Khilafah Sebagai Tatanan Dunia Baru: Ancaman atau Harapan?

Analis politik senior sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens dalam keterangan pers hari kamis (04/06/2020), mengaku sudah mengantongi nama para tokoh oposisi yang ingin merancang kudeta terhadap pemerintahan yang sah di tengah krisis Corona saat ini.

Salah satu dari kelompok itu adalah ormas HTI yang ingin mendirikan negara Syariah. Boni Hargens menyebut mereka sebagai “laskar pengacau negara”. Menurut Boni, mereka ingin merusak tatanan demokrasi dan berusaha menjatuhkan pemerintahan sah hasil pemilu demokratis.

Seminggu sebelumnya, hari Kamis (28/05/2020), Kepolisian Resor Kupang Kota bersama dengan ormas di Kota Kupang Brigade Meo menangkap suami istri yang menyebarkan ideologi khilafah melalui pamflet di Jalan El Tari Kupang. 

Mereka diduga menyebarkan selebaran tentang khilafah dengan modus menyelipkan ke dalam lembaran koran yang dijual para loper di lampu merah El Tari, Kupang. Sebuah bukti foto berupa selebaran buletin kaffah yang diselipkan ke dalam lembaran koran yang dijual para loper berhasil diabadikan oleh Amar Ola Keda.

Sejak dicabut badan hukumnya, fitnah terhadap Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seolah tiada henti, dengan memanfaatkan kelemahan HTI yang sudah tidak berbadan hukum mereka dengan bebas melakukan apa saja demi melindungi kepentingan mereka.

Fitnah yang terjadi di Kupang kali ini berupa Buletin kaffah palsu yang diduga terbitan dari HTI. Secara fisik, tampak terlihat jelas adanya perbedaan antara buletin kaffah asli dengan palsu. Apalagi sejak bulan Ramadhan hingga Syawal buletin kaffah hanya diterbitkan dalam bentuk soft-file PDF dan tidak ada dalam bentuk cetak. 

Fitnah yang disebarkan ini diduga kuat untuk mengcounter isu PKI yang terus mendapatkan respon dari masyarakat dan juga isu pemakzulan presiden dengan cara meneror panitia dan guru besar pengisi diskusi ilmiah politik di UGM.

Mereka merasa terancam dengan bangkitnya Khilafah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Mereka juga gerah karena merasa kedudukan dan singgasananya sedang digoyang.

Padahal sebagai bagian dari ajaran Islam, khilafah seharusnya menjadi harapan yang dinanti umat untuk menyelesaikan berbagai masalah negeri yang saat ini dibawah kendali sistem demokrasi sekuler. Khilafah juga diharapkan bisa memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya untuk umat Islam tapi juga bagi non muslim.

A. Khilafah Sebagai Tatanan Dunia Baru

Pandemi corona yang melanda dunia saat ini belum juga berakhir. Jumlah korban yang terinfeksi dan meninggal dari hari ke hari justru semakin meningkat. Tak ada seorangpun yang bisa memperkirakan kapan pandemi ini akan menghilang dan pergi.

Dampak negatif dari pandemi ini begitu luar biasa, mulai dari kesehatan, nyawa, hingga menyebabkan ekonomi dunia runtuh. Negara-negara kapitalis dan komunis juga mulai kolaps. Mereka tak berdaya menghadapi makhluk kecil bernama corona. 

China yang awalnya begitu jumawa dengan besarnya tentara, senjata, kemajuan ekonomi dan ketinggian teknologi. Namun pada akhirnya mereka kewalahan juga menghentikan wabah pandemi ini. Demikian juga dengan Amerika Serikat yang justru menempati kasus covid-19 peringkat pertama sedunia. 

Fakta ini semakin menunjukkan bahwa tanda-tanda keruntuhan kapitalisme global semakin nyata. Sebagaimana pernyataan Henry Kissinger yang menyatakan bahwa virus corona akan mengubah tatanan dunia selamanya. Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus corona mungkin bersifat sementara, tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi.

Lantas, bagaimana peluang Khilafah sebagai tatanan dunia baru?

Saat ini, tantangan historis yang dihadapi para pemimpin dunia adalah mengelola krisis dan membangun masa depan pada saat yang bersamaan. Apabila negara-negara kapitalis gagal dalam tantangan ini, maka keruntuhan kapitalisme global juga akan semakin nyata.

Di sisi lain, kabar ini memberikan secercah harapan bagi kaum muslimin akan tegaknya kembali peradaban Islam yang telah lama terkubur sejak keruntuhannya tahun 1924. Pandemi ini menjadi kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengubah tatanan peradaban kapitalisme menjadi tatanan dunia baru yakni khilafah Islamiyah.

Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Sejarah telah menunjukkan pada kita bagaimana Allah SWT mempergilirkan kepemimpinan sebuah peradaban atas dunia. Perubahan tatanan dunia baru pasca pandemi COVID-19 pun akan mungkin terjadi.

Menurut Ibnu Khaldun, dalam kitab Mukaddimah, ada lima penyebab runtuhnya sebuah peradaban, antara lain:
1. Ketika terjadi ketidakadilan (kesenjangan antara kaya dan miskin).
2. Merajalelanya penindasan kelompok kuat terhadap kelompok lemah (negara kuat menindas negara lemah dan negara lemah harus mengikutinya).
3. Runtuhnya moralitas pemimpin negara (korupsi, pidana, dll). 
4. Adanya pemimpin tertutup yang tidak mau dikritik, dan yang mengkritik akan dihukum. 
5. Terjadinya bencana besar (peperangan). Meski tak berwujud peperangan fisik, perlawanan terhadap COVID -19 bisa terkategori ini.

Kelima sebab di atas sudah terjadi di dunia saat ini. Apalagi jika dikaitkan dengan laporan National Intelligence Council’s (NIC) pada Desember 2014 lalu yang berjudul “Mapping the Global Future.” Dalam laporan ini, diprediksi empat skenario dunia tahun 2020 salah satunya adalah A New Chaliphate yaitu berdirinya kembali khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat.

Skenario kemunculan kembali khilafah Islam ini sangat jarang diungkap dalam berbagai analisis dunia internasional. Bahkan banyak di kalangan kaum muslim sendiri mengatakan berdirinya khilafah Islam adalah suatu yang utopis dan mustahil.

Namun melihat berbagai fenomena ambruknya kapitalisme akibat pandemi COVID-19 ini dan mulai bangkitnya ghirah persatuan di kalangan kaum muslimin, tentu peluang munculnya Khilafah sebagai tata dunia baru ini akan semakin besar menjadi kenyataan.

Pada dasarnya umat Islam memiliki potensi yang luar biasa, sebagaimana diungkap oleh Abu Abdullah dalam bukunya “Emerging World Order The Islamic Khilafah State.”

Potensi kekuatan dunia Islam antara lain, kekuatan penduduk dan demografi. Pada aspek penduduk, populasi umat Islam di dunia mencapai sekitar 1,6 miliar atau 24 persen dari total penduduk dunia. Umat muslim juga memiliki kekuatan militer yang tersebar di seluruh negeri kaum muslimin. Ditambah lagi kekuatan ekonomi dan industri. Dunia Islam juga memiliki cadangan energi dunia dan menjadi sumber energi terbesar di dunia.

Selain itu, dunia Islam memiliki lokasi geografis yang paling memungkinkan untuk membangun dan memelihara aliansi strategis kekuatan maritim dan sekaligus kontinental. Ini sama saja dengan menguasai pintu-pintu dunia. 

Secara historis, peradaban Islam telah terbukti berjaya menguasai dunia selama lebih dari 13 abad lamanya. Sejak berdirinya daulah Islamiyah yang pertama di Madinah hingga Khilafah Utsmaniyah yang diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Attaturk pada 1924 di Turki. Hal ini menjadi pengalaman politik umat Islam dalam rentang waktu panjang telah memimpin peradaban dunia.

Dari sisi aqidah, kaum muslimin juga meyakini bahwa hadirnya kembali khilafah Islamiyah merupakan janji Allah SWT dan bisyarah Rasulullah SAW. Oleh sebab itu peluang Khilafah sebagai tatanan kehidupan baru sangat besar.

B. Khilafah Ancaman atau Harapan Negeri 

Akhir-akhir ini, pemerintah sering menggunakan diksi khilafah dan radikalisme sebagai sebuah ancaman. Dalam berbagai seminar, diskusi publik, siaran pers, sosial media dan lain sebagainya, pemerintah seolah-olah ingin menggambarkan bahwa musuh NKRI adalah radikalisme dengan Khilafah sebagai ideologinya.

Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Di dalam sistem Khilafah, seluruh hukum-hukum Syariah akan diterapkan secara menyeluruh. Hukum ini berasal dari Allah SWT, Tuhan pencipta dan pengatur alam semesta. Jadi sangat aneh, jika Khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam dijadikan sebagai suatu ancaman bagi suatu negeri. Sementara, Islam hadir di muka bumi sebagai rahmat seluruh alam.

Berikut ini beberapa alasan mengapa khilafah tidak pantas disebut sebagai musuh dan ancaman:

1. Khilafah tidak pernah melakukan pembunuhan dan pemberontakan di negeri ini

Berbeda dengan komunis, sepanjang lahirnya negeri ini, Khilafah belum pernah sekalipun terbukti melakukan pembunuhan dan pemberontakan di Negeri ini. Khilafah juga terbukti belum pernah sekalipun melakukan upaya makar terhadap pemerintah yang sah. 

Khilafah adalah salah satu ajaran Islam sebagaimana sholat, puasa, haji dan lain sebagainya. Jadi, menjadikan Khilafah sebagai musuh dan ancaman negeri ini tentu sangat melukai hati kaum muslimin. 

2. Khilafah tidak pernah memecah belah kesatuan negeri ini

Pemerintah menempatkan Khilafah sebagai musuh ideologi karena menganggap bahwa Khilafah 'berpotensi' akan memecah belah kesatuan negeri ini. Khilafah dikhawatirkan akan mengerat-erat wilayah negeri ini menjadi bagian kecil-kecil hingga bisa dikatakan negeri ini akan tercerai berai jika khilafah tegak.

Ini jelas sebuah halusinasi yang tidak berdasarkan pada fakta sejarah. Karena dalam sejarah konsep pemerintahan, Khilafah adalah negara kesatuan yang tidak mungkin mendiamkan sebuah negeri tercabik-cabik hingga mudah dikuasai oleh para penjajah. Bahkan khilafahlah yang akan menyatukan negeri-negeri Islam menjadi satu negara dan satu kepemimpinan.

Padahal lepasnya Timor Timur melalui referendum, menunjukkan sistem demokrasi sekulerlah yang menjadi biang kerok perpecahan negeri ini. Belum lagi masalah gerakan separatis Papua yang hingga kini belum juga usai.

Lantas, jika bukan Khilafah maka siapa sebenarnya yang harus dijadikan sebagai ancaman negeri ini?

Tentu saja seseorang, kelompok atau ideologi yang jelas-jelas telah menjadikan negara ini sengsara adalah sangat layak dijuluki sebagai musuh dan disebut sebagai ancaman. 

Berikut ini beberapa Ideologi yang pantas dijadikan musuh dan ancaman di negeri ini:

1. Komunisme

Meski sudah dibubarkan dan ditetapkan sebagai ormas terlarang, PKI dengan ideologi komunisnya sangat layak dijadikan sebagai musuh negara. Sejarah kelam pemberontakan PKI dan pembantaian terhadap para ulama dan para jendral menjadikan komunis layak sebagai bahaya laten di negeri ini.

2. Kapitalisme dan Liberalisme

Selain Komunisme, Kapitalisme dan Liberalisme juga menjadi penyebab negeri ini mengalami kehancuran dan keterpurukan. Kapitalisme dan Liberalisme sangat bertanggung jawab terhadap hilangnya sebagian besar kekayaan negeri ini ke tangan swasta, terutama swasta asing. 

Melalui Kapitalisme dan Liberalisme ini pula, penduduk negeri ini mengalami dehumanisasi. Berkembangnya faham LGBT, Free Sex, Budaya Hedonis dan berbagai perilaku menyimpang yang tidak bisa dilakukan tindakan hukum karena berlindung dengan payung hak asasi manusia. 

Masuknya investasi asing yang membanjiri dengan sistem 'Trunkey Projek' menjadikan berbagai proyek negeri ini dibangun, dioperasikan dan dikerjakan oleh orang asing. Namun ketika proyek tersebut gagal bayar karena salah hitung proyeksi bisnisnya, negara dan rakyat yang harus menanggung berbagai konsekuensinya. Contoh paling nyata adalah proyek MRT di Palembang.

Selain itu, Kapitalisme dan Liberalisme juga telah menjadikan negeri ini mengalami "Debt Trap" jebakan hutang yang sangat mengerikan. Posisi Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2020 tercatat 410,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.500 triliun dengan kurs rupiah per dolar 16 ribu.
 
Kapitalisme juga telah mendorong kolaborasi antara pemilik modal dengan pejabat publik yang dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Disadari atau tidak, biaya politik yang mahal menyebabkan akan terjadi "marger" antara pemilik modal dengan para politisi. 

Jadi, bukan Khilafah yang harus dijadikan musuh dan ancaman negara ini tapi Komunis yang sudah jelas pernah melakukan usaha makar hingga berkali-kali. Selain itu Kapitalisme dan Liberalisme juga telah menjadikan negara ini terjebak dalam kehidupan yang serba sempit seperti saat ini.

Khilafah kini sudah menjadi kata yang tidak asing lagi di telinga umat manusia khususnya umat Islam. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi dua puluh tahun lalu, ketika umat Islam saat itu tidak mengenal kata Khilafah. Berbagai konferensi yang diselenggarakan oleh para pejuangnya di penjuru dunia, akhirnya memunculkan kerinduan yang semakin memuncak akan tegaknya Islam dalam bingkai Khilafah. 

Namun, sebuah kebenaran pasti ada penentangnya. Termasuk juga gagasan tentang Khilafah. Upaya untuk menghalangi para pengembannya pun semakin kuat. Ibarat sebuah pohon, semakin tinggi, maka akan semakin besar angin menerpanya.

Pihak penentang Khilafah semakin berani, terang-terangan dan lantang. Mereka mengeluarkan segala kemampuannya baik melalui seminar, menulis di berbagai media, bahkan melalui jalur hukum juga dilakukan, salah satunya adalah dicabutnya badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia, ormas yang dikenal lantang menyuarakan Khilafah.

Tak cukup dengan itu, penentang Khilafah pun melakukan berbagai fitnah untuk mendiskriditkan Khilafah seperti yang diungkapkan Boni Hargens dan fitnah yang terjadi di Kupang. 

Penentang khilafah menganggap bahwa Khilafah adalah ancaman yang sangat serius. Menurut mereka, Khilafah adalah ancaman yang akan membawa keterbelakangan dan kekacauan. Khilafah juga dianggap ancaman bagi modernitas dan kemajuan serta ancaman bagi kemanusiaan itu sendiri.

Lantas bagaimana seharusnya sikap seorang muslim? Hendaknya kita perlu mengkaji lebih dalam apa itu Khilafah.

Khilafah adalah sistem yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta dan manusia, yaitu Allah SWT. Sistem ini diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang mulia, sampai akhirnya sistem ini diterapkan di Madinah Al Munawarah. 

Sejak saat itu, kaum Muslimin memiliki sebuah sistem kenegaraan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia sesuai petunjuk Allah SWT. Sistem ini telah dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabat sejak berdirinya negara Islam di Madinah hingga berakhir tahun 1924.

Jadi, khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia, yang merupakan institusi politik untuk melanjutkan kehidupan Islam, dengan menegakkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dangan dakwah dan jihad. (Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nidzomul hukmi fi al-Islam: hal.17).

Dari definisi ini, menjadi jelas bahwa hanya dengan Khilafah konsep ukhuwah islamiyah atau persaudaraan Islam bisa terwujud. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 10)

Rasulullah juga menjelaskan pentingnya Khilafah. Bahkan Rasulullah menganggap matinya orang yang tidak memiliki baiat (kepada Khalifah) seperti matinya orang jahiliyah dan barang siapa mati, sementara dipundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)

Kabar tentang akan kembalinya Khilafah di tengah-tengah kaum muslimin, juga telah dikabarkan oleh Rasulullah dalam haditsnya. 

Rasulullah SAW bersabda: “Zaman kalian sekarang ini adalah zaman kenabian, selama Allah berkehendak ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya selama Dia berkehendak untuk mengakhiri. Kemudian akan ada zaman Khilafah yang mengikuti metode kenabian, maka dengan kehendak Allah ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya, jika Allah berkehendak mengakhiri. Kemudian akan ada kekuasaan yang menggigit (mulkan aadlan). Dengan kehendak Allah ia akan tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya. Kemudian akan ada para kekuasaan diktator (mulkan jabriyyah). Dengan kehendak Allah ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Setelah itu beliau diam.” (HR. Ahmad).

Allah juga berjanji bahwa kaum muslimin akan kembali menguasai dunia. Di dalam Alquran, Allah SWT berfirman:

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
(QS. An-Nur 24: Ayat 55)

Bagi umat Islam yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, satu janji dari Allah sudah cukup bagi mereka bergabung ke dalam jamaah Islam untuk memperjuangkan Khilafah. Janji Allah dan bisyarah Rasulullah inilah yang menjadi semangat bagi umat Islam untuk melakukan apa saja, yang tak sanggup dilakukan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Oleh sebab itu, khilafah adalah harapan bagi kaum muslimin. Khilafah adalah harapan bagi mereka yang mendambakan keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan keharmonisan. Sebagai umat Islam pasti merindukan tegaknya kembali Daulah Khilafah.

Namun, Islam diturunkan bukan hanya untuk umat Islam tapi untuk seluruh umat manusia. Lantas, bagaimana kita menjelaskan khilafah kepada non muslim?

Seperti yang dituliskan oleh Muhammad Husain Abdullah dalam kitabnya ‘Mafahim Islamiyah’, bahwa Islam akan mendatangkan ‘maslahah Dhoruriyaat’, kemaslahatan-kemaslahatan yang menjadi keharusan yang diperlukan oleh kehidupan individu, masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang harmonis. 

Kemaslahatan-kemaslahatan ini bukan khusus untuk umat Islam saja, tapi juga buat non muslim. Berikut ini Maslahah Dhoruriyaat yang sekaligus menjadi tugas dari Khilafah antara lain:

1. Menjaga Agama (Hifdzud Diin). 
2. Menjaga Jiwa (Hifdzun Nafs). 
3. Menjaga Akal (Hifdzul Aqli). 
4. Menjaga Keturunan (Hifdzul Nasl). 
5. Menjaga Harta (Hifdzul Maal). 
6. Menjaga Kehormatan (Hifdzul karamah). 
7. Menjaga Keamanan (Hifdzul amn). 
8. Menjaga Negara (Hifdzud Daulah). 

Berdasarkan tugas Khilafah diatas, maka non muslim akan mendapatkan jaminan perlindungan, baik nyawa, harta, kehormatan maupun agama mereka. Non muslim juga akan diberikan hak untuk menjalankan ibadah agama sesuai dengan keyakinannya di tempat-tempat ibadah non muslim.

Dalam sistem Khilafah, non muslim akan memiliki kedudukan yang sama dengan umat muslim yang lain tanpa diskriminasi dalam mendapatkan jaminan dari negara.
Baik terkait dengan kebutuhan dasar mereka seperti sandang, papan dan pangan, juga terkait kebutuhan dasar secara kolektif, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Khilafah akan membebaskan Indonesia dari penjajahan gaya baru. Kekayaan alam negeri ini yang berlimpah saat ini hanya dinikmati oleh para penjajah dan segelintir kapitalis pemilik modal akan dikembalikan menjadi milik umum (muslim maupun non muslim) dan dimanfaatkan seluruhnya untuk kesejahteraan rakyat. 

Jadi, sudah sepantasnya Khilafah menjadi harapan bagi seluruh umat manusia baik muslim maupun non muslim.

C. Strategi Umat Islam untuk Mewujudkan Khilafah sebagai Tatanan Dunia Baru

Saat ini kita dapat menyaksikan kondisi umat Islam di dunia ini yang semakin lama semakin memprihatinkan. Disamping pandemi corona yang belum juga berakhir, kehidupan kaum muslimin semakin terpuruk, terjajah, hancur dan tertindas. Kita menyaksikan bagaimana nasib saudara-saudara kita yang dijajah, disiksa, dibantai dan banyak yang diusir dari negerinya, tanpa ada yang melindungi dan membelanya.

Oleh karena itu, saat ini diperlukan sebuah perjuangan besar untuk merubah keadaan dunia yang saat ini masih jauh dari aturan Islam, menuju keadaan yang tunduk dan patuh pada aturan yang berasal dari Allah SWT. Umat Islam memerlukan perubahan besar dunia menuju diterapkannya Syariat Islam yang kaffah (keseluruhan), sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT. 

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al Baqarah 2 : ayat 208)

Berbagai strategi telah dilakukan Umat Islam dalam mewujudkan Khilafah sebagai tatanan dunia baru antara lain:

1. Metode Demokrasi

Banyak dari umat Islam yang telah mengupayakan perjuangan untuk menerapkan Syariah Islamiyah melalui jalan demokrasi. Beberapa contoh tersebut diantaranya adalah FIS di Aljazair, Partai Refah di Turki dan Hammas di Palestine. 

Mereka berhasil menduduki kekuasaan, seperti menjadi menteri dalam sebuah departemen. Namun, kekuasaan tidak mampu didedikasikan untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi negara Khilafah.

2. Metode Perbaikan Sosial-Ekonomi Masyarakat

Upaya lain yang banyak ditempuh oleh umat Islam untuk menerapkan Syariat Islam adalah melalui metode perbaikan sosial-ekonomi masyarakat. Misalnya dengan cara membangun masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, BMT dan lain sebagainya.

Aktivitas-aktivitas itu memang bukanlah aktivitas yang buruk (syarr), melainkan tergolong baik (al-khayr) yang dianjurkan Islam. Namun demikian, semua aktivitas sosial-ekonomi tersebut bukanlah jalan untuk menerapkan syariah dan tak ada relevansinya dengan penerapan syariah dalam wadah negara. Apalagi jika aktivitas yang ada sudah dibatasi hanya pada aksi sosial-ekonomi saja. Ini berarti aktivitas sosial-ekonomi tersebut akan dapat mengabaikan tugas suci yang seharusnya lebih diutamakan, yaitu mengembalikan Khilafah yang akan menerapkan hukum yang diturunkan Allah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 15-16).

3. Metode Perbaikan Individu

Di antara umat Islam juga ada yang mengambil metode perbaikan individu-individu yang ada di dalam masyarakat, hingga syariat Islam dapat tegak dalam negara. Metode ini muncul karena ada yang berpendapat bahwa, negara atau masyarakat itu bergantung pada individu-individunya. Jika individunya baik, dalam arti mempunyai kesalihan pribadi, seperti akhlak atau ibadah yang baik, maka negara atau masyarakat pun otomatis akan baik pula.

Tentu usaha perbaikan akhlak atau ibadah individu ini adalah amal baik. Namun, jika dikaitkan dengan jalan penerapan syariah, metode ini tentu tidak akan dapat mengantarkan pada tegaknya syariah dalam Daulah Khilafah. Sebab, Khilafah hakikatnya bukanlah semata-mata sistem pemerintahan atau kekuasaan, melainkan wadah bagi masyarakat Islam itu sendiri. 

Adapun masyarakat itu tidak hanya terbentuk dari kumpulan individu, melainkan juga terbentuk dari tiga unsur pembentuk masyarakat lainnya, yaitu : (1) pemikiran yang hidup dan diyakini di tengah masyarakat; (2) perasaan umum yang menggambarkan senang bencinya masyarakat; dan (3) peraturan yang mengatur segenap interaksi antar anggota masyarakat.

Oleh karena itu, membangun masyarakat Islam dalam institusi negara Khilafah tentu wajib dengan memperbaiki seluruh unsur-unsur pembentuk masyarakat Islam itu. Tak hanya memperbaiki individunya, melainkan juga memperbaiki pemikiran, perasaan dan peraturan yang diterapkan agar sesuai dengan Islam (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 23).

4. Metode People Power

People power juga banyak diminati oleh umat Islam, terutama setelah merebaknya fenomena Arab Spring (Musim Semi Arab) di Timur Tengah dan sekitarnya. Fenomena Arab Spring dijadikan referensi kesuksesan dalam menurunkan seorang penguasa. People power disebut juga revolusi rakyat (tsawrah sya’biyah). Ini adalah demonstrasi massal tanpa kekerasan yang dilakukan oleh rakyat dari berbagai elemen untuk menumbangkan kekuasaan seorang pemimpin.

Namun demikian, perlu difahami bahwa tingkat keberhasilan people power  ternyata tidak hanya ditentukan oleh banyaknya kekuatan massa. Dalam banyak kasus, keberhasilannya juga ditentukan oleh sikap militernya. Militer yang mengambil sikap netral sudah cukup untuk menumbangkan seorang penguasa di tengah gelombang people power.

5. Metode Kudeta

Kudeta berasal dari bahasa Prancis coup d’etat, yang secara bahasa berarti tindakan yang tiba-tiba dan tegas. Dalam istilah politik, kudeta berarti sebuah gerakan/operasi yang bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan dengan kekuatan (militer) atau dengan jalan yang inkonstitusional (Munir Ba’albaki, Kamus Al-Mawrid, hlm.224). Dalam literatur bahasa Arab, kudeta disebut revolusi militer (al-inqilab al-‘askari) yang didefinisikan sebagai penggunaan senjata untuk memperoleh kekuasaan (istikhdam as-silah li al-wushul ila al-hukm) (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah Asy-Syar’iyah, I/302).

Kudeta bukanlah metode (thariqah) yang yang sesuai dengan syariah untuk mendirikan Khilafah. Kudeta berbeda dengan thalabun-nushrah. Kudeta semata-mata bersandar pada kekuatan militer dan paksaan, kurang memperhatikan aspek dukungan dan kesadaran masyarakat. Sebaliknya, metode yang dicontohkan Rasulullah SAW, yakni thalabun-nushrah, mensyaratkan adanya dukungan dan kesadaran masyarakat. 

6. Metode Rasulullah

Mendirikan Khilafah Islam merupakan kewajiban syariah. Tentu ada metode yang diambil dari Rasulullah SAW dalam mendirikan Khilafah sebagai tatanan dunia baru. 

Metode Rasulullah tersebut tercermin dalam tiga tahapan: 

1. Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif wa Takwin)

Pembinaan ini ditujukan agar umat Islam menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang Muslim.

Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang Muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah yang merupakan kewajiban bagi dirinya dan berdiam diri terhadap sistem kufur adalah kemaksiatan. Dalam aktivitas penyadaran ini, membutuhkan kehadiran sebuah kelompok politik atau partai politik.

2. Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Ummat (Marhalah Tafa’ul ma’a al Ummah)

Individu-individu Islam yang telah terhimpun dalam partai politik Islam selanjutnya diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat.

Dalam menjalankan perintah Allah tersebut, Rasulullah SAW dan para shahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan Syariah Islam. Hal ini
ditandai dengan dilaksanakannya thalabun nushrah yaitu mencari dukungan politik dari ahlun nushrah.

3. Tahap Penerapan Hukum Islam (Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam)

Setelah proses thalabun-nushrah berhasil, maka akan masuk tahapan selanjutnya, yaitu penerapan syariat Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi masyarakat dan negara secara kaffah. Sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat, setelah Beliau mendapatkan Bai’atul Aqabah II, beliau melanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah, Rasulullah SAW dapat memulai penerapan Syariat Islam secara kaffah. 

Wallahu A'lam.

Oleh: Achmad Mu'it
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo



Referensi

1. https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/florespedia/sebarkan-selebaran-khilafah-pasutri-di-ntt-diamankan-1tVzbptS8tz.

2. Sigit Nur Setiyawan, 'Benarkah Khilafah Ancaman NKRI?', 2019.

3. https://www.muslimahtimes.com/khilafah-ancaman-atau-harapan.

4. Taqiyuddin An Nabhani, 'Nidzomul hukmi fi al-Islam', 2001.

5. Prof Suteki, 'Radikal 'Khilafah' Mulai Digoreng Lagi!', 2020.

6. Nelly, M. PD, 'Analisis Tatanan Dunia Baru Pasca Pandemi', 2020.

Posting Komentar

0 Komentar