 3,7 juta orang pengangguran di Indonesia. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka penduduk miskin di Indonesia naik 1,63 juta orang, sehingga mencapai 26,42 juta orang per maret 2020 (republika.co.id, 16/7). 

Bahkan pengaruhnya juga mengalir hingga pada struktur terkecil negara, yakni keluarga dan generasi. Sebagaimana dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bahwa hampir tujuh juta anak mengalami stunting akibat kekurangan gizi di musim pandemi covid-19 ini. Dirilis kabar pula bahwa sebelum covid-19 diperkirakan telah ada 47 juta balita yang mengalami penurunan berat badan dengan cepat (wasting) di tingkat sedang hingga parah, yang sebagian besarnya tinggal di Afrika sub sahara dan Asia Tenggara (muslimahnews.com, 2/8).

Maka inilah saatnya manusia membelalakkan mata agar tak lagi ingkar terhadap seruanNya. Berharap segera menundukkan arogansi dan egositas. Sebab peradaban barat yang dulunya mampu mengendalikan peristiwa dunia, menunjukkan kekuatan dan dominasi untuk melindungi kepentingan-kepentingannya, nyatanya tak perlu dikalahkan dengan kekuatan raksasa maha dahsyat. Cukuplah diperangi oleh sebuah virus mikroskopis bernama corona. Walhasil Amerika induk kapitalisme, nyaris tak bernyawa. 

Dengan demikian menjadi sebuah refleksi bersama, jika sesuatu yang berdimensi nano saja mampu ‘melumat’ dunia, lantas bagaimana jika dihadirkan perkara yang lebih dahsyat. Sebesar apakah kerusakan tatanan dunia yang dihasilkannya ?


Islam, Sebuah Kekuasaan Global

Setiap perjuangan pasti butuh pengorbanan. Demikian pula yang wajib ada pada setiap umat manusia yang menghendaki perubahan. Perlu memeras keringat dan mengencangkan ikat pinggang. Berjuang keras untuk mendakwahkan sebuah ideologi tandingan, yang telah siap ‘adu kekuatan’ di panggung internasional. Segera meraih peluang emas di tengah keterpurukan kapitalis yang semakin meradang.

Sebab kriteria terpenting untuk menentukan apakah suatu negara akan bangkit memimpin dunia adalah ideologinya. Namun saat ini pada negara-negara yang tengah bersaing tidak ada yang memiliki ideologi unik yang bisa ditawarkan di dunia. 

Hanya Islam sebuah ideologi yang berbeda dengan para pesaingnya, kapitalisme dan sosialisme. Sebab Islam adalah ideologi Ilahiyah yang layak untuk diterapkan karena kemampuannya untuk bertahan hidup dalam kancah dunia, serta memelihara dari kepunahan dan kemusnahan telah teruji secara nyata selama 14 abad lamanya.

Kemampuan Islam untuk memberi jaminan kehidupan, kebaikan, dan kesejahteraan bagi umat manusia yang bernaung di bawahnya bahkan terus dikenang sepanjang zaman. Tak hanya oleh muslim, namun kaum kafir pun mengakuinya. Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol XIII telah menggoreskan catatannya, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. 

Para khalifah juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberi kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat dalam sejarah setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat, dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad”.

Demikian pula kemampuan Islam dalam menangani persoalan wabah telah terbukti di masa kekhilafahan Umar bin Khattab. Saat menuntaskan wabah Tho’un yang melanda negeri di tahun 18 Hijriah. Sekarang mekanisme penanganan tersebut menjadi rujukan bagi persoalan pandemi covid-19.

Sungguh dunia adalah tempat dimana segala kemungkinan dapat terjadi. Maka fenomena yang ada akan semakin menguatkan posisi Islam sebagai ideologi paripurna yang shahih dan benar-benar pantas diperjuangkan. 

Datangnya fajar kebangkitan Islam tak bisa dihalangi,  untuk kembali menjadi sebuah kekuatan global yang akan membawa dunia menuju keberkahan. Sebagaimana Rasulullah saw telah memberitakan :

“ Sesungguhnya Allah menghimpunkan bumi untukku sehingga aku telah melihat sebelah timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai ke bumi yang dihimpunkan untukku itu” (HR Muslim).[]



Oleh : Azizah, S,PdI
*Penyuluh Agama Islam Banyuwangi

Referensi :
Ahmad ‘Athiyat, Jalan Baru Islam Studi Tentang Transformasi dan Kebangkitan Umat hal. 3
Media Politik dan Dakwah Al waie, No 199 Tahun XVII, 5-31 Maret 2017.
https://www.muslimahnews.com/2020/08/02/raksasa-kapitalisme-tumbang-dihantam-corona-pengamat-hanya-sistem-islam-yang-antikrisis/?utm_campaign=Share+MuslimahNews&utm_medium=whatsapp&utm_source=im

https://www.muslimahnews.com/2020/08/02/dampak-pandemi-covid-19-tujuh-juta-anak-terancam-stunting-dan-180-000-anak-terancam-meninggal/?utm_campaign=Share+MuslimahNews&utm_medium=whatsapp&utm_source=im

https://money.kompas.com/read/2020/07/28/144900726/akibat-covid-19-jumlah-pengangguran-ri-bertambah-3-7-juta

Posting Komentar

0 Komentar