Mengingat Kembali Ayasofya, Srebrenica dan Khilafah Utsmani di Balkan



Dua nama yang ada di daerah Balkan ini sekarang sedang ramai dibicarakan khususnya di kalangan kaum muslimin. Semenanjung Balkan sendiri merupakan sebutan untuk daratan besar yang terletak di Eropa Tenggara dan bersebrangan langsung dengan Asia  yaitu Anatolia.

Banyak hal yang menjadikan wilayah ini begitu penting dalam sejarah dunia. Di  sana beberapa peradaban besar, ada peradaban Yunani Kuno, Bizantium (Romawi Timur) dan juga Khilafah Utsmani.

Wilayah ini menjadi tempat konflik dan sasaran penaklukan segala bangsa karena sangat stategis kawasannya. Bahkan Hadist Rasulullah saw juga menunjuk tempat ini untuk bisa ditaklukan oleh kaum Muslimin.
 
Pertama, Ayasofya yang merupakan nama sebuah bangunan yang sudah lama menunggu tanahnya kembali menjadi tempat sujud dan menaranya menjadi tempat adzan berkumandang. Bangunan ini sudah menyaksikan banyak peristiwa yang terjadi pada pemerintahan Khilafah Utsmani setelah Sultan Fetih Mehmed membebaskannya. Bangunan ini merupakan Masjid kemudian dirubah menjadi musium saat Utsmani dibubarkan. Alhamdulilah, pada bulan ini Ayasofya menjadi mesjid kembali.

Kedua, Scebrenica salah satu nama kota di daerah Bosnia. Warga muslim di sana mengadakan peringatan pada 11 Juli untuk menandai 25 tahun pembantaian Srebrenica, kekejaman terburuk Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Sebanyak 8.000-an Bosniaks atau Muslim Bosnia dibantai dalam perebutan kota ini oleh pasukan Serbia Bosnia.
 
Perang di Daerah Balkan: Keterpurukan Khilafah Islam Yang Terakhir

Pada awal abad ke-20 adalah masa keruntuhan Khilafah Utsmani ‘The Sick Man of Europe’. Tragedi tak hanya bersumbu di Internal Khilafah Utsmani dari sebuah gerakan nasionalis Turki, namun juga ada serangan kekuatan-kekuatan baru maupun lama di eksternal. Dan pada abad sebelumnya mereka menguasai daerah balkan dengan memukau.

Eugene Rogan dalam buku The Fall of the Ottomans: The Great War in the Middle East, 1914–1920, menyatakan kekalahan pertama Khilafah Utsmani berasal dari perang dengan Kerajaan Italia atau disebut Perang Italo-Turki yang berlangsung pada 29 September 1911 s.d. 18 Oktober 1912. Atau disebut juga Perang Tripolitanian yang merupakan nama lokasi peperangan, yakni ibukota Libya modern dan sekitarnya.

Dan Eyal Ginio dalam buku The Ottoman Culture of Defeat: The Balkan Wars and Their Aftermath, menyatakan Liga Balkan lahir setelah perang Tripolitanian. Anggota Liga Balkan merupakan beberapa negara yang memperoleh otonomi sebelumnya di awal abad ke-20 dari Khilafah Utsmani. Kemudian didorong oleh semangat nasionalisme, anggota Liga Balkan yakni Montenegro, Yunani, Bulgaria, dan Serbia memberanikan diri untuk mendapatkan kemerdekaan secara full dari Utsmani setelah melihat kekalahan tersebut.

Kemudian terjadi lah Perang Balkan I antara bulan Oktober 1912 hingga Mei 1913. Pasukan Khilafah Utsmani kalah jumlah sekitar 400.000 personil pasukan. 

Liga Balkan ini makin kuat dengan adanya bantuan dari Rusia. Di akhir perang, prajurit Liga Balkan yang mengalami kematian, luka-luka, atau tertangkap berjumlah kurang lebih hanya 100.000 orang. Sementara di pihak Utsmani, yang mendapat bantuan dari Kerajaan Austria-Hugaria, mencapai 340.000 orang.
Kekalahan dari Perang Balkan menyebabkan Khilafah Utsmani kehilangan banyak wilayah Eropanya yang kini ditandai dengan batas negara Turki di sebelah barat. 

Warga Khilafah Utsmani di wilayah Balkan kemudian melaksanakan eksodus ke pusat pemerintahan, sehingga total populasi Khilafah Utsmani bertambah sebanyak kurang lebih 2,5 juta jiwa. Ini menjadi beban tersendiri bagi Negara. Warga Turki modern mencatat kekalahan ini sebagai tragedi besar bertajuk “Balkan harbi faciasi” atau Bencana Perang Balkan.

Setelah kalah di Perang Tripolitanian dan juga Perang Balkan secara berturut-turut. Khilafah Utsmani menghadapi Perang Dunia I yang pecah pada pertengahan tahun 1914. Utsmani bergabung kemudian dengan Blok Sentral bersama Kekaisaran Jerman, Austria-Hungaria, Bulgaria, dan lain-lain. Mereka berhadapan dengan Blok Sekutu yakni Perancis, Imperium Britania Raya, Kekaisaran Rusia, Italia, Amerika Serikat, Liga Balkan, Kerajaan Hejaz yang sekarang Arab Saudi, dan lain-lain.

Konsentrasi Khilafah Utsmani terbelah dan kedudukan mereka makin goyah dengan munculnya gerakan nasionalisme di kalangan turki atau pun masyarakat Arab. Eugene Rogan menyatkan bahwa gerakan nasionalisme ini membuat suku-suku di Arab dan Timur Tengah, yang merupakan bagian kekuasaan Utsmani, mereka sudah bersatu dan bersama-sama mengangkat senjata terhadap negara ini.

Akhirnya dengan berbagai kejadian pada tanggal 3 Maret 1924, Majelis Agung Nasional secara resmi membubarkan Khilafah Utsmani, menjadikannya kekhalifahan umat Islam terakhir di muka bumi hingga sampai detik ini.
Dari sinilah kedudukan kaum muslim menjadi berubah sangat drastis. 

Setelahnya banyak peristiwa yang sangat menyedihkan terjadi bukan hanya di daerah balkan namun juga di seluruh dunia. Pembantaian terhadap kaum muslimin terjadi dimana-mana dari palestina ke Srebrenica Bosnia, dari Afrika ke Kashmir India, dari Suriah ke Patani, dari Chechnya ke Rohingya dan tempat lain di dunia.

Para wanita kamum muslimin juga tidak selamat dari perkosaan dan anak-anak kaum muslimin juga menjadi sasaran tanpa anpun. Kita menyaksikan Masjid dihancurkan, dirubah jadi katedra, atau ditututup jadi musium seperti Ayasofya. Dan Banyak lagi kesedihan yang dilalui kaum muslimin sampai saat ini setelah Kekhilafahan Islam kaum Muslimin hilang di muka bumi.

Pembantaian Srebrenica: Kebangkitan Islamophobia

Pada 25 tahun silam, tanggal 11 Juli 1995, dimulai sebuah pembantaian paling sadis di Eropa pasca-Perang Dunia II yaitu genosida ribuan warga muslim Bosnia di Kota Srebrenica, Negara Bosnia-Herzegovina.
Hancurnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia merupakan penyebab utama.
 
Kemudian deklarasi kemerdekaan Republik Bosnia dan Hezergovina tidak diakui oleh tentara Serbia dan Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA). Kedua lembaga militer ini ingin mengamankan wilayahnya agar tetap seperti semula, namun juga dibarengi dengan pembersihan etnis non-Serbia.

Kota Srebenica ada di ujung timur Wilayah Bosnia dan Hezergovina perbatasan dengan Serbia. Kota tersebut jadi target setelah tentara Serbia dan JNA selesai mengobrak-abrik Bratunac, wilayah yang juga ada di perbatasan anatara dua negara tersebut. Mayoritas penduduknya juga muslim Bosnia. Di sana rumah dibakar, warganya dipukuli atau dibunuh. 

Sebanyak 1.156 warga Bratunac tercatat dibantai tanpa ampun, sehingga yang lainnya dipaksa mengungsi dan terkonsentrasi ke Srebrenica. Tentara Serbia merasa berkuasa penuh sebab menguasai suplai air bersih dan sumber energi masyarakat desa.

Kelaparan massal terjadi di kalangan kaum muslimin terjadi sebab bantuan dari lembaga dunia tidak diperbolehkan masuk. Kaum tua dan anak-anak yang lemah pun satu per satu dibantai.
 
Pelaku utama kejahatan dari peristiwa kejam di Srebrenica adalah Jenderal Tentara Republik Serbia, Ratko Mladic, dan dibelakannya tentu para pemimpin Serbia yang menginginkan perluasan wilayah di Balkan menjadi Serbia Raya. 

Ratko Mladic mengawali dengan menjadi anggota Liga Komunis Yugoslavia, lalu berkarier di Tentara Rakyat Yugoslavia. Kedudukannya melejit jadi perwira tinggi, Kepala Staf Angkatan Darat, sampai akhirnya ditunjuk sebagai jenderal saat memasuki genosida Bosnia tahun 1992-1995.

Pada tanggal 5 April 1992, di hari yang sama dengan proklamasi kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina, pasukan Yugoslavia mengepung ibukota Bosnia dan Herzegovina, Sarajevo.
Jenderal Mladic dan pasukannya mencoba menduduki ibu kota dan menggulingkan pemerintahan resmi Bosnia lewat kudeta militer. Pengepungan Sarajevo, merujuk laporan final PBB, berlangsung selama 1.425 hari dari 5 April 1992 sampai 29 Februari 1996 dan menjadi pengepungan terlama dalam sejarah perang dunia.

Ada peristiwa di mana rombongan korban disuruh berbaris di dekat lubang yang sudah disiapkan untuk menjadi kuburan massal, setiap mereka ditembak di bagian belakang kepala lalu masuk langsung ke kuburan.

Para tentara serbia menyerang tidak melihat gender dan usia mereka. Baik itu orang tua, muda, orang tua, anak-anak, bahkan bayi, semua jadi sasaran kekejaman pasukan jendral Mladic. Pemerkosaan yang dialami korban selamat maupun yang selanjutnya dibunuh menjadi bagian dari penyerangan ini.

Catatan dari Laporan Pengadilan Den Haag (PDF) atas kasus perang ini, pada Desember 2007, mengungkapkan banyak cerita sedih dari para saksi atau korban yang selamat. Salah satunya adalah Zumra Å ehomerovic, yang menyaksikan langsung dengan matanya kekejaman Pembantaian Srebrenica.

Sehomerovic melihat seorang gadis berusia sekitar sembilan tahun dalam cengkeraman tentara JNA. Seorang tentara menyuruh adik laki-laki sang gadis untuk memperkosa kakaknya. Si adik jelas menolak keras. Tentara ini marah lalu membunuh sang bocah lelaki itu.

Kemudian ada kejadian seorang ibu bersama bayinya yang baru berumur beberapa bulan. Seorang tentara JNA menyuruh agar ibunya menenangkan si bayi yang menangis tidak berhenti. Upaya si ibu tidak berhasil, lalu tentara itu kesal dan merebut si bayi dan menyembelih lehernya. Ia tertawa terbahak-bajak sedangkan disana ada tentara Belanda bagian dari pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNPROFOR) yang cuma melihat dan tak berbuat apa-apa.

Sehingga beberapa kali Persatuan Bangsa-Bangsa tidak pernah menjadi bagian dari yang membantu kaum muslimin. Dan tentunya banyak peristiwa yang labih kelam lagi dari pada peristiwa di atas.

Peristiwa pembantaian di bosnia ini ternyata menjadi inspirasi semakin berkembannya islamophobia, bahkan wilayah Balkan menjadi wilayah ‘Pusat Peradaban islamophobia’.

Walaupun ini perang telah berakhir, namun para pendukung fanatik sayap kanan garis keras di seluruh penjuru Barat dan Dunia terus mengambil inspirasi darinya. Inspirasi ini terus menjadi pemicu kebangkitan Islamofobia yang secara historis terus berkembang sampai sekarang.

Masjid Ayasofya : Kegembiraan di Lautan Kesedihan

Ayasofya kembali jadi mesjid setelah delapan puluh tahun berstatus museum dan ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia pada tahun 1985. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menganggapnya sebagai kebangkitan bangunan bersejarah tersebut.

Kembalinya Ayasofya menjadi mesjid sesuai Majelis Negara Turki yang membatalkan keputusan kabinet pada 1934. Keputusan ini mengundang reaksi dari masyarakat internasional, dengan sebagian mendukung dan menolak keputusan tersebut.

Dahulunya, beberapa kali Ayasofya berganti-ganti kedudukannya, pernah menjadi gereja Kristen Ortodoks kemudian menjadi gereja Katolik Roma lalu perubahan besar tentunya terjadi saat Khilafah Islam membebaskan wilayah Kontantinopel. Di bawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih, Utsmani berhasil menaklukkan wilayah tersebut dan mengganti namanya menjadi Istanbul atau kota Islam. 

Setelah Khilafah Utsmani runtuh, di bawah Presiden Kemal Ataturk, Ayasofya berubah menjadi museum dan menjadi alat ekonomi dengan menarik minat sekitar tiga juta wisatawan tiap tahun. 

Respon terkait ini beragam. Kaum muslimin jelas bergembira dengan berita ini. Dan menjadi momen bersejarah dan persatuan perasaan kegembiraan yang sama. Namun Eropa, Amerika dan Pemimpin Umat Kristen Dunia berbeda.

Kemunafikan Barat memang sering kali mereka tampakkan jika terkait kepentingan kaum muslimin. Mereka mengkritik perubahan Ayasofya menjadi mesjid sebagaimana asalnya wakaf dari Muhammad Al-Fatih setelah dibelinya, dilain pihak Barat diam ketika banyak Mesjid yang dijadikan Katedral di Negara Eropa, seperti mesjid Cordova yang menjadi tempat ibadah kaum Nasrani. 
Bahkan Paus Fransiskus turut buka suara menyatakan keberatannya atas perubahan status museum Ayasofya di Istanbul menjadi mesjid. "Pikiranku pergi ke Istanbul. Saya sedang memikirkan Hagia Sophia (Ayasofya). Saya sangat tertekan,” kata Paus.

Ini reaksi pertama Vatikan atas keputusan Turki terkait Ayasofya. Pernyataan tertekannya Paus Fransiskus terhadap kembalinya Ayasofya menjadi Mesjid ini seolah-olah ia mengetahui bahwa target umat Islam selanjutnya adalah pembebasan Islam terhadap Roma yang terjadi tak lama lagi.

Harapan Persatuan Ummat Islam

Ramainya umat Islam menyambut dengan suka cita dirubah kembali Ayasofya menjadi Mesjid memperlihatkan bahwa persatuan perasaan dan kesadaran politik umat terus menguat.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia saat terjadi fenomena Aksi Bela Islam 212 yang selalu menghadirkan jutaan kaum Muslim setiap tahunnya. Ini menunjukkan umat Islam memang sangat rindu terhadap persatuan hakiki untuk kebangkitan Islam dan perubahan Lebih baik di Dunia ini.

Meluasnya perasaan dan ide persatuan dari berbagai gerakan yang mengusung isu-isu Islam, sebagaimana yang terjadi di berbagai dunia Islam, merupakan tanda-tanda bahwa kaum Muslim berusaha mencari solusi dengan Islam. Sungguh tampak secara nyata bagi setiap Muslim yang memiliki penglihatan jelas terhadap bahwa hanya Islam lah satu-satunya yang mampu menyelamatkan manusia dari kesusahan dunia dan kesempitan hidup mereka.

Sistem Ideologi Barat yang ditawarkan kepada kaum muslimin selama ini telah gagal dan it doesn’t work. Ini sudah terungkap dan jelas terbukti memberikan dampak fatal dan merusak bagi kaum muslimin. Mereka sampai sekarang terpuruk bahkan di titik terendahnya, melawan islamophobia saja seolah agak kesusahan, perlawanan mereka seolah tidak berarti.

Inilah perlunya menggalang kekuatan dengan persatuan umat untuk kembali kepada Islam secara ideologis yang mampu membawa mereka kepada kebangkitan dan kejayaan mereka seperti keadaan semula mereka. Semoga kedepan kebangkitan dan persatuan ini lebih terwujud dan nyata di dalam institusi Khilafah yang merupakan ajaran Islam. Dengannya kita telah memimpin dunia berabad-abad dan dengannya kita juga akan kembali menaklukannya. Dan semoga kita menjadi bagian dari upaya persatuan dan kebangkitan umat Islam ini. InsyaAllah. Wa Allahu A’lam.[]

Oleh : Taofik Andi Rachman, M.Pd.

Posting Komentar

0 Komentar