Penyesatan Sistematis Melalui Kurikulum Moderasi


Pemerintah terus menggalakkan program moderasi beragama yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kemenag telah menjabarkan moderasi beragama dalam Rencana Strategis (renstra) pembangunan di bidang keagamaan lima tahun mendatang.

Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan, sebagai institusi yang diberi amanah untuk menjadi leading sector, Kementerian Agama terus memperkuat implementasi moderasi beragama. Hal ini ditegaskan Menteri Agama Fachrul Razi dalam diskusi daring dengan Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental, Kamis kemarin.

Diskusi ini diinisiasi oleh Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Hadir, Sesmenko PMK Agus Sartono beserta jajarannya, Perwakilan BPIP Rima, Perwakilan Bappenas Didik Darmanto, serta Anggota Gugus Tugas Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Ikut mendampingi, Staf Ahli Menteri Agama Bidang Manajemen Informasi dan Komunikasi yang selama ini menggawangi program moderasi beragama di Kementerian Agama, Oman Fathurahman.

Menurut Menag, moderasi beragama diimplementasikan dalam sejumlah program strategis, antara lain review 155 buku pendidikan agama, pendirian Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dan penguatan bimbingan perkawinan.

Kemenag, lanjut Fachrul, juga mengintegrasikan moderasi beragama melalui bimbingan perkawinan, karena keluarga merupakan tempat transmisi nilai-nilai yang paling kuat. materinya tidak hanya terkait konsep pernikahan dalam Islam, tapi juga membahas persoalan kesehatan dan moderasi beragama.

“Presiden menggarisbawahi penguatan bimbingan perkawinan pada upaya membangun generasi sehat, kita perkuat lagi dengan moderasi beragama,” ujar Menag.

“Di PTKIN sudah ada Rumah Moderasi yang juga melakukan pembinaan kepada civitas akademika serta masyarakat sekitarnya. Ke depan, Rumah Moderasi akan semakin diaktifkan. Program penceramah bersertifikat juga akan mulai dijalankan,” sambungnya.

Nilai-nilai moderasi beragama juga diinternalisasikan oleh Kemenag melalui program ToT guru dan dosen, penyusunan modul membangun karakter moderat, serta madrasah ramah anak. Menag mengaku sedang mematangkan ide menggelar lomba ceramah toleransi, menulis cerita pendek tentang toleransi, hingga lomba karikatur toleransi dan kerukunan umat beragama. (okezone. com)

Miris sekali keetika mendengar penjelasan pemberitaan seperti ini  bahwa kurikulum moderasi makin kuat mendapat  legitimasi dengan beberapa perubahan KMA untuk pelajaran PAI dan Bahasa Arab. Demikian pula, penghapusan materi khilafah dan jihad dari mapel  fiqih dialihkan ke mapel sejarah dan dibahas dengan perspektif  demikian Menag memastikan  bahwa khilafah tak lagi relevan. 

Keadaan ini dapat mendorong para siswa memiliki persepsi yang salah terhadap khilafah dan jihad. Siswa hanya mampu mengindra dari sudut pandang pelajaran sejarah semata demi mengenal karakteristik dan kepemimpinan Rasulullah SAW serta para khalifah setelahnya. Hal ini merupakan sebuah kesalahan dalam memahami khilafah dan jihad sebagai ajaran Islam yang mendasar. 

Sejatinya khilafah dan jihad merupakan bagian ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara utuh dan sempurna bukan sekedar sejarah semata. Karena Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang disana terdapat berbagai hukum syariat yang diterapkan.

Selain itu, moderasi beragama dapat dimaknai sebagai suatu cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah. Selalu menerima pendapat dan cara pandang orang lain dalam semua segi kehidupan. Hal ini akan menimbulkan sikap memposisikan diri diantara iman dan kufur, taat dan maksiat serta halal dan haram.

Kurikulum berbasis moderasi beragama sejatinya merupakan penyesatan secara sistematis terhadap generasi Islam. Hal ini akan melahirkan pendidikan sekuler yang anti terhadap ajaran Islam secara total. Selanjutnya akan tumbuh bibit-bibit generasi yang tak mau terikat kepada hukum-hukum agama secara menyeluruh. Mereka hanya mau mengambil hukum-hukum yang memberikan keuntungan duniawi semata tanpa mau tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan larangan Allah SWT.

Mereka  akan menganggap khilafah tidak relevan dengan Indonesia yang heterogen. Padahal islam adalah agama sekali gus ideology. Islam membuat semua mahluk sejahtera.  Jika kita telusuri dari zaman khilafah Utsmani, Islam tidak hanya relevan dengan muslim saja tapi juga non muslim. 

Lagipula, demokrasi-sekuler lah yang mengancam keutuhan negeri selama ini, bukan islam. Terjadinya kerancuan berpikir pada generasi adalah disebabkan sistem kapitalisme, bukan Islam. Islam menargetkan pembelajaran agar menambah ketakwaan dan bukan menyesatkan seperti halnya sistem sekarang.

Jelas, moderasi dalam Islam tak ada gunanya. Ini adalah upaya penyesatan sistematis terhadap generasi muslim melalui perubahan kurikulum. Hal ini hanya akan melanggengkan cengkraman kapitalis-sekuler di negeri ini. Karena dengan adanya pemahaman islam moderat, generasi muslim akan buram pemahaman pada ajaran agamanya dan tidak mengenal syariat Islam. Wallahu A'lam.[]

Oleh: Heni Rusmadina S.Pd 
Founder Komunitas Hijrah Muslimah Sukamara

sumber:
https://news.detik.com/berita/d-5089553/kemenag-keluarkan-kma-183-tahun-2019-untuk-madrasah-ini-isinya
https://www.okezone.com/tren/read/2020/07/03/620/2240500/moderasi-beragama-akan-masuk-kurikulum-sekolah-dan-bimbingan-nikah

Posting Komentar

0 Komentar