Barat Memahami Kelemahan Umat Islam



Moshe Dayan salah seorang perwira militer sekaligus juga jurnalis terkemuka Israel pernah menulis 3 kelemahan umat islam, yaitu :

1. Umat islam umumnya tidak peduli dengan sejarah, bahkan sejarah umat islam sendiri

2. Kebanyakan umat islam umat yang spontan dan tidak terencana, bahkan tidak suka merancang sesuatu dengan detail termasuk untuk mengalahkan negara Israel hari ini atau merancang sesuatu yang lain

3. Umat islam sangat malas, termasuk malas membaca buku dan kitab mereka sendiri

Ketika artikel ini di publish, banyak warga Yahudi melakukan protes karena mereka khawatir umat islam akan membenahi kelemahan-kelamahan yang diungkapkan tersebut. Tetapi, menurut Moshe Dayan ”Kita orang yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak suka membaca”. 

Setelah mengungkap rencana Zionis untuk menduduki Palestina–dipublikasikan pertama kali lima puluh tahun sebelum Pendudukan-mantan Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan ditanya dalam sebuah wawancara: “Apakah Anda tidak takut orang-orang Arab akan membaca rencana Anda dan mempersiapkan diri mereka?” 

Moshe Dayan hanya berkomentar, ”Yakinlah, orang-orang Arab adalah bangsa yang tidak membaca, dan jika mereka membaca mereka tidak mengerti, dan jika mereka memahami mereka tidak bertindak.” (dikutip DR Raghib As-Sirjani dalam bukunya; Spritual Reading; hidup lebih bermakna dengan membaca; terbitan Aqwam 2007)

Sedangkan menurut An-Nabhani di dalam kitabnya Nizhomul Islam menyatakan :

"Kaum Muslim tidak pernah mengalami kemunduran dari posisinya sebagai pemimpin dunia selama tetap berpegang teguh pada agamanya. Kemunduran kaum muslim mulai tampak tatkala mereka meninggalkan dan meremahkan ajaran ajaran agama; membiarkan peradaban asing masuk menyerbu negeri negeri mereka; membiarkan paham paham barat bercokol dalam benak mereka."

Bahwa kelemahan umat islam terjadi ketika mereka meninggalkan dan meremehkan ajaran islam, dan membiarkan peradaban asing masuk menyerbu negeri-negeri mereka, termasuk menjadikan umat islam enggan lagi untuk membaca dan memahami hukum-hukum islam. Terlebih lagi paham-paham barat telah bercokol didalam benak, pikiran dan perilaku para pemuda-pemuda islam dan umat islam secara umum.

Kitab-kitab Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani lainnya juga banyak menuliskan tentang faktor-faktor kemunduran umat Islam, selain daripada kehancuran dan hilangnya penjaga umat yaitu Khilafah Islamiyah. Paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan umat islam mundur; yang pertama adalah meniggalkan bahasa arab, dan yang kedua masuknya pemkiran filsafat. Bahasa adalah salah satu sarana untuk memahami bacaan, wajar bila umat islam tidak lagi mau membaca, bisa jadi kelemahan mereka dalam membaca karena tidka menguasai bahasa arab.

Meninggalkan bahasa Arab dan tidak memahami bahasa Arab terjadi di tengah-tengah umat islam. Umat islam tidak lagi memahami bahasa arab sebagaimana para sahabat dan beberapa zaman selepasnya memahaminya. Syeikh Taqiyuddin al-Nabhani merincinya lebih jauh lagi yakni terjadinya stagnasi pemikiran karena tertutupnya pintu ijtihad dan tidak mampu memahami hukum-hukum al-Quran dan al-Sunnah. Kelemahan memahami membuahkan kesalahan atau lemahnya konsistensi mengamalkan Islam, dimana hal ini jelas menghasilkan kemunduran, kehinaan, sedangkan kemuliaan kaum Muslim terletak pada Islam. (Abu Naveed,  2017)

Kelemahan yang sangat tinggi terhadap bahasa Arab akhirnya terjadi pemisahan potensi bahasa arab dan potensi islam. Bahasa sebagai potensi untuk  memahami tsaqafah Islam (al-Quran dan al-Sunnah).
Faktor lain yang menyebabkan umat islam mundur adalah masuknya pemikiran filosof, khususnya penggunaan logika (mantik), telah merambah hampir ke seluruh bidang; mulai dari bidang akidah, usul fikih hingga tasawuf—meski fikih tetap harus dikecualikan dari penggunaan logika tersebut.

Berfikir filsafat menyebabkan umat islam telah hilang ketajaman intelektual dalam menyelesaikan persoalan. Daya kreativitas mereka menjadi tumpul. Ushul fikih berkembang, tetapi ijtihad mandeg; bukan semata-mata karena adanya seruan ditutupnya pintu ijtihad, tetapi juga karena hilangnya vitalitas ushul fikih sebagai kaidah istinbâth (penggalian hukum). Kejumudan kaum Muslim sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan baru yang silih berganti, yang mereka hadapi. (Maghfur, 2008)

Beban umat islam semakin hari semakin berat. Karena itu, ketika Barat bangkit dengan renaissance-nya, mereka pun bingung: menerima kemajuan Barat, dengan segala produknya, atau menolaknya. Pada saat itu, ada yang secara ekstrem menolak segala produk Barat, dan ada yang sebaliknya. Hanya saja, tidak ada satupun di antara mereka yang bisa membedakan: mana tsaqâfah, dan mana ‘ulûm; mana hadhârah dan mana madaniyah.

Karena dua faktor tersebut, maka selanjutnya, tepat pada tanggal 3 Maret 1924 M, pemberlakukan hukum Islam pun diakhiri dengan dibubarkannya institusi Khilafah, dan dibekukannya Islam oleh Kamal Attaturk. Setelah itu, sampai saat ini, kehidupan kaum Muslim terus terpuruk. Umat islam tidak lagi memahami islam, dan tidak mau lagi mengkaji dan mempelajari islam. Termasuk membaca. Wallahu'alam.[]

Oleh Wandra Irvandi, S. Pd. M. Sc.

Posting Komentar

0 Komentar