Kaum Muslim Ditindas Sampai Kapan?

Muslim Rohingya

Kaum muslim saat ini seperti buih dilautan, jumlahnya banyak tapi tak berdaya. Pengusiran muslim Rohingya nampak menjadi berita tahunan, yang tak tahu kapan berakhirnya. Menimbulkan kesedihan ketika ingat mereka terombang-ambing dilautan, selama berbulan-bulan, berdesak-desakan di dalam satu kapal yang tak beratap. Terik matahari yang menyengatpun seolah sudah biasa untuk mereka. Anak kecil, para wanita yang masih menyusui turut ikut di dalamnya. Para nelayan yang melihat terpaksa mengangkut mereka kedaratan tanpa meminta izin terlebih dahulu dengan warga setempat, karena kapal yang mereka tumpangi bocor, nyaris tenggelam, dan banyak yang dehidrasi. (dunia.tempo.co, 26-07-2020).

Mereka berharap dapat tempat naungan dari kejamnya rezim di negeri asal mereka. Pemerintah Myanmar dan Entitas Budha mengusir dan memperlakukan mereka dengan sangat kejam. Rumah di desa mereka dibakar sampai habis, mengusir mereka. (dunia.tempo.co, 27-06-2020). Tak tahu sampai kapan mereka mengalami itu. Menumpang di negeri orang. Jauh dari kampung halaman dan tak diakui kewarganegaraan oleh negeri asalnya.

Padahal Rasulullah saw pernah bersabda "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain ia tidak akan menzholiminya dan tidak meninggalkannya bersama orang-orang (hal-hal) yang menyakitinya. Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim, maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di hari kiamat". (Mutafaq 'alaih)

Dalam sejarah dunia, kaum muslimin saja tak pernah memperlakukan non muslim dengan biadab. Karena Allah dan RasulNya selalu menyuruh manusia agar berlaku baik terhadap umat lain. (Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara)

Hanya karena mereka seorang muslim lantas bisa diperlakukan dengan sangat sadiskah? Ini bukanlah kali pertama muslim dibantai, tapi di China, Kashmir, Palestina, India dan dimuka bumi belahan lainnya.

Padahal hilangnya nyawa satu orang muslim itu lebih berharga daripada hilangnya dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). 

Kaum muslim saat ini membutuhkan jaminan keamanan abadi. Melindungi dari penindasan, kekerasan, pengusiran dan pembantain. Ini hanya bisa dilakukan oleh seorang pemimpin yang punya kekuatan besar. Tak pernah takut dengan siapapun kecuali RabbNya. Dia akan menolong kaum muslimin dari penindasan dan memberikan jaminan keamanan. 

Hari ini tak pernah kita temui pemimpin yang seperti itu. Pemimpin muslim sangat banyak jumlahnya tapi ternyata mereka bermental pengecut. Ini terlihat dari bagaimana mereka menanggapi pembantaian pemerintah Myanmar dan pemenjaraan kaum muslim di China. Hanya karena tidak enak dengan pemerintah Myanmar ataupun China menjadi alasan untuk tidak menolong ataupun menyinggung mereka. Belum lagi karena alasan Nasionalisme menjadikan ikatan aqidah luntur. (m.cnnindonesia.com, 21-12-2020). 

Pemimpin pemberani hanya dilahirkan dari sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah. Pasalnya kurang lebih 1.300 tahun lamanya islam mampu menaungi dunia dengan keadilan. Kita ingat bahwa seorang wanita yang pernah dilecehkan mengadu pada Khalifah al Mu'tasim Billah. Khalifah membela mati-matian wanita tersebut, dengan mengirimkan pasukan yang sangat banyak jumlahnya. Kemudian ada Sultan Abdul Hamid ll yang tak pernah sudi menjual dan memberikan tanah palestina pada Zionis Yahudi, kecuali jika sultan sudah tiada. Padahal Zionis Yahudi mau membelinya dengan harga yang sangat mahal.

Demikianlah sepanjang sejarah kejayaan Islam tak pernah seorang pemimpin membiarkan rakyatnya diperlakukan semena-mena meski hanya satu orang. Sebab dalam Islam seorang pemimpin adalah junnah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dipimpinnya. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).[]

Oleh: Meita Ciptawati 
Pemerhati Masalah Remaja

Posting Komentar

0 Komentar