Mewaspadai Perilaku Menyimpang Pada Anak Usia Dini


Siang itu, sepulang dari bermain ke rumah tetangga si bungsu menceritakan kejadian aneh baginya. Dia mendapati anak laki-laki kecil melambai seperti perempuan. Anak tersebut seusia kelas dua SD. Memakai kaos kaki kemana-mana, bahkan menari gemulai di depan teman-temanya. Logat bicara dan gerak-geriknya seperti anak perempuan. Sontak kejadian tersebut membuat dia bertanya-tanya. Mengapa ada yang demikian.

Fenomena di atas mungkin juga terjadi di luar sana. Munculnya anak-anak laki-laki kecil yang melambai menjadi sebuah fakta yang miris. Namun, anehnya banyak orangtua yang membiarkan penyimpangan perilaku tersebut. Mereka mengira bahwa hal itu tidak berbahaya bagi pembentukan pola kepribadian anaknya. Padahal jika hal tersebut dibiarkan, anak akan tumbuh dengan perilaku yang menyimpang dari gendernya. Bahkan yang lebih parah lagi bisa menjadi lesbi dan waria.

Masyarakat juga membiarkan hal tersebut terjadi. Bahkan mereka menjadikan anak-anak laki-laki yang melambai sebagai hiburan dan bahan candaan. Bukan malah meluruskan perilaku yang menyimpang  tersebut. Padahal perilaku tersebut berpotensi menjadi penyakit yang menular kepada anak-anak yang lain. 

Banyak faktor yang menyebabkan anak usia dini tumbuh  kembang tidak sesui gender. Beberapa diantaranya adalah pola pengasuhan orangtua dan keluarga, masyakat yang abai, dan pengaruh media.
Pertama, pola pengasuhan kedua orangtua dan keluarga. Sejatinya orangtua adalah sekolah pertama bagi buah hatinya. Anak belajar berjalan, berbicara, berpakaian dan semua kemampuan dasar dari kedua orangtuanya. Anak adalah penerus masa depan peradaban. 

Orangtua yang cenderung membiarkan dan tidak peka pada kebiasaan anak yang menyimpang berdampak sangat negatif bagi pola kepribadian anak usia dini. Hal ini biasanya terjadi pada orangtua yang sibuk bekerja. Baik ayah maupun ibu sibuk mencari nafkah. Sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk mengawal tumbuh kembang putra-putrinya. 

Bagi sebagian orangtua materi adalah kebutuhan utama. Mereka mengira anak-anak cukup hanya mendapatkan makanan, pakaian dan mainan. Sedangkan perhatian, bimbingan dan kasih sayang tidak mereka utamakan.

Kedua, masyarakat yang abai. Dalam hal ini kontrol masyarakat sangatlah penting. Masyarakat dengan berbagai elemennya bisa memberikan pesan dan teguran kepada orangtua agar lebih waspada atas gejala penyimpangan perilaku pada anak. Masyarakat bahkan bisa memberi sanksi sosial kepada keluarga yang membiarkan anaknya tumbuh dengan perilaku penyimpangan.

Ketiga, peran media. Saat ini semua hal mudah di akses dengan sosial media. Bukan hanya sekedar TV, banyak orangtua yang memfasilitasi anak- anak mereka dengan gadget. Penggunaan gadget pada anak usia dini belum menjadi sebuah kebutuhan, lebih-lebih jika tanpa pendampingan. Anak dapat mengakses apapun tanpa batas. Sedangkan anak-anak masih belum mampu menilai benar dan salah. Anak adalah peniru yang ulung. Dia akan cenderung meniru apa yang dia suka. Sungguh sangat berbahaya. 

Sesungguhnya anak terlahir dengan fitrahnya, artinya anak terlahir menjadi hamba Allah SWT. Orangtualah yang menjadikan anak menyimpang dari fitrahnya. Dalam suatu hadits Rosulullah SAW bersabda:

" Tidaklah setiap anak dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya lah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?" ( HR.Imam Bukhori)

Maka mengasuh dan membesarkan anak harus sesuai dengan fitrah agama Islam. Bahwa di dalam Islam Allah SWT memerintahkan orangtua mendidik buah hatinya sesuai dengan gendernya. Diharamkan berperilaku menyimpang. Allah SWT melarang laki-laki menyerupai perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki. Bahkan Beliau memberikan sanksi yang tegas.

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992]

Islam juga mengajarkan agar anak laki-laki lebih di dekatkan dengan ayah, kakek dan pamannya. Hal ini supaya dia mendapat tauladan figur seorang laki-laki. Sedangkan anak perempuan harus dekat dengan ibu, nenek atau bibinya. Dengan begitu anak anak menjadi tumbuh sesuai fitrah gendernya.

Selain itu, Islam memerintahkan agar anak di bimbing dengan aqidah, menutup aurotnya sejak kecil, dan juga memisahkan tempat tidur anak-anak jika mereka menginjak usia tujuh tahun. Sehingga anak tumbuh menjadi sosok yang berkepribadian mulia. Memiliki pola pikir dan pola sikap berdasarkan aqidahnya.

Orangtua harus memberikan tauladan dan kasih sayang serta bersikap tegas jika mendapati gejala yang menyimpang pada buah hatinya. Hal ini akan lebih mudah jIka buah hati di usia dini. Selain itu orangtua wajib memilihkan teman bermain sebaya yang sama jenis kelaminnya. Pengaruh negatif media dan tayangan miskin konten edukatif juga harus dijauhkan dari anak. Bahkan hal ini juga butuh peran masyarakat sebagai kontrol dan negara sebagai penjaga generasi dari konten negatif media melalui regulasi. 

Media saat ini sudah menjadi tuntunan bukan hanya sekedar tontonan. Seharusnya media memberikan tayangan yang mendidik generasi. Bukan mengejar rating dan materi. Demikianlah sistem saat ini tidak manusiawi. Semua berstandar materi. Kapitalisme telah merasuki semua lini, baik pribadi orangtua, masyarakat dan negara.

Sudah saatnya kembali kepada Islam sebagai solusi untuk mengatasi penyimpangan perilaku generasi. Islam yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Syariah dan Khilafah. Sebuah peradaban yang sehat bagi tumbuh kembang generasi. Sehingga kita mendapati darinya terlahir banyak ilmuan, seperti Ibnu Sina, Ibnu Hayyan, Al-Khawarizmi dan lain-lain. Juga para ulama' dan mujtahid sekaliber empat imam mahzab, imam Bukhari dan masih banyak lagi. Bukan generasi melambai tanpa kontribusi berarti. (Wallahu a'lam bi ash-showab)

Oleh: Najah Ummu Salamah
Praktisi Pendidikan dan Pengasuh MT Al-Munawaroh

Posting Komentar

0 Komentar