#LebaranKitaIstimewa, Spirit Kemenangan dan Persatuan Umat

sumber foto: khilafah channel

Mengusung tema “New Spirit of Lebaran 1441 H” tim Khilafah Channel dan RamadhanKita.com mengadakan perhelatan akbar lebaran digital dalam rangka merayakan hari raya Idulfitri 1441 H pada hari Senin, 25 Mei 2020. Lebaran digital pertama kali di Indonesia ini sengaja diusung untuk menyemarakkan Hari raya Idulfitri di tengah-tengah sosial distancing  karena pandemi. Ditonton oleh puluhan ribu pasang mata, acara ini bisa dibilang sangat dahsyat. 

Tentu saja, karena acara ini menghadirkan dua tokoh besar yang sangat berpengaruh dalam dakwah Islam kaffah sebagai pembicara, yaitu Ustadz KH. Rokhmad S. Labib dan Ustadz KH. M. Ismail Yusanto, serta didukung oleh kehadiran puluhan tokoh perwakilan kaum muslimin di lebih dari 34 provinsi di Indonesia. 


Acara semakin semarak dengan dipandu host kondang, Karebet Wijaya Kusuma dengan pantun khasnya ‘bunga mawar bunga melati’ yang menjadi tagline menghibur bagi para pemirsa di rumah. Dengan hashtag #LebaranKitaIstimewa, acara ini betul-betul diramu dengan begitu semarak.

Dikemas dengan apik, acara dibuka oleh host dan tilawah Al-Qur’an yang dibacakan dengan merdu oleh Ustadz KH. Muhibuddin. Dilanjutkan dengan pesan Ramadhan yang disampaikan oleh KH. Rokhmat S. Labib. Beliau menyampaikan bahwa di antara tanda telah diterimanya amal Ramadhan menurut Hasan Al Basri adalah adanya banyak kebaikan setelahnya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Muhammad: 17, “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan kepada mereka”. 

Ketakwaan yang dimaksud dalam hal ini meliputi ketakwaan untuk tunduk dan taat kepada syariat Islam. Bukan hanya bagi individu, tapi juga bagi masyarakat dan negara yang disebut juga khilafah Islamiyah. Sementara sebaliknya, jika muncul dalam diri individu, masyarakat dan negara mengenai ketidaktaatan, pengingkaran dan kebencian terhadap syariah Islam, itu adalah tanda dari tidak diterimanya amal sholih. Naudzubillahi min dzalik.

Bincang hangat host kemudian dilanjutkan dengan pembicara kedua, yakni Ustadz KH. M. Ismail Yusanto yang tak kalah menarik untuk disimak. Di segmen awal ini, pak Karebet (sapaan akrab host acara) menanyakan dua hal kepada Ustadz KH. M. Ismail Yusanto, mengenai filosofi dari lebaran dan mengapa lebaran kita istimewa? 

Dengan sejuk, beliau menjawab menyampaikan bahwa filosofi lebaran tidak terlepas dari adanya proses asimilasi budaya di Indonesia. Istilah lebaran misalnya, berasal dari bahasa Jawa dari kata lêbar yang maknanya selesai (bukan yang artinya ‘wide’ jika diterjemahkan dalam bahasa inggris). 

Sementara imbuhan –an menandakan kegiatan. Maka dengan filosofi Jawa tersebut bermakna, kegiatan yang selesai dari Ramadhan, kemudian dilanjutkan hari kemenangan IdulFitri atau lebaran. Dari asimilasi dan akulturasi budaya tersebut, dapat kita pahami bahwa ulama terdahulu telah mewariskan spirit dakwah yang kuat di nusantara. Sehingga Islam tidak bisa dilepaskan dari budaya nusantara. Inilah makna Islam di nusantara. 

Kemudian mengenai lebaran kita istimewa, Ustadz KH. M. Ismail Yusantu menyampaikan bahwa lebaran kali ini kita jalani di tenga-tengah pandemi covid-19. Yang tentunya banyak kesusahan yang kita alami. Meski demikian, kita tidak boleh berputus asa. Diperlukan juga ikhtiyar meningkatkan kekuatan melawan covid-19, yang setidaknya ada 3 kekuatan yang diperlukan:

Pertama, Kekuatan fisik. Menjaga kesehatan fisik penting di masa seperti ini. Masyarakat dapat melakukan dengan mengikuti protokol kesehatan. Kedua, Kekuatan ekonomi. Penting penerapan konsep taawun ala birri wa taqwa. Untuk saling membantu menyelesaikan kesusahan saudara-saudara kita. Ketiga, Kekuatan mental spiritual. Jika mental drop, akan memicu berbagai banyak masalah tambahan. Dan kekuatan ini dimiliki oleh kaum muslimin. Melalui ramadhan, mental spiritual kaum muslim ditempa. 

Ramadhan layaknya inkubasi spiritual bagi muslim untuk menempa kekuatan mental spiritual kaum agar menjadi pejuang yang tangguh. Meskipun fisik menurun, tapi semangat perjuangan tetap tak surut. Hal ini tentu menjadi kekuatan utama bagi kaum muslim untuk tetap kuat meskit di tengah-tengah wabah.

Semakin menarik, acara ini juga menampilkan gema takbir dan pesan-pesan kemenangan Idulfitri dari perwakilan kaum muslimin di penjuru nusantara Indonesia. Sebagian mereka tampil di depan icon kebanggaan masing-masing provinsi serta ada pula yang mengenakan atribut yang khas di provinsinya. Dibagi dalam tiga segmen menyelingi bincang hangat host dengan dua pembicara. 

Penampilan di mulai dari provinsi paling Timur, Jayapura dan diakhiri oleh penampilan dari provinsi paling barat, Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau. Mereka menyampaikan pesan secara bergantian dengan cara yang unik dan beberapa menggunakan bahasa daerah masing-masing. 

Meski terdengar asing, tapi insya Allah para pemirsanya masih bisa menangkap pesan spiritnya. Seperti pesan dari perwakilan tokoh di Jawa Timur misalnya, “Ndolek manggis nang Kedung Doro, melok kapitalis nggarai soro.” Begitulah kira-kira kutipan parikan (pantun) yang disampaikannya. Sangat mencerahkan.

Sebagai closing statement, Ustadz KH. M. Ismail Yusanto menuturkan nasehat untuk kita semua, bahwa hidup kita itu sementara, ibarat musafir yang berhenti berteduh sejenak di bawah pohon. Hidup kita jika dihitung waktu akhirat, tak ubahnya hanya 2,4 jam di sisi Allah. 

Maka apapun yg kita miliki, harta, jabatan, penderitaan, itu adalah sementara, pasti akan berakhir. Sangat disayangkan jika kita meninggalkan kehidupan yang kekal dengan fokus pada yang sementara. Itulah kita harus selalu taat. 

Memenuhi tantangan host, beliau menutup kalimatnya dengan pantun. Kota suci ada di Mekkah dan Madinah, taatlah kita kepada Allah agar hidup kita barokah

Sementara itu, ustadz KH. Rokhmat S. Labib memberikan pesan menggugah bagi para pemirsah. Ada dua pilihan bagi manusia. Mengikuti wahyu (syariah) atau mengikuti nafsu. Tiada orang yg lebih sesat dibandingkan orang yang tidak taat syariat. Orang yg memiliki akal sehat harusnya memilih mengikuti wahyu. 

Dia tidak akan mungkin memilih jalan yg mengantarkan pada kesesatan (yang mungkin saja ada) di dunia dan di akhirat. Untuk itu, syariah islam harus kita terapkan, kita amalkan, agar Allah menangkan Islam. Melihat tandanya, insya Allah berita gembira tegaknya khilafah dari Rasulullah atas kemenangan dan tegaknya syariah Khilafah semakin dekat.

Menuju akhir acara, acara ditutup dengan doa dan pengharapan seluruh umat muslim yang disampaikan oleh ustadz KH. Muhibuddin. Dari pak Karebet menutup acara dengan pesan pengingat agar kita selalu istiqomah dalam barisan perjuangan dakwah Islam.

Pada akhirnya, kita dapat menyimpulkan dari lebaran digital ini bahwa newa spirit lebaran haruslah lahir dalam perwujudan totalitas takwa dan ketundukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. 
Baik dalam level individu, masyarakat maupun negara. Tercermin dalam perjuangan penegakkan syariah kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Sesungguhnya, latar belakang budaya, bahasa dan suku yang berbeda bukanlah penghalang untuk mempererat persatuan kaum muslim baik di nusantara maupun di dunia. Karena sejatinya, ikatan akidah islamiyah lebih dari segalanya. 

Semoga momen lebaran kita yang istimewa tahun ini menjadi langkah awal mewujudkan spirit baru dalam perjuangan Islam untuk meraih takwa dan mewujudkan negeri ini menjadi negeri yang dipenuhi berkah oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Mengutip pantun penutup yang diucapkan pak Karebet, “ Bunga mawar bunga melati, Islam bukan untuk ditawar tapi untuk ditaati”. Wallahu a’lam bishshowwab.

Rep: Rina Indrawati (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar