Waspadai Dosa Sosmed, Mari Berbenah


Kemajuan dalam teknologi komunikasi, termasuk dalam kemajuan internet atau dunia maya, dianggap sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, kemajuan teknologi komunikasi dapat memudahkan orang untuk bisa saling berinteraksi dan berkomunikasi walaupun terpisah jarak dan tidak perlu memakan waktu yang lama. Di sisi yang lain, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif. Terutama dalam kehidupan agama seorang individu.

Ketika teknologi tidak digunakan dengan sandaran syariat, teknologi menjadi bumerang bagi penggunanya. Peluang manfaat dan pahala berbalik menjadi mudharat dan dosa. Demikian pula penggunaan sosial media. Lewat tweeter, Facebook dan sebagainya. 

Ketika syariat memandang teknologi sebagai suatu perkara yang mubah, artinya boleh digunakan sekaligus pilihan bagi seseorang untuk menggunakan sebagai sarana menyampaikan kebenaran atau justru dia tertipu dengan bisikan syetan hingga jari-jarinya terjerumus dosa. Maka, semua kembali pada kontrol pemahaman dan sikap. Mensinkronisasikan keduanya otomatis menjadi keharusan. 

Sosial Media dan Urgensitasnya secara Umum

Di era industri 4.0 sosial media menjadi bagian tak terpisahkan bagi sebagian orang, layaknya pakaian yang selalu melekat dan membersamai. Dunia Maya dan dunia nyata beradu saling mempengaruhi, memberi dominasi satu sama lain. 

Fungsi umum sosial media merupakan sarana eksistensi. Baik eksistensi individu (pribadi) berdasarkan passionnya atau eksistensi produk sebagai sarana bisnis. Keduanya sah-sah saja. Bagi seorang muslim mubah saja asal tidak bertentangan dengan rambu-rambu syariat. 

Sosial Media Untuk Dakwah

Sosial media semakin menancapkan pengaruhnya di semua lini kehidupan, baik lini individu, bisnis maupun dakwah.   Pada akhirnya dakwah harus bergegas mengikuti ritme kehidupan demi tersampaikannya kebenaran.

Dulu, untuk mendapat pahala dari manfaat ilmu butuh waktu panjang. Seorang guru mengajar pada 10 murid, misalnya. Lalu 10 murid mengajar pada 10 murid lain. Kalau kaderisasi berhasil, maka kebaikan di sisi-Nya bisa terus bertambah.
Setelah mesin cetak ditemukan, ilmu bisa diturunkan tanpa mengharuskan murid bertemu langsung dengan guru. Berbagai bidang yang dulu hanya diakses segelintir orang, kini menyebar luar biasa.

Bayangkan, betapa besar pahala Imam Bukhari atau Muslim yang menghimpun hadis untuk menjaga kemurniannya. Setelah berabad-abad, sampai saat ini pun pahala masih mengalir kepada mereka.
Keberadaan media sosial saat ini memiliki daya untuk melipatgandakan pahala, nyaris tanpa biaya dan lebih mudah. Tinggal berbagi inspirasi kebaikan lewat Facebook, Twitter, atau jejaring sosial lain. Semakin tersebar, semakin berganda pula pahala kita. Begitulah seharusnya sosial media dimanfaatkan.  Subhanallah. 

Malpraktik Dakwah Sosial Media

Fenomena dakwah sosial media ternyata mampu mensyiarkan Islam dengan begitu dahsyatnya.  Opini Islam dalam sekali hentikan jari mampu tersebar ke berbagi penjuru negeri. Bahkan gaung kebangkitan Islam mampu memekakkan telinga musuh-musuh Islam. Karena derasnya gerakan media sosial untuk dakwah. 

Kegemilangan dakwah dipermukaan memunculkan fenomena hijrah dimana-mana.  Gaung dakwah bahkan mampu menembus semua segmen dari pejabat sampai pengusaha, dari "emak-emak" sampai "embak-embak". Dakwah memasuki era baru. Era menembus ruang dan waktu. Harapan kebangkitan kian nyata didepan mata. 

Namun diruang yang lain ternyata keluarga muslim pun terancam oleh  masif nya pengaruh sosial media.

Menurut  Ketua Pengadilan Agama Solok, Muhammad Fauzan, menjelaskan sekitar 25 persen atau 110 kasus dari 316 kasus cerai gugat (permohonan cerai yang diajukan perempuan) dan 118 kasus cerai talak (permohonan cerai yang diajukan laki-laki) penyebabnya perselisihan terus menerus yang bersumber dari media sosial. (Republika, 4/2/2020).

Fakta diatas ternyata tidak hanya dialami masyarakat awam tapi juga pengemban dakwah. Menurut Kholda Najiyah (9/7/2020) suami selingkuh itu nyata berserakan adanya. Tak terkecuali ikhwan pengemban dakwah. Banyak para  istri mengeluh menjumpai chat mesra suami dengan wanita. Baik itu teman kerja, teman sekolah, dan teman dunia maya atau bahkan mantan-mantannya. Naudzubillahimindzalik.

Chating berawal dari komentar status dakwah yang berlanjut dengan direct message via inbox.  Lalu berlanjut dengan ketergantungan saling memberi perhatian dan support. Hingga tanpa sadar syetan mampu membelokkan tujuan mulia dakwah ke lembah kemaksiatan. 

Bagi yang masih sama-sama lajang mungkin tidak berpengaruh terlalu besar, meskipun hal tersebut tetaplah dosa.  Tapi, bagi yang sudah menikah hal tersebut mampu mengoyak ikatan suci pernikahan. Istri, anak-anak dan keluarga besar dipertaruhkan.

Kemubahan Poligami Bukan Alasan Bolehnya Melanggar Syariat

Islam memandang poligami sebagai kebolehan. 
Ayat yang membahas tentang poligami, yaitu Al-Qur'an surat An-Nisaa 'ayat 3 yang
Artinya,: "Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. tidak akan bisa berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja! "

Kebolehan tersebut tidak lantas kemudian membuat kebolehan menabrak syariat yang lain. Diantaranya "khalwat".  Hubungan khalwat seringkali bermula dari chating konsultasi agama.  

Bentuk hubungan teman antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram bukanlah terlarang sama sekali. Namanya orang hidup dan bergaul, wajar bila berteman. Misalnya di kantor, di sekolah, di kampus dan di lingkungan. Namun kalau teman secara khusus, atau yang disebut dengan teman tapi mesra, jelas haram hukumnya.

Sebab secara kaca mata syar'i, hubungan teman tapi mesra itu bentuk teknisnya yang paling minimal adalah berkhalwat yang diharamkan. Sedangkan khalwat berasal dari kata khala yakhlu yang artinya menyepi atau menjauh dari keramaian. Khalwat dalam kaitan pergaulan laki-laki dan wanita maknanya adalah kencan atau berduaan yang terlepas dari keikut-sertaan orang lain.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra': 32)

Alih-alih menerima nasihat biasanya yang sudah terjebak aktifitas khalwat sosial media ini sulit melepaskan ketergantungan tersebut, bahkan memiliki pembenaran rangka ta'aruf untuk menikah lagi (baca: poligami). 

Kiranya sebuah nasihat ini layak diperhatikan, 
jangan sampai seorang suami hendak berpoligami tapi justru menimbulkan konflik dengan rumah tangganya yang pertama. Maka jika ada keraguan dan risau sekecil apapun lebih baik dihindari. Bilakah poligami dianggap sebagai ibadah? Ibadah yang ikhlas karena Allah ta'ala tidak akan menimbulkan kemudharatan yang demikian besar, seperti hancurnya rumah tangga yang telah ia bangun sebelumnya. Lukanya hati seorang istri laksana bola kaca yang pecah sulit merangkai kembali. 

Ada yang mampu bersabar dan mengumpulkan puing-puing kebahagiaan nya dan merajut rumah tangga dengan hati yang babak belur. Ada juga yang memilih bercerai. Dan berpisah menjadi jalan menyembuhkan luka. Naudzubillahimindzalik.
 
Rasanya realita tersebut menjadi suatu hal yang disayangkan jika dilakukan oleh pengemban dakwah. 
Pengemban dakwah adalah miniatur syariat dalam sosok individu. Meskipun menjadi pengemban dakwah tidak lantas membuat seseorang harus sempurna. Tapi setidaknya, pengemban adalah orang yang paling takut melakukan kemaksiatan. Bahkan pada dosa kecil sekalipun. 

Mendudukkan Dakwah Infishol

Siapa saja yang mengkaji nas-nas syariah yang berhubungan dengan interaksi laki-laki dan wanita, serta realitas kehidupan laki-laki dan wanita di era Nabi Saw. dan para sahabat, niscaya berkesimpulan bahwa hukum asal laki-laki dan wanita itu terpisah. Mereka tidak bertemu kecuali ada keperluan yang meniscayakan pertemuan dan interaksi antara keduanya, semacam jual-beli, ta‘lîm (belajar-mengajar), dan lain sebagainya. Bisa juga karena ada hajat yang ditetapkan oleh syariah Islam yang membolehkan pertemuan antara laki-laki dan wanita, seperti haji dan lain sebagainya.

Pasal 113 dalam Kitab Muqaddimah ad-Dustîr. Pasal itu berbunyi:

الأَصْلُ أَنْ يَنْفَصِلَ الرِجَالُ عَنِ النِّسَاءِ وَلا يَجْتَمِعُوْنَ إِلا لِحَاجَةٍ يُقِرُّهَا الشَّرْعُ, وَيُقِرُّ الإِجْتِمَاع مِنْ أَجْلِهَا كَالحَجِّ وَالْبَيْعِ

Hukum asalnya, laki-laki terpisah dari wanita, dan mereka tidak berinteraksi kecuali untuk keperluan yang diakui oleh syariah dan menjadi konsekuensi logis dari interaksi itu sendiri, seperti haji dan jual beli.

Kebolehan interaksi belajar mengajar seharusnya tidak menjadikan ada pembahasan diluar tema, apalagi interaksi yang lebih dari sekedar hubungan guru dengan murid.  Bagi seorang muslim mudah mengukur sejauh mana suatu interaksi mengandung dosa didalamnya. 

Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu , dari Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda, “ Al-birr adalah husnul khuluq (akhlak yang baik). Sedangkan al-itsm adalah apa yang menggelisahkan dalam dirimu. Engkau tidak suka kalau hal itu nampak di hadapan orang lain . ” (HR. Muslim,No. 2553]

Dari Wabishah bin Ma'bad radhiyallahu 'anhu , ia berkata, “Aku datangi Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam , lalu beliau bersabda, ' Apakah saya datang untuk mencari tahu tentang kebajikan dan dosa?' Aku menjawab, 'Ya.' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,' Mintalah fatwa untuk hatimu. Kebajikan itu adalah apa saja yang menenangkan, tenang, dan hati-hati, tentramkan, sedangkan dosa adalah apa saja yang mengganjal dalam hatimu dan membuatmu ragu, sementara manusia memberi fatwa kepadamu. '"(Hadits hasan . Kami meriwayatkannya dalam dua kitab Musnad dua orang imam: Ahmad bin Hambal dan Ad-Darimi dengan sanad hasan).

Apabila indikator tersebut terjadi, sepantasnya lah segera bertaubat dan menghentikan aktivitas yang tidak layak disebut sebagai dakwah. Sosial media hanya alat yang seharusnya menambah kebaikan dakwah tapi bukan membelokkan tujuan dakwah. Sungguh syetan sangat besar tipu dayanya. Naudzubillahimindzalik. 

Padahal di sisi lain kutlah dakwah yang shohih  menempatkan urusan dakwah sebagai urusan yang serius dan penting menjaga perjalanan nya untuk sampai pada tujuan yaitu diterapkannya syariat islam. 

Menjadi suatu bentuk kehati-hatian kutlah adalah memisahkan aktivitas dakwah laki-laki dengan perempuan. Terkecuali pada aktifitas dakwah yang bersifat opini umum. 

Demikianlah kutlah dakwah yang shahih berdiri tegak dengan melandaskan aktivitas nya untuk selalu sesuai dengan syariat, karena produk yang dia dakwahkan adalah syariat itu sendiri. Peluang pelanggaran syariat berupaya ditutup sebagai upaya penjagaan kebersihan dakwah. 

Layakkah Pertolongan Tiba jika Pengembannya Berkubang Dosa?
 
Menurut Ibn Qayyim Al Jauziyah mengatakan,
hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.

Menjadi pengemban dakwah adalah sebuah pilihan mulia yang tidak semua orang mampu menunaikan nya.  Membina umat da mengajak umat untuk kembali pada Islam adalah tugas yang berat. 

Memohon padaNya agar senantiasa diberikan keistiqomahan menapaki jalan dakwah yang tidak mudah. Lalu layakkah meraih kemenangan Islam disatu sisi tapi disisi lain melakukan pelanggaran syariat yang tidak layak dilakukan seorang pengemban dakwah. Dengan dalih dakwah sosial media. Semoga bukan anda orangnya.  Semoga bukan anda yang membuat pertolongan Allah tak juga turun. 

Mari berbenah untuk dakwah. Meluruskan shaf dakwah, menata tujuan mulia agar tetap pada garisnya, menapaki nya dengan iman dan bersyakhsiyah Islam yang sempurna. 

Nasehat ini terbaca keras bagi hati yang keras, tapi terbaca lembut bagi hati yang tulus. Sungguh semua amal kita kelak akan menemui penghisaban RabbNya. Semoga bukan kita yang termasuk orang yang "gigit jari" merasa sudah beramal ternyata amal sholihnya rusak karena maksiat. 

Semoga Allah melayakkan kemenangan Islam melalui tangan-tangan kita. Barakallahufikum.[]

Oleh: Sifa Isnaeni, S. Pt. 

Posting Komentar

0 Komentar