Propaganda Khilafah-isme: Sebuah Upaya Kriminalisasi Ajaran Islam yang Harus Dilawan


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP akhirnya setuju agar pasal yang menjadi polemik publik dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dihilangkan. RUU tersebut belakangan menuai kontroversi karena dikhawatirkan disusupi oleh paham komunisme.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya pada Ahad (14/6), bahwa terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus. (Republika.co.id: Jakarta, 14 Juni 2020)

Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu juga sepakat untuk menambahkan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Hasto mengatakan, ideologi yang bertentangan dengan Pancasila itu misalnya marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme.

Tentu saja, pernyataan ini membuat publik gempar. RUU HIP yang dipermasalahkan publik adalah potensi kembalinya komunis dan tidak terkait dengan radikalisme apalagi khilafah-isme.

Jika RUU HIP dengan tambahan radikalisme dan khilafah-isme ini disahkan menjadi UU maka penguasa akan memburu siapapun yang mendakwahkan khilafah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila. Padahal mendakwahkan khilafah adalah bagian dari kebebasan berpendapat dan menjalankan ajaran agama yang dilindungi oleh UUD 1945.

Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam adalah termasuk mahkota kewajiban. Karena hanya dengan Khilafah seluruh hukum Islam akan dapat diterapkan. Khilafah juga bersumber dari wahyu Allah SWT, sehingga tidak layak dan tidak pantas disematkan sufiks -isme. 

A. Propaganda Khilafah-isme Mendistorsi Ajaran Islam

Penyebutan khilafah-isme untuk sistem khilafah adalah bentuk penistaan terhadap ajaran Islam. Apalagi ketika Khilafah yang berasal dari Allah disetarakan dengan ajaran Marxisme-Komunisme dan Kapitalisme-Liberalisme yang notabene hasil ciptaan manusia.

Sesungguhnya pernyataan seperti itu merupakan penghinaan terhadap ajaran Islam dan menggambarkan permusuhan nyata pada ajaran Islam yang sangat mulia. Pernyataan ini juga ada indikasi kuat dalam upaya menutupi dari masalah yang sebenarnya terjadi di negeri ini. 

Istilah “radikalisme” dan “khilafah-isme” adalah bentuk narasi yang digunakan untuk menyasar umat Islam. Khilafah adalah ajaran Islam, tidak pantas dikriminalisasi. Sementara radikalisme hingga saat masih bersifat obscure dan lentur. Radikalisme cenderung dipakai secara legal dan konstitusional untuk menggiring bahkan sampai menggebuk orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah.

Jadi, tepat jika dikatakan bahwa narasi “khilafahisme” dan “radikalisme” adalah sebuah alat propaganda. Dalam dunia politik, propaganda adalah metode sekaligus alat yang sangat efektif untuk mendapatkan keuntungan posisi politik sekaligus menjatuhkan posisi politik lawan yang dilakukan lebih dari satu kali atau secara terus menerus (repetitive action).

Propaganda adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Bahkan, propaganda dapat dilihat dari konteks kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi.

Dalam propaganda politik, umumnya melibatkan usaha pemerintah, partai atau golongan untuk pencapaian tujuan strategis dan taktis, dan kegiatan popaganda politik itu sendiri mencakup penyebaran doktrin, penyebaran keyakinan politik tertentu. Secara umum, wujud dari propaganda dapat dilihat dari proses penyampaian gagasan, ide/kepercayaan, atau doktrin dalam rangka mengubah opini, sikap, dan perilaku individu/kelompok, dengan teknik-teknik memengaruhi dalam suatu interaksi politik, baik skala lokal, nasional, regional maupun internasional.

Penyebutan “khilafahisme” masuk dalam teknik propaganda penjulukan (name calling). Teknik ini merupakan teknik propaganda dengan cara memberikan sebuah ide atau label yang buruk kepada orang, gagasan, objek agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya. Pemberian label buruk tersebut bertujuan untuk menjatuhkan atau menurunkan kewibawaan seseorang atau suatu ajaran yang agung.

Dalam term literatur Islam, kondisi saling melabeli dengan julukan ini sering disebut dengan “perang istilah” (harb al-musthalahat). Perang ini merupakan perang dengan suatu agenda besar, yaitu menimpakan bahaya dan kehancuran pemikiran dan politik kepada lawan. Caranya dengan menggunakan istilah sebagai alat untuk melemahkan, menyesatkan atau mencitraburukkan lawan. 

Perang Istilah telah digunakan oleh musuh-musuh Islam sejak awal perjuangan Nabi SAW di Makkah. Kaum Quraisy di Makkah telah menyerang Nabi SAW dengan perang istilah ini. Mereka mempropagandakan bahwa Muhammad adalah tukang sihir, dukun bahkan gila.

Serangan terhadap istilah khilafah dalam bentuk pengkerdilan dan reduksi istilah sebenarnya sudah berlangsung lama. Upaya distorsi terhadap istilah khilafah dilakukan secara terus-menerus dan oleh lintas gerenasi. Rasyid Ridha (1865-1935) dengan bukunya yang berjudul al-Khilafah, juga Ali Abdurraziq (1888 – 1966) dengan bukunya al-Islam wa Ushul al-Hukm, merupakan dua tokoh yang mengawali upaya pendistorsian makna khilafah.

Ditinjau dari sisi manapun, upaya mendistorsi ajaran Islam adalah kesia-siaan, karena telah menyalahi syariat dan konsensus ulama. 

Pertama, syariat telah memerintahkan kepada kita untuk menjadikan Rasulullah sebagai uswah (teladan) dalam semua hal, termasuk dalam hal mengelola negara. Semua yang datang dari Nabi adalah wahyu. As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang nilai kebenarannya sama dengan al-Quran karena sama-sama berasal dari wahyu. Allah SWT berfirman yang artinya, “Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menuruti kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepada dirinya).”[9]

Kedua, kewajiban untuk mengangkat khalifah yang menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah adalah telah jadi konsensus (ijmak) para ulama. Jadi tidak ada pengingkaran di kalangan ulama terdahulu terkait kewajiban menerapkan sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah yakni khilafah, kecuali mereka yang menyimpang dari ijmak.

Busuknya upaya mendistorsi ajaran Islam merupakan konfirmasi atas kebenaran firman Allah SWT,

يُرِيدُونَ أَن يُطۡفِئُواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. al-Taubah: 32)

B. Khilafah Ajaran Islam tidak tepat disematkan sufiks-isme

Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna. Ajaran Islam itu mencakup banyak hal termasuk pemerintahan. Hal itu sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَيَوْمَ نَـبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰۤؤُلَآ ءِ  ۗ  وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْـكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّـكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

"Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 89)

Abdullah Ibn Mas’ud ra menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya, “Sungguh Dia (Allah) telah menjelaskan untuk kita semua ilmu dan semua hal”.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah melalui Al-Quran telah menjelaskan semua hal, tentu termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hanya saja, simpul penting pemerintahan Islam itu justru yang pertama kali lepas. Inilah sebabnya umat menjadi asing dengan salah satu ajaran Islam ini. 

Nabi SAW bersabda,

لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ، عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

“Sungguh simpul-simpul Islam akan terurai satu persatu, setiap kali satu simpul terlepas manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya, dan simpul yang pertama lepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat” (HR. Ahmad).

Maksud dari kalimat ( وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ)  adalah ajaran pertama di dalam Islam yang mengalami penyimpangan hingga akhirnya ditinggalkan oleh kaum muslim yaitu  pemerintahan. Hal ini juga selaras dengan apa yang dijelaskan Imam al-Shan’ani dalam menjelaskan frase tersebut, yaitu digantinya hukum-hukum Islam.

Khilafah memiliki makna yang khas dan agung dalam Islam. Al-Khalifah (الخليفة) secara bahasa berasal dari kata khalafa, yang secara bahasa bermakna ”pengganti”. Jamak dari kata khalifah adalah khulafa dan khala’if. Kata-kata ini bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Quran, seperti QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-An’âm: 165, dan QS. Al-Naml: 62.

Adapun makna syar’i dari istilah khalifah identik dengan al-Imam al-A’zham (imam yang teragung). Imam al-Ramli mendefinisikan dengan,

الخليفة هو الإمام الأعظام, القائم بخلافة النبوة, فى حراسة الدين وسياسة الدنيا

“Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”

Penulis al-kitab Ajhizah al-Daulah al-Khilafah menampilkan definisi yang lebih praktis,

الخليفة هو الذي ينوب عن الأمة في الحكم والسلطان، وفي تنفيذ أحكام الشرع

”Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam hukum dan pemerintahan, dan dalam menerapkan hukum-hukum syara’.”

Adapun asal usul kata khilafah, kembali kepada ragam bentukan kata dari kata kerja khalafa, jika khalifah adalah sosok subjek pemimpin, maka istilah khilafah digunakan untuk mewakili konsep kepemimpinannya. Istilah khalifah, imam dan amirul mukminin adalah kata yang sinonim. Demikian juga dengan istilah khilafah dan Imamah. 

Imam al-Mawardi mendefinisikan khilafah sebagai,

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به

“Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta politik yang sifatnya duniawi."

Adapun Imam al-Juwaini memberikan definisi,

الإمامة رياسة تامة، وزعامة تتعلق بالخاصة والعامة في مهمات الدين والدنيا

“Imamah itu adalah kepemimpinan yang sifatnya utuh, dan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum dan khusus dalam urusan-urusan agama maupun dunia.”

Definisi yang jami’ dan mani’ adalah,

الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم

“Khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya umum bagi kaum muslim secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syara’ serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”

Jelaslah, bahwa istilah khalifah, imam, amirul mukminin, khilafah, dan imamah memiliki akar normatif dan historis yang sangat kokoh, ia bersumber dari dalil-dalil syariah.

Khilafah adalah ajaran Islam. Oleh karena itu siapa saja yang memperjuangkannya bukan pelaku kriminal. Mengusahakan tegaknya khilafah adalah wujud ketaatan pada agamanya. Memburu dan menangkap orang yang hendak mengamalkan agamanya adalah bentuk permusuhan pada kaum muslimin. Khilafah adalah ajaran Islam yang agung dari Allah SWT. Khilafah sistem pemerintahan dalam Islam, sekaligus sebagai metode pelaksanaan syariat secara kaffah (menyeluruh).

Khilafah bukan ideologi, karena ideologi merupakan ide dasar yang mendasari semua pemikiran yang dibangun di atasnya. Ideologi adalah pemikiran mendasar yang melahirkan sistem kehidupan. Sedangkan khilafah adalah ajaran Islam tentang sistem pemerintahan, pelaksana hukum syariat dan dakwah.

Khilafah juga bukan “isme” karena ia ajaran Islam yang bersumber dari wahyu, sedangkan isme berasal dari akal dan hawa nafsu manusia. 

Dalam Wikipedia, sufiks -isme berasal dari Yunani -ismos, Latin -ismus, Prancis Kuno -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan suatu paham atau ajaran atau kepercayaan. Beberapa agama yang bersumber kepada kepercayaan tertentu memiliki sufiks -isme. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, “-isme sufiks pembentuk nomina sistem kepercayaan berda-sarkan politik, sosial, atau ekonomi: terorisme; liberalisme; komunisme”. 

Dengan demikian, menyebut khilafah dengan “khilafahisme” adalah kekeliruan, penyesatan, dan pengkerdilan terhadap sesuatu yang agung.

C. Strategi Umat Islam dalam Menghadapi Propaganda Khilafah-isme

Isu radikalisme terus bergulir. Mulai dari tuduhan terorisme, radikalisme, hingga yang terbaru khilafahisme. Radikalisme termasuk khilafahisme saat ini seperti arus sungai yang bertemu dengan air terjun sehingga arusnya lebih bergemuruh. 

Air terjun ini adalah simbol reaksi umat Islam karena tudingan radikalisme itu dialamatkan atau disasarkan pada umat Islam. Umat Islam merasa difitnah dan diperlakukan tidak adil.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafah-isme?

Berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafahisme:

Pertama, memberi penjelasan secara jernih dan rasional bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah. Khilafah bukan sebuah ideologi. Khilafah berasal dari wahyu Allah sehingga tidak tepat ditambah sufiks -isme dibelakangnya sebagaimana kapitalisme, liberalisme, maupun komunisme.

Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ  وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا   ۗ  يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا   ۗ  وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
(QS. An-Nur 24: Ayat 55)

Kedua, tetap berdakwah tanpa kekerasan. Karena berdakwah merupakan perintah dari Allah SWT sekaligus merupakan kebebasan berpendapat dan menjalankan ajaran agama yang dilindungi oleh UUD 1945.

Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ  مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ  عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ  وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 104)

Ketiga, membongkar kerusakan sistem kapitalisme dan sistem liberalisme yang saat ini diterapkan di negeri ini. Dan juga menunjukkan kepada masyarakat bahwa pangkal dari kekacauan dan kerusakan negeri ini adalah diterapkannya sistem buatan manusia yang mengenyampingkan aturan-aturan dari Allah SWT yang mengatur alam semesta.

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ  عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ  اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 124)

Keempat, berdoa kepada Allah agar pertolongan Allah segera hadir yaitu datangnya kembali peradaban emas Islam dengan tegaknya Khilafah yang mengikuti metode kenabian.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا   ۗ  اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 56)

Kelima, memperbanyak membaca sholawat asyghil. 

Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ   ۗ  يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 56)

Keenam, bersabar dan bertawakal kepada Allah. 

Allah SWT berfirman:

فَذَرْنِيْ وَمَنْ يُّكَذِّبُ بِهٰذَا  الْحَـدِيْثِ ۗ  سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُوْنَ 

"Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui,"
(QS. Al-Qalam 68: Ayat 44)

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

وَمَكَرُوْا وَمَكَرَاللّٰهُ  ۗ  وَاللّٰهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ

"Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 54)

Wallahu A'lam bish showab.[]

Oleh: Achmad Mu'it
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo



Referensi

1. https://republika.co.id/berita/qbwdk2396/pdip-sepakat-trisila-dalam-ruu-hip-dihapus 

2. https://makassar.tribunnews.com/2020/06/15/penyebar-paham-khilafahisme-akan-diburu-seperti-paham-marxisme-komunisme-kapitalisme-liberalisme 

3. https://kumparan.com/abdul-rivai-ras/mengenal-propaganda-politik-di-era-post-truth-1549632367408752701/full

4. Abul Fida’ Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, juz IV, hlm. 594.

5. Al-Shan’ani, al-Tanwir Syarh Jami’ al-Shaghir, juz 9, hlm. 33.

6. Al-Ramli Muhammad bin Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj fil Fiqhi ‘ala Madzhab Al Imam Al Syafi’i, Juz 7, hlm. 289.

7. Atha bin Khalil Abu al-Rasytah, Ajhizah Daulah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idarah, hlm. 20.

8. Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, juz X, hlm. 49; Khatib al-Syarbini, Mughn al-Muhtaj, juz IV, hlm. 132.

9. Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hlm. 5.

10. Abu al-Ma’ali al-Juwaini, Ghiyats al-Umam fi al-Tiyatsi al-Dzulam, hlm. 15.

11. Mahmud Abd al-Majid Al Khalidi, Qawa’id Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 225-230.

12. Prof Suteki, "Khilafahisme" dan "Radikalisme": Visi RUU HIP untuk Memerangi Ajaran Islam dan Kebebasan Berpendapat?, 2020

13. Yuana Ryan Tresna,"WACANA “KHILAFAH-ISME” ADALAH UPAYA MENDISTORSI AJARAN ISLAM, 2020

14. https://al-waie.id/fokus/perang-istilah/

15. Syawa’ib Tafsir, sub bab Syawa’ib fi Nizham al-Hukm.


Posting Komentar

0 Komentar