Tingginya Kekerasan Seksual pada Anak: Sebuah Potret Kegagalan Sistem Liberal Sekulerisme Menciptakan Dunia yang Aman bagi Perempuan


Mencuat kisah dua remaja yang sama-sama mengalami tindak kekerasan seksual, yaitu salah satunya seorang remaja berusia 16 tahun diperkosa secara bergilir oleh 7 orang laki-laki di Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Setelah kejadian itu, korban jatuh sakit hingga meninggal dunia [1]. Dan yang kedua adalah NF siswa SMP berusia 15 tahun yang sempat viral karena membunuh balita tetangganya ini sedang hamil. NF ternyata menjadi korban pemerkosaan hingga menyebabkan dirinya hamil [2].

Kisah tragis remaja 16 tahun berawal ketika korban bertemu dg salah satu pelaku berinisial F, yg adalah kekasihnya yg dia kenal lewat Facebook sepekan sebelumnya. Pada tanggal 18 April 2020 itulah mereka bertemu dan F bersama 6 temannya melancarkan aksi bejatnya dengannterlebih dulu memberi korban tiga butir pil eximer.

Semenjak kejadian itu, korban jatuh sakit dan mengalami perubahan fisik dan psikis. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Khusus Jiwa Darma Graha Serpong dari tanggal 26 Mei 2020 hingga 9 Juni 2020, dua hari kemudian korban meninggal. Akhirnya keluarga melaporkan kasus tersebut ke polsek pada 12 Juni 2020.

Sedangkan nasib tragis NF diketahui saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pembunuhan. NF berada dalam dua posisi sekaligus, yaitu sebagai pelaku pembunuhan dan menjadi korban kekerasan seksual. Pelakunya adalah dua orang terdekat yaitu sepupu ibu tiri dan cucu dari kakak ibu tiri serta kekasihnya.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan bahwa apa yang dituangkan oleh NF dalam gambar yang sempat viral tersebut adalah apa yang dilakukan oleh sang kekasih saat memperkosanya. Pacarnya punya kelainan seksual, diikat, dikasih lilin. Harry menjelaskan bahwa aksi pembunuhannya adalah pelampiasan NF.

Kisah tragis dua remaja perempuan akibat kekerasan seksual ini hanya sebagian kecil dari ribuan kasus yang tidak terekspos media. Faktanya Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat ada 17.088 kasus kekerasan seksual yang terjadi selama 2016-2018. Jadi setiap hari setidaknya ada dugaan delapan perempuan yang diperkosa di Indonesia. Pasalnya pusaran arus sekulerisme liberalisme menjadi menjadi faktor utama yang mendulang maraknya nasib tragis perempuan. Masihkah dunia ini aman bagi perempuan?

Liberal Sekulerisme Menyuburkan Kekerasan Seksual Anak Perempuan sehingga Mengoyak Rasa Aman

Tak dapat disangkal, dunia saat ini dikuasai oleh sistem Kapitalisme yang menjadikan sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan sebagai akidah yang diembannya. Dan menjadikan liberal atau kebebasan bertingkah laku menjadi gaya hidupnya.

Alhasil, peradapan yang dihasilkannya rapuh, ibarat pohon telah rusak dari akarnya, pohonnya menjadi pesakitan dan buah yang dihasilkannya pun busuk. Atas nama kebebasan, manusia berbuat sesuai dengan hawa nafsunya menjadikan perbuatannya halal saja dilakukan olehnya. Mereka berlindung dibalik kata hak asasi manusia, merasa bebas berperilaku sesuka kehendaknya.

Pusaran arus liberal sekulerisme benar-benar telah menghancurkan generasi, tercipta darinya generasi yang hedonis serta individualis. Tidak lagi dikenali akan adanya batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Tak khayal kebebasan pergaulan dikalangan remaja membuat mereka terjerumus dalam jurang kenistaan. Sex bebas menjadi jalan pintas remaja labil yang mendewakan hawa nafsunya. Hingga tak jarang berujung pada kekerasan seksual.

Liberal Sekulerisme yang mendewakan pergaulan bebas tidak sekedar menciptakan kekerasan seksual pada remaja perempuan, namun juga dikalangan remaja semakin merebak sex bebas, sex sejenis, narkoba, miras, tawuran, bullying dan masih banyak lagi kasus-kasus kenakalan remaja. Bahkan telah terjadi 'lost generation", produk generasi peradaban sekuler saat ini telah menunjukkan kebobrokannya.

Faktor-faktor inilah yang merupakan perintis jalan pelecehan, atau faktor-faktor yang berpotensi memupuk pola pikir atau perilaku berbahaya di dalam diri laki-laki yang membahayakan keselamatan perempuan. Faktor-faktor kunci ini adalah sebagai berikut:[3]

Pertama, adopsi kebebasan pribadi dan kebebasan seksual mendorong individu untuk bertindak berdasarkan pengejaran hasrat dan hawa nafsu individualistik mereka sendiri, alih-alih memupuk pola pikir berdasarkan akuntabilitas kepada Al-Khaliq dan ketaatan terhadap perintah dan hukum-Nya, yang termasuk rasa hormat, perlakuan yang baik, dan perlindungan atas perempuan.

Hal ini dapat menyebabkan banyak laki-laki menggunakan dan melecehkan perempuan sekehendak mereka. Konsep-konsep liberal yang memuja pengejaran kesenangan juga mempromosikan gaya hidup hedonis, termasuk konsumsi alkohol dan obat-obatan yang memabukkan pikiran dan merupakan faktor penyebab kuat kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, film, drama, dan video musik yang dipromosikan oleh budaya liberal telah menurunkan sensitivitas (membuat orang terbiasa) terhadap kekerasan terhadap perempuan melalui penggambaran yang berulang tentang pelecehan di dalam alur cerita, sehingga memperburuk masalah lebih lanjut.

Kedua, devaluasi status perempuan dengan membolehkan objektifikasi dan seksualisasi mereka di dalam iklan serta dalam industri kecantikan, mode, hiburan, bahkan pornografi dan prostitusi di bawah sistem kapitalis yang menghargai keuntungan dan produksi kekayaan di atas menjaga martabat perempuan, juga telah berkontribusi pada penganiayaan dan pelecehan perempuan, termasuk kejahatan seksual serta eksploitasi dan perdagangan seksual.

Ketiga, di bawah rezim dan sistem non-Islam sekuler dan lainnya, di mana pikiran manusia dipromosikan sebagai penengah bagi tindakan dan tradisi daripada perintah Tuhan, tradisi-tradisi budaya, dan adat istiadat non-Islam yang menindas dan misoginis, telah berkembang. Kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan tradisional busuk yang diwariskan ini, yang tidak ada kaitannya dengan Islam sama sekali, seringkali mendorong pandangan yang rendah terhadap perempuan.

Selain itu, tidak adanya aturan dan hukum yang meyakinkan dan memuaskan untuk mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan serta tidak adanya hukuman yang memadai untuk setiap pelanggaran terhadap kehormatan dan martabat perempuan, telah menyebabkan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam eskalasi yang tidak dapat dikendalikan.

Liberal Sekulerisme membelenggu generasi dan menjadi faktor utama meningkatnya kekerasan seksual. Sungguh perempuan dalam pusaran liberal sekulerisme saat ini bernasib tragis. Potensi perempuan sebagai pencetak peradaban telah diamputasi sejak dini, dihancurkan masa depannya.

Peran Masyarakat dan Negara Menciptakan Rasa Aman bagi Perempuan Khususnya Anak dari Tindak Kekerasan Seksual di Tengah Pusaran Sistem Liberal Sekularisme

Dalam kasus dua remaja perempuan yang penulis paparkan diatas, menunjukkan telah hilang peran keluarga dalam memberikan penjagaan. Keluarga yang seharusnya menjadi orang pertama melihat perkembangan anak yang beranjak remaja dan menjadi penjaga mereka, namun malah memberikan kebebasan bertingkah laku dan terkesan abai dalam penjagaan.

Bahkan banyak kasus terjadi, orangtua atau keluarga yang seharusnya menjadi yang pertama melindungi, malah yang menjadi pemeran utama dalam menghancurkan masa depan mereka.

Sikap masyarakat bahkan keluarga, dimana telah hilang perasaan was-was atau khawatir ketika mendapati anak mereka pacaran. Menganggapnya bukan lagi hal yang melanggar syariat, bahkan lumrah adalah penyumbang terbesar rusaknya generasi.

Akhirnya menjadi sebuah biasa ketika dalam pusaran arus sekulerisme liberalisme remaja-remaja saat ini lebih suka memperturutkan hawa nafsunya hanya demi kesenangan sesaat. Aturan-aturan syariat telah dilanggar, tidak lagi terlihat jelas batasan hitam dan putih. Gaya hidup sekuler liberal menjadikan nya kabur dan terlihat abu-abu.

Telah hilang rasa was-was dari hati para remaja perempuan untuk mendatangi laki-laki bukan mahram. Telah hilang rasa malu remaja perempuan ketika tergoda bujuk rayu laki-laki asing yang belum halal baginya. Dahsyatnya tidak ada lagi rasa takut pada diri remaja perempuan mengumpar gharizah nau' nya dengan jalan pacaran. Kehormatan perempuan telah dihancurkan dalam pusaran sekulerisme liberalisme.

Saat dunia telah mempertuankan hawa nafsunya, pada akhirnya perempuanlah yang menjadi korban terbesar. Ketika begitu banyak bahaya yang mengintai di luar, tidak jarang bahaya lebih besar datang dari anggota keluarga sendiri yang seharusnya menjadi pelindung utama baginya.

Hilanglah peran keluarga dan masyarakat dalam mendidik generasi, pada akhirnya mereka tanpa sadar lebih mendorong menjerumuskan pada kehancuran. Dimana pergaulan bebas sudah biasa, menabrak syariah Islam tidak lagi dihantui dosa, sehingga standar kualitas generasi yang tercetak adalah mereka generasi-generasi yang jauh dari agama, tidak lagi takut melanggar aturan Penciptanya.

Tak diragukan lagi semua ini ditunjang akan hilangnya peran negara dalam menjaga dan mewujudkan pendidikan generasi tangguh yang bersyaksiyah Islam. Situs-situs porno dibiarkan bertebaran dan mudah diakses oleh siapa saja tanpa batasan usia. Tontonan-tontonan layar kaca yang tidak mendidik mencontohkan gaya hidup bebas, hedonis. Negara tidak mampu memberikan rasa keadilan dan hukuman yang menjerakan pada setiap tindak kejahatan seksual, sehingga tak memberikan efek jera.

Liberal sekulerisme telah mencengkeram kuat menggerogoti peran negara, masyarakat dan keluarga dalam mendidik generasi. Liberal sekulerisme menjadi biang kehancuran generasi terutama perempuan. Menciptakan dunia yang tidak aman bagi perempuan. Tidak mampu alias impoten dalam memberikan rasa aman bagi perempuan. Di Indonesia, Komnas Perempuan mengkonfirmasi setiap hari setidaknya ada delapan perempuan yang diperkosa. 

Sedangkan, satu dari tiga perempuan di seluruh dunia akan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam hidup mereka (WHO, 2013). Satu dari tiga perempuan di negara-negara Uni Eropa telah mengalami kekerasan fisik atau seksual hingga usia 15 tahun (survei Agensi Uni Eropa untuk Hak-Hak Mendasar tahun 2014 terhadap 28 negara anggota Uni Eropa). Di AS, satu dari lima perempuan pernah diperkosa sepanjang hidup mereka (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit).[3]

Sebuah kenyataan yang memilukan, saat ini dalam pusaran arus liberal sekulerisme, dunia benar-benar tidak mampu menjaga semua perempuan dari kekerasan seksual dan impoten memberi rasa aman bagi perempuan.

Oleh karenanya, selama negara-negara terus diperintah oleh sistem kapitalis, selama kebebasan dan gaya hidup liberal sekulerisme terus dipromosikan di dalam masyarakat, selama tidak ada aturan dan regulasi yang jelas untuk membentuk interaksi laki-laki dan perempuan demi mencegah pelanggaran terhadap kehormatan keduanya, serta selama hukuman atas serangan kepada perempuan tidak cukup keras, maka skala kekerasan terhadap perempuan akan terus berlanjut dan kemungkinan besar akan semakin buruk.

Strategi Islam Menciptakan Dunia yang Aman bagi Perempuan hingga Mampu Mengurangi Tingginya Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Islam membedakan anak-anak dengan baligh bukan berdasarkan pada batasan usia, melainkan bergantung pada kematangan fisik dan pemikiran seseorang. Kemudian Allah mewajibkan beberapa aturan kepada setiap laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh dan memberlakukan hukuman tertentu kepada siapapun yang melanggar ketentuan tersebut.

Islam memberikan tempat yang mulia dan istimewa bagi perempuan. Islam mejaga perempuan dari semenjak janin, menjadikan yang istimewa sebagai anak perempuan bagi orangtuanya, hingga memuliakannya sebagai ibu pencetak generasi peradaban.

Allah Swt menjamin hak hidup bagi anak-anak perempuan sejak dalam masa kandungan. Sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena khawatir kemiskinan, Kamilah yang memberikan rizki kepada mereka dan kalian, sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
(QS. Al-Isra: 31)

Imam Thabary berkata: yang dimaksud adalah khawatir akan keterbatasan dan kemiskinan, dan firman Allah itu ditujukan untuk orang-orang Arab karena mereka membunuhi anak-anak perempuan mereka karena khawatir jatuh miskin jika menafkahi mereka”. 

Dalam Islam anak perempuan tidak dianggap sebagai beban ekonomi atau aib yang memalukan dan hina, namun ia merupakan "buah hati dan cahaya mata" sebagaimana yang dikatakan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. 

Adapun membunuh janin yang masih berada dalam kandungan ibunya ketika diketahui keluarganya tidak menginginkannya, seperti misalnya karena jenis kelaminnya perempuan padahal orang tuanya menghendaki laki-laki, juga haram hukumnya, dan terdapat sanksi uqubat di dalamnya Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah dan lafazh ini menurut al-Bukhari, Abu Hurairah berkata:

"Dua orang wanita dari Hudzail berkelahi lalu salah satu melempar yang lain dengan batu dan membunuh janin yang ada di dalam perutnya, lalu mereka membawa perkara itu kepada Rasulullah Saw., dan beliau memutuskan bahwa diyat janin wanita itu adalah setengah diyat untuk bayi perempuan atau laki-laki..."

Islam memberi aturan yang mewajibkan pengurusan, perlindungan dan penghormatan terhadap perempuan sejak kelahiran hingga kematiannya. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan, lalu dia bersabar, memberi mereka makan, minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi tameng baginya dari api neraka pada hari kiamat."

Bahkan Islam memberikan tunjangan kepada perempuan dari baitul mal sejak kelahirannya, menjamin terpenuhi hak pengasuhannya, makanan dan pakaiannya, dan menjadikannya sebagai kewajiban yang harus dipenuhi negara, yakni penguasa, karena merekalah pemelihara urusan rakyat.

Dari Aisyah ra. ia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda di rumahku ini, "Wahai Allah Barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka sulitkanlah ia dan barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia bersikap lemah lembut dengan mereka maka kasihanilah ia." (HR. Muslim)

Umar ra. pernah memerintahkan untuk menyapih anak-anak, ketika ia mendengar tangisan seorang anak karena ibunya ingin menyapihnya sebelum waktunya, Umar pun berkata, "O, kesengsaraan bagi Umar, berapa banyak anak-anak kaum muslimin yang telah dibunuh". Kemudian ia mengumumkan bahwa tidak perlu terburu-buru dalam menyapih anak-anak, dan ini berlaku untuk seluruh kaum muslimin. 

Demikianlah dalam Islam dengan kebijakan ekonominya, perempuan hidup dalam kemuliaan dan terpenuhi kebutuhan seluruh dasarnya. Khalifah berkata, "Menjadi kewajibanku untuk menghindarkan kalian dari kehancuran, aku menjadi ayah dari anak-anak kalian selama kalian diutus ke medan peperangan hingga kalian kembali:
(sebagian dari khutbah Umar ra. ketika menjadi khalifah, Tabaqat Ibnu Sa’ad).

Rasulullah Saw. bersabda, "Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini", kemudian beliau Saw. mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau, serta agak merenggangkan keduanya.
(HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ahmad)

Islam melarang memukul anak-anak sebelum berusia sepuluh tahun, sebagaimana sabda Rasul saw yang diriwayatkan Abu Dawud, "Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)!" dapat dipahami dari hadits bahwa pemukulan hanya untuk mereka yang telah mencapai usia 10 tahun atau lebih. Sebagaimana ia juga berkata, "Adapun sanksi berlaku untuk anak yang sudah berusia 10 tahun"

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih mereka, dari Anas ra. ia berkata, "Aku membantu Nabi Saw. di Madinah selama sepuluh tahun. Aku hanyalah seorang anak kecil, tidak semua pelayanan yang aku berikan sesuai dengan hati sahabatku (Nabi Saw). Namun beliau tidak pernah mengatakan 'Hei..! ' Sama sekali kepadaku. Beliau juga tidak pernah mengatakan, "Kenapa kamu lakukan ini! atau Kenapa tidak kamu lakukan begini!"
(Muttafaq 'alayh)

Demikianlah syari'at Islam menjamin hak pengasuhan anak secara sempurna baik perempuan atau laki-laki, tanpa diskriminasi sedikitpun. Bahkan anak perempuan menjadi fokus perhatian dan penghormatan dari keluarga, masyarakat dan negaranya yakni khilafah rasyidah yang ia juga mendapatkan hak pendidikan sebagaimana anak laki-laki. Hal ini nampak dalam aturan Islam secara umum, khususnya kewajiban menuntut ilmu yang berlaku secara umum. Allah Swt. berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan." (QS. At-Tahrim: 6)

Inilah ayat yang mejadi landasan kewajiban mendidik dan membina keluarga juga amar makruf dan nahyi munkar. 

Budak perempuan saja dianjurkan oleh Rasulullah Saw. untuk mendidiknya, apalagi anak-anak perempuan yang merdeka? Rasulullah Saw. juga meluangkan khusus satu hari bagi perempuan untuk mengajarkan mereka tentang agama Islam. 

Diriwayatkan oleh Bukhari rahimahullah, Rasulullah bersabda, "Tiga golongan yang mendapatkan pahala ganda... Siapa saja yang memiliki satu budak perempuan lalu dia mengajarkan ilmu dan adab dengan sebaik-baiknya. Kemudian, dia merdekakan dan menikahinya maka dia mendapat dua pahala."

Bukhari ra meriwayatkan, dari Sa'id al-Khudri ra. ia berkata, "Para perempuan berkata kepada Rasulullah, "Kaum lelaki lebih banyak bergaul denganmu daripada kami, maka jadikanlah suatu hari untuk kami". Nabi menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka guna menasehati dan memerintah mereka."

Ibnu Hajar berkata, terdapat hadits serupa yang diriwayatkan Sahl bin Abi Shalih dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda, "Tempat untuk belajar di rumah fulanah, kemudian Beliau mendatangi mereka dan mengajarkan mereka" (Fathul Bari 1/95)

Sebagaimana Islam memprioritaskan perlindungan anak-anak perempuan, melarang segala jenis serangan terhadap mereka, dan membuat aturan yang ketat terkait hal tersebut. Seperti hukum syari'ah yang membahas kemurnian, kesucian tubuh dan wajib menutupnya dan memuliakannya.

Islam juga melarang segala pelanggaran kehormatannya dalam bentuk apapun. Baik pada masa Rasulullah maupun masa kekhilafahan setelahnya tidak terdengar serangan terhadap anak-anak perempuan maupun perempuan dewasa. Setiap orang pada masa itu, orang baik dan orang jahatnya mengetahui kedudukan perempuan dan haram hukumnya melanggar kehormatannya. 

Bahkan negara khilafah memelihara dan menjaga mereka, hingga ada pepatah "kehormatan perempuan adalah kehormatan sultan", karena sultan merupakan pelindung kehormatan kaum muslim dan ahlu dzimmah secara keseluruhan. 

Masih banyak lagi hukum syari'ah yang berkaitan dengan pemeliharaan, perlindungan dan pemuliaan perempuan dan anak-anak yang tidak cukup disebutkan dalam konteks ini. Di atas semua itu, jaminan bagi perempuan untuk memiliki harta, menikah dengan siapa yang ia kehendaki tidak boleh dipaksa untuk menikah dengan pria yang ia tidak inginkan, ia berhak untuk membatalkan akad jika terbukti ia dipaksa, bahkan ia berhak menuntut cerai jika ia terbukti dirugikan oleh suaminya.

Islam mempromosikan ketaqwaan di dalam setiap individu yang memelihara mentalitas akan akuntabilitas dan tanggung jawab. Islam menolak kebebasan liberal atau konsep berbahaya lainnya yang mendorong individu untuk bertindak berdasarkan hasrat dan hawa nafsu mereka, yang merupakan salah satu faktor penyebab utama kekerasan terhadap perempuan.

Syariah melarang tindakan apa saja yang merendahkan status perempuan yang juga merupakan faktor penyebab kekerasan. Jadi, Islam melarang seksualisasi dan objektifikasi atau keterlibatannya dalam pekerjaan apapun yang mengeksploitasi kecantikan dan tubuhnya.

Rafi bin Rifaa ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Nabi SAW telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan perempuan kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, "begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, menenun, dan mengurai wol."
(HR. Abu Dawud)

Islam menuntut status prestisius dan kehormatan besar bagi perempuan. Banyak nash Islam yang mewajibkan laki-laki dan masyarakat untuk memandang dan Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
(QS. An-Nisaa: 19)

Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya, perempuan adalah belahan laki-laki. Tidaklah kalian menghormati mereka, kecuali bahwa kalian akan mendapat penghormatan. Dan tidaklah kalian melecehkan mereka, kecuali bahwa kalian akan dilecehkan pula."
(HR. Abu Dawud)

Beliau juga bersabda, ‏"Hendaknya kalian berwasiat yang baik untuk para perempuan."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Islam dengan tegas melarang segala bentuk serangan atau kekerasan terhadap perempuan, baik di dalam rumah maupun di jalanan. Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah kalian pukul hamba-hamba Allah yang perempuan." (HR. Ibnu Majah)

Sistem sosial Islam menempatkan perlindungan terhadap martabat perempuan pada inti hukum-hukumnya, sekaligus memainkan peran sentral dalam membangun penghormatan terhadap perempuan sebagai prinsip utama masyarakat. Hukum-hukum sosial Islam ini, seperti pemisahan laki-laki dan perempuan (infishal) kecuali kebutuhan yang ditentukan oleh Syariah, ketentuan dalam pakaian khusus untuk perempuan yang menyembunyikan kecantikannya, larangan seorang laki-laki dan perempuan non-Mahram untuk berduaan (khalwat), dan kewajiban untuk menjaga kesucian, semuanya membantu mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, mengarahkan hubungan seksual hanya pada pernikahan.

Kondisi ini membangun hubungan yang murni antara laki-laki dan perempuan, serta memelihara suasana yang penuh penghormatan sangat besar terhadap perempuan yang menjamin kerjasama yang sehat antara laki-laki dan perempuan di dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga perempuan mampu untuk belajar, bekerja, bepergian, dan terlibat di dalam aktivitas sosial lainnya di bawah lingkungan yang aman. Ini juga meminimalisasi hubungan-hubungan di luar pernikahan yang dapat mengantarkan pada kekerasan.

Khilafah akan menempatkan perlindungan atas martabat dan keamanan perempuan sebagai pilar utama kebijakan negara. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.

Khilafah akan memupuk ketaqwaaan serta status tinggi yang layak diterima perempuan di tengah masyarakat melalui sistem pendidikan dan kebijakan medianya. Khilafah akan menerapkan hukum-hukum sistem sosial Islam secara komprehensif di dalam negara, yang akan memberikan kerangka kerja praktis untuk melindungi martabat perempuan.

Khilafah akan melarang segala bentuk seksualisasi atau eksploitasi perempuan. Khilafah juga akan menggunakan sistem pendidikan dan sistem peradilannya untuk memberantas praktik-praktik tradisional yang menindas. Khilafah akan menerapkan hukuman keras Islam untuk segala bentuk serangan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dan kejahatan seksual. Hukum-hukum pidana ini termasuk hukuman mati untuk pembunuhan atau pemerkosaan.[]

Oleh: Dewi Srimurtiningsih, Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo, Analis Mutiara Umat

Referensi:

1. https://m.detik.com/news/berita/d-5052831/pilu-remaja-diperkosa-7-pria-masuk-rsj-hingga-meninggal-dunia?single=1

2. https://newsmaker.tribunnews.com/amp/2020/05/15/6-fakta-pembunuhan-di-sawah-besar-nf-diperkosa-kekasih-yang-kelainan-seksual-ungkap-permintaan-ini?page=all

3. Buklet "Apakah Kedok Kesetaraan Gender telah Terbongkar?"

Posting Komentar

0 Komentar