Tidak Adanya Pelepasan Mobil, kecuali setelah Lunas Angsurannya



Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertanyaan saya ya Syaikh, para pedagang mobil dan dealer mobil ketika menjual mobil kepada konsumen secara angsuran, mereka tidak melepaskan mobil itu kecuali pada angsuran terakhir, apakah boleh membeli dengan cara ini?

Jawab pertanyaan:
(Tidak Adanya Pelepasan Mobil Kecuali Setelah Lunas Angsurannya
Kepada Mahmud Nathur )

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Kami sebelumnya telah menjawab pada 24/5/2015 dengan jawaban rinci seputar topik ini. Tampaknya Anda belum menelaah jawaban tersebut. Saya ulangi jawaban itu untuk Anda:

[Masalah ini dikenal di dalam fikih dengan disebut “rahnu al-mabî’ ‘alâ tsamanihi –mengagunkan barang atas harganya-“. Artinya, barang tersebut tetap tergadai pada penjual sampai pembeli membayar harganya. Masalah ini tidak muncul jika penjual dan pembeli itu keduanya seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadits yang dikeluarkan oleh imam al-Bukhari dari Jabir bin Abdullah ra:

«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا ‏اقْتَضَى»

“Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang mudah memenuhi permintaan pembeli jika menjual dan jika membeli dan jika menuntut haknya pada orang lain.” 

Akan tetapi, kadang-kadang penjual dan pembeli berselisih seputar serah terima barang atau pembayaran harga. Kadang kala penjual setelah akad jual beli ia sengaja menahan barang yakni menjadikan barang itu agunan yang dia kuasai sampai harganya dibayar dan berikutnya muncullah masalah ini. 

Masalah ini diperselisihkan diantara para fukaha. Diantara mereka ada yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat. Diantara mereka ada yang tidak memperbolehkannya. Ada juga yang memperbolehkannya pada kondisi tertentu dan tidak memperbolehkannya pada kondisi lainnya… dan selain itu.
Yang saya rajihkan setelah mengkaji masalah ini adalah sebagai berikut:

Pertama, jenis jual beli:

1. Barang yang dijual adalah barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung… seperti jual beli beras, kapas atau jual beli tekstil (kain)… dan lainnya.

2. Barang yang dijual bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung… seperti jual beli mobil, jual beli rumah, jual beli hewan …. dan lainnya.

Kedua, harga barang:

1. Harganya tunai kontan, seperti Anda membeli barang dengan harga sepuluh ribu tunai dibayar sekaligus kontan.

2. Harganya ditangguhnya untuk tempo tertentu, seperti Anda membeli barang dengan harga sepuluh ribu dan Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun).

3. Harganya sebagian kontan dan sebagian lagi ditangguhkan, seperti Anda membeli barang lalu Anda bayar pertama lima ribu (tunai) dan lima ribu lagi Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun) atau Anda angsur bulanan …

Ketiga: hukum syara’nya berbeda sesuai perbedaan apa yang disebutkan di atas:

Kondisi pertama: barangnya adalah bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung… yakni semisal menjual rumah, mobil atau hewan …

1. Harganya kontan, yakni Anda membeli mobil seharga sepuluh ribu kontan dan hal itu ditetapkan di dalam akad.

Pada kondisi ini, penjual boleh menahan barang tersebut, yakni barang itu tetap tergadai padanya sampai harganya yang tunai itu dibayar kontan sesuai akad.  Dalil atas yang demikian adalah hadits yang mulia yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, dan at-Tirmidzi berkata “hadits hasan” dari Abu Umamah, ia menuturkan: “aku pernah mendengar Nabi saw bersabda pada kutbah Haji Wada’:

«العَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ، وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ، وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ» 

“Pinjaman itu (harus) ditunaikan (dikembalikan), dan az-za’im adalah gharim dan utang (harus) dibayar”
Az-za’îm adalah al-kafîl (orang yang menanggung). Ghârim adalah dhâmin (orang yang menjamin). Aspek penarikan argumentasi dalam hadits tersebut adalah pada sabda Nabi saw “wa ad-dayn maqdhiyun –utang (harus) dibayar-“.  

Maka pembeli jika menerima barang sebelum ia membayar harga maka berarti ia telah membelinya secara utang, dan “ad-dayn maqdhiyun –utang itu harus dibayar-“. Yakni yang prioritas (pertama-tama) untuk membayar utang selama pembeliannya secara kontan.  Dan dengan ungkapan yang lain, ia harus membayar harga pertama-tama selama harga dalam akad tersebut adalah tunai kontan … Al-Kasani berkata di dalam Badâ`i’u ash-Shanâ`I’ mengomentari hadits tersebut (sabda Nabi saw ad-dayn maqdhiyun –utang harus dibayar-, Nabi saw mendeskripsikan utang itu harus dibayar secara umum atau mutlak, maka seandainya penyerahan harga itu lebih belakangan dari penyerahan barang maka berarti utang tersebut belum dibayar, dan ini menyalahi nash.)

Atas dasar itu maka penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar harganya.  Dan dengan begitu maka disitu tidak ada utang. Dan ini sesuai dengan ketentuan akad sebab jual beli tersebut tidak secara utang (kredit) akan tetapi dengan harga tunai.

2. Harga ditangguhkan (kredit), seperti Anda membeli mobil dengan harga sepuluh ribu yang Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun). Pada kondisi ini, tidak boleh barang ditahan sampai harga lunas sebab harga tersebut sesuai akad ditangguhkan dengan persetujuan penjual. Jadi penjual tidak boleh menahan barang untuk menjamin harganya selama ia telah menjualnya dengan harga yang ditangguhkan. Sebab ia menggugurkan hak dirinya untuk menahan barang. Dan oleh karena itu maka ia tidak boleh menahan barang tersebut, akan tetapi ia harus menyerahkan barang itu kepada pembeli.

3. Harganya sebagian tunai dan sebagian lagi ditangguhkan. Seperti Anda membeli mobil dengan pembayaran pertama lima ribu yang Anda bayarkan tunai dan lima ribu lagi Anda bayar setahun lagi sekaligus (kredit satu tahun dibayar sekaligus) atau Anda membayarnya secara angsuran selama tempo-tempo itu.

Pada kondisi ini, penjual boleh menahan barang sampai harga tunainya dibayar, dan setelah itu ia tidak boleh menahan barang untuk terlunasinya pembayaran harga tangguhnya. Hal itu karena apa yang telah kami sebutkan pada point 1 dan 2. 
Ringkasnya, bahwa penjual boleh menahan barang atas harganya yang tunai. Yakni jika akad jual beli tersebut dengan harga tunai yang dibayar kontan, maka penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar harga tunai itu sesuai akad.

Demikian juga penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar pembayaran yang disegerakan (tunai) sesuai akad jual beli.
Tidak dikatakan di sini, bagaimana pembeli mengagunkan barang sebelum ia menerimanya, yakni sebelum ia memilikinya? Hal itu karena agunan (rahn) itu tidak boleh kecuali pada apa yang boleh dijual, dan karena barang yang dibeli tidak boleh dijual kecuali setelah diserahterimakan bersandar pada hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Ibn Abbas, ia berkata: 

Rasulullah saw bersabda kepada Utab bin Usayd:

«إِنِّيْ قَدْ بَعَثْتُكَ إِلَى أَهْلِ اللهِ، وَأَهْلِ مَكَّةَ، ‏فَانْهَهُمْ عَنْ بَيْعٍ مَا لَمْ يَقْبِضُوْا»
“Sungguh aku telah mengutusmu kepada Ahlillah dan penduduk Mekah, maka laranglah mereka dari menjual apa yang belum mereka terima.”

Dan hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari Hakim bin Hizam, ia berkata: “ya Rasulullah, aku menjual dagangan yang banyak, lalu apa yang halal untukku dan apa yang diharamkan atasku?” Maka Rasulullah saw bersabda:
«لَا تَبِيعَنَّ مَا لَمْ تَقْبِضْ»
“Jangan engkau jual apa yang belum engkau terima.”

Hadits-hadits ini gamblang dalam melarang dari menjual apa yang belum diterima, lalu bagaimana bisa barang yang dibeli diagunkan sebelum diterima?
Tidak dikatakan demikian sebab kedua hadits ini adalah berkaitan dengan barang yang ditakar dan ditimbang… Adapun jika barang itu bukan yang demikian (bukan barang yang ditakar, ditimbang…) seperti rumah, mobil, hewan dan sebagainya… maka boleh menjualnya sebelum diterima.

Hal itu bersandar kepada hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Umar ra, ia berkata: 

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ‏ﷺ‏ فِي سَفَرٍ، فَكُنْتُ عَلَى بَكْرٍ صَعْبٍ لِعُمَرَ، فَكَانَ يَغْلِبُنِي، فَيَتَقَدَّمُ أَمَامَ ‏القَوْمِ، فَيَزْجُرُهُ عُمَرُ وَيَرُدُّهُ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ، فَيَزْجُرُهُ عُمَرُ وَيَرُدُّهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ ‏ﷺ‏ لِعُمَرَ: «بِعْنِيهِ»، قَالَ: هُوَ لَكَ يَا رَسُولَ ‏اللَّهِ، قَالَ: «بِعْنِيهِ» فَبَاعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ‏ﷺ، فَقَالَ النَّبِيُّ ‏ﷺ‏: «هُوَ لَكَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، تَصْنَعُ بِهِ مَا شِئْتَ» 

“Kami bersama Nabi saw dalam sebuah perjalanan. Aku naik onta remaja milik Umar yang jalannya cepat. Onta itu membuatku menang. Aku pun mendahului di depan kaum itu, maka Umar melarangnya dan mengembalikannya (ke belakang). Kemudian ia mendahului lagi. Umar pun melarangnya dan mengembalikannya (ke belakang lagi). 

Lalu Nabi saw bersabda kepada Umar ra: “juallah kepadaku!”  Umar pun berkata: “itu untukmu ya Rasulullah.” Nabi saw bersabda: “juallah kepadaku!” Maka Umar pun menjualnya kepada Rasulullah saw. Lalu Nabi saw bersabda: “itu untukmu ya Abdullah bin Umar, perbuatkah dengannya apa yang engkau mau!”

Tasharruf pada barang yang dibeli, dalam bentuk tasharruf hibah sebelum diterima ini menunjukkan atas sempurnanya kepemilikan barang sebelum diterima. Dan menunjukkan bolehnya menjual barang tersebut sebab barang itu telah sempurna kepemilikan penjual terhadapnya.

Atas dasar itu maka boleh mengagunkan barang sebelum diterima selama boleh menjualnya sebelum barang itu diterima. Akan tetapi ini hanya pada kondisi jika barang itu bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung… seperti rumah, hewan dan semisalnya, dan pada kondisi terakadkannya jual beli dengan harga tunai, atau pada kondisi adanya pembayaran yang tunai pada akad jual beli. Maka boleh mengagunkan barang yang dibeli itu sebelum diterima sampai dibayarkan harga yang disegerakan (harga tunai) atau pembayaran yang disegerakan (pembayaran kontannya).

Kondisi kedua: barang yang dijual termasuk barang yang ditakar, ditimbang… seperti membeli sejumlah beras, kapas, atau kain… Pada kondisi tersebut maka tidak boleh menahan barang yang dijual itu atas harganya apapun fakta harganya: tunai kontan, kredit sekali bayar atau kredit dengan beberapa angsuran:
Jika harganya tunai kontan maka tidak boleh menahan barang tersebut seperti yang kami jelaskan di atas.

Jika harga kredit maka tidak boleh menahan barang yang dijual, yakni tidak boleh mengagunkannya. Sebab tidak boleh mengagunkan barang yang ditakar, dan ditimbang sebelum diserahterimakan, sesuai hadits Rasul saw yang telah disebutkan di atas. Dan penjual disini dalam kondisi jual beli dengan harga yang tunai kontan itu (berhak memilih) diantara dua perkara:

Antara ia menjual barang tersebut dengan harga tunai kontan dan ia serahkan barang itu kepada pembeli serta ia bersabar atasnya baik harga itu diberikan kepada secara tunai kontan atau setelah beberapa waktu, tanpa menjadikan barang tersebut sebagai agunan… 

Atau ia tidak menjual barang tersebut yakni tanpa menahan barang sebagai agunan sama sekali.

Atas dasar itu maka jika sudah terakadkan jual beli dengan harga tunai atau secara kredit (dengan tempo) pada kondisi barang yang ditakar atau ditimbang maka penjual tidak boleh menahan barang tersebut sebagai agunan padanya sampai harganya dibayar.

Ini yang saya rajihkan. Wallâh a’lam wa ahkam.[]


Oleh: Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”
01 Dzulhijjah 1441 H
22 Juli 2020 M

Sumber: http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/q-a/69562.html
https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2690972091148798?_rdc=1&_rdr

Posting Komentar

0 Komentar