Prajurit Sejati, Setia Menjaga Tempat Suci Sampai Mati

Onbaşı Hasan IÄŸdırli (Komandan Resimen Senapan Mesin Khilafah Utsmani, wafat 1982) 

Ilhan Bardakci. jurnalis asal Turki, berjalan-jalan di kompleks Al-Quds Asy Syarif bersama beberapa politisi dan pebisnis Turki yang tengah melakukan kunjungan kehormatan ke Israel. Pemandu pun membawa Ilhan dan rombongan berkeliling hingga sampailah mereka ke depan salah satu sisi Masjid Al-Aqsha, yang sering disebut sebagai Halaman 12 Ribu Obor, pada 21 Mei 1972. 

Halaman tersebut dibangun oleh Sultan Selim I, Khalifah Khilafah Utsmani (1512-1520). Salah satu keberhasilan Sultan Selim I adalah menyatukan negeri-negeri Islam yang sempat terlepas yakni Syam (termasuk di dalamnya adalah Palestina tempat Masjid Al-Aqsha berada), Hijaz, Tihamah dan Mesir. 

Ketika menggabungkan kembali Al-Quds ke kesatuan Khilafah Islam pada 30 Desember 1517, Sultan Selim I hadir di Masjid Al-Aqsha dan mendapati shalat Isya’ dalam keadaan gelap. Sejak saat itu dia perintahkan agar setiap pasukan yang berjumlah 12 ribu personil itu menyalakan obor. Mereka semua shalat Isya di area tersebut di bawah penerangan obor. Sejak saat itu halaman tersebut sering disebut Halaman 12 Ribu Obor.

Ilhan memperhatikan setiap sudut Halaman 12 Ribu Obor, tak tampak satu pun obor yang tersisa. Pandangan matanya terhenti pada sosok seorang kakek sekira umur 90 tahunan dengan pakain seragam militer yang sangat lusuh berdiri tegap. Sekilas Ilhan menatap wajahnya, sempat muncul rasa takut begitu melihat wajah kakek tersebut banyak bekas luka. 

Ilhan pun penasaran dan mempertanyakan kepada pemandu. Dengan enteng pemandu mengatakan tidak tahu dan mungkin saja kakek itu orang gila karena sudah ada di sini selama bertahun-tahun dan berdiri seperti patung. Tidak pernah bicara apa pun dengan siapa pun. Dia hanya melihat ke arah Masjid Al-Aqsha menunggu hingga matahari terbenam.



Prajurit Utsmani

Tapi jawaban tersebut tak membuat puas Ilhan. Insting jurnalistiknya tertantang untuk diamalkan. Maka ia pun mendekatinya dan mengucapkan salam dengan bahasa Turki.

 “Selamu Aleykum Baba (ayah),” ujar Ilhan seperti dipublikasikan Yayasan Bantuan Kemanusiaan Turki (IHH) dalam artikel yang berjudul The Last Guardian of Quds: Corporal Hasan of Igdir, 7 Desember 2017 di situs www.ihh.org.tr.

Disapa demikian, kedua bola mata sang kakek berbinar-binar. Sejurus kemudian dengan fasih menjawab dengan bahasa Turki juga, “Aleykum Selam OÄŸul (wahai anakku)!” 

Sang wartawan kaget dengan jawabannya menggunakan bahasa tersebut, lantas bertanya tentang identitasnya.
“Saya adalah Kopral Hasan dari Korps Ke-20, Brigade Ke-36, Batalyon Ke-8, Komandan Resimen Senapan Mesin Ke-11,” ujar kakek tua yang mengaku bernama Hasan itu.

Hasan bercerita, dirinya berasal dari Iğdır, Anatolia. Kala itu, pasukannya menggempur Inggris di Terusan Suez dalam sebuah perang besar. Namun tentaranya kalah hingga pasukan ditarik keluar dari Al-Quds pada 9 Desember 1917. Tapi tidak semua, disisakan satu skuadron (sekitar 53 personel) untuk menjaga Masjid Al-Aqsha.

 “Ketika Negara Utsmani jatuh, dan agar tidak terjadi penjarahan dan perampokan di kota – Al-Quds – pasukan Turki meninggalkan satu skuadron tentara sampai pasukan Inggris memasuki Al-Quds, (sudah menjadi konvensi, tentara yang ditugaskan untuk serah terima ini tidak akan ditawan oleh pemenang). Saya bersikeras agar saya menjadi salah satu anggota skuadron ini dan menolak untuk kembali ke negara saya,” ungkap Kopral Hasan.

Kopral Hasan pun menceritakan pesan Letnan Mustafa Efendi, kapten yang menugaskannya untuk menjaga Al-Quds. 
“Al-Quds adalah Pusaka Sultan Selim Han (Sultan Ustmani ke-9 dan Khalifah Utsmani pertama). Tetap bertugas jaga di sini. Jangan biarkan orang-orang khawatir tentang ‘Utsmani telah mundur; apa yang akan kita lakukan sekarang’. Orang-orang Barat akan bersukacita jika Ustmani meninggalkan kiblat pertama  umat Islam dari nabi kita tercinta. Jangan biarkan kehormatan Islam dan kemuliaan Utsmani diinjak-injak,” ujar Kopral Hasan menirukan ucapan Kapten Mustafa.

Ia pun menjelaskan lebih lanjut. “Kami tinggal di Al-Quds karena kami takut saudara-saudara kami di Palestina akan mengatakan bahwa Utsmani meninggalkan mereka. Kami ingin Masjid Al-Aqsha tidak menangis setelah 4 abad. Kami ingin sultannya para nabi, Nabi Muhammad SAW, tidak bersedih. Kami tidak ingin dunia Islam berduka dan berkabung,” ujar Kopral Hasan.

Kopral Hasan menambahkan, “Kemudian setelah itu tahun-tahun yang panjang berlalu seperti kejapan mata. Semua teman-temanku sudah berpulang ke rahmat Allah satu demi satu (jumlah mereka ada lima puluh tiga orang), dan musuh-musuh tidak bisa menghabisi kami, tetapi takdir dan kematian (yang mengakhiri kami).” 


Setia Sampai Mati

Kopral Hasan menyampaikan permintaan terakhir kepada Ilhan dan berkata, “Anakku, ketika kamu pulang ke Turki, pergilah ke Desa Tokat Sanjak (daerah ini sekarang bernama Pontus). Di sana ada komandan saya, Kapten Mustafa. Beliau yang menempatkan saya di sini sebagai penjaga di tempat suci ini, Masjid Al-Aqsha dan meletakkan amanah di pundak saya. Cium tangannya untukku, katakan kepadanya bahwa Kopral Hasan, Komandan Resimen Senapan Mesin ke-11, masih tegap berdiri menjaga Masjid Al-Aqsha. 

Masih berdiri berjaga di tempat yang Anda tinggalkan sejak waktu itu. Dia belum pernah meninggalkan tugasnya untuk selamanya. Dia menginginkan doa-doa keberkahan Anda, Komandan!”
Ilhan menyanggupi permintaannya sembari menyembunyikan air matanya yang telah meleleh. Wartawan tersebut meraih  kepala Kopral Hasan dan berkali-kali menciumi keningnya.

“Saya kembali ke rombongan, seolah semua sejarah dihidupkan kembali dari buku dan didirikan di depanku. Saya mengatakan situasi itu kepada pemandu wisata dan dia tidak bisa percaya. Saya memberinya alamat rumah dan mengatakan: ‘Tolong kabari saya jika terjadi sesuatu’,” ujar Ilhan. 

Saat kembali ke Turki, Ilhan segera menuju wilayah Tokat untuk menunaikan amanah Kopral Hasan. “Saya menelusuri nama Letnan Mustafa Efendi dari catatan militer. Rupanya dia sudah meninggal beberapa tahun lalu. Saya tidak bisa mematuhi janji yang telah saya berikan. Dan tahun-tahun berlalu, sampai pada tahun 1982, mereka memberi tahu ada telegraf di tempat saya bekerja. Ada satu baris tertulis: “Wali Utsmani terakhir yang menjaga dan menunggu Masjid Al-Aqsa telah meninggal hari ini”.

Untuk mengenang kesetiaannya dalam mengemban tugas, pada 2017 dibangunlah sebuah masjid yang megah yang diberi nama Masjid Onbaşı Hasan (Masjid Kopral Hasan) di lingkungan Tel al-Hawa di Jalur Gaza yang diresmikan oleh Yayasan Bantuan Kemanusiaan Turki (IHH).[] 


Oleh: Joko Prasetyo 
---dari berbagai sumber.
Sumber utama www.ihh.org.tr 

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat Edisi 235 (Pertengahan Januari 2019)

Posting Komentar

0 Komentar