Ruang Bercermin Para Orangtua di Masa Karantina

sumver foto: grid.id

Ditengah masa  “karantina”, kita dipahamkan tentang peran kita sesungguhnya. Manusia diciptakan dengan dua jenis gender yang berbeda  yaitu laki-laki dan perempuan. 

Masa karantina ini memberi kita ruang  untuk berpikir dan mengevaluasi tentang diri kita, keluarga kita dan kedekatan kita dengan keluarga. Karena sebelum terjadi masa karantina, selama ini kita disibukkan dengan kepentingan di luar rumah. Kita memiliki keluarga, namun karena harus bekerja, punya lingkup sosial yang jauh dengan orang-orang di dalam rumah, menjadikan tak sedikit orang merasa tak akrab dengan keluarga sendiri. 

Laki-laki sebagai sosok pemimpin bagi keluarganya dan ayah bagi anak-anaknya, tentu harus senantiasa cerdik dalam  berpikir bagaimana mencari celah-celah pintu nafkah bagi keluarga. Tidak hanya itu, ayah juga wajib mendidik keluarganya agar mampu menjalankan kehidupan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sementara Ibu berperan untuk mendidik anak-anaknya dan mengurus  rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

Maka masa karantina ini (masa  pencegahan perpindahan orang dari penularan penyakit)  diharapkan mampu membuat kita sadar tentang berbagai peran dalam keluarga yang penting dan tak bisa diwakilkan juga tak bisa diserahkan pada satu pihak saja. Manusia  akan mengalami tekanan tanpa disadari jika menjalankan peran ganda dalam sebuah keluarga. Ini yang terjadi dalam kehidupan keluarga di era kapitalis yang sesunggguhnya sangat minim pengetahuan untuk membangun sebuah keluarga.

Berbagi Peran

Perempuan memiliki  sifat multitasking yang lebih dibandingkan laki-laki (www.cnnindonesia.com). Sifat multitasking yang tercipta dalam diri perempuan diciptakan untuk senantiasa mampu melakukan segala pekerjaan rumah tangga dengan manajemen yang baik,  terutama untuk mendidik anak-anak. Dimana kondisi dalam sebuah rumah, tidak semuanya memiliki satu anak saja. 

Ibu yang Allah ciptakan dengan kemampuan mendetail dalam menghadapi masalah, rapi dalam perencanaan, juga multitasking, akan bisa menjalani aktivitas sehari-hari di rumah. Dengan kemampuan yang sudah Allah berikan, ibu akan bisa merinci mana yang harus dikerjakan terlebih dulu, mana yang bisa dikerjakan kemudian, mana juga yang bisa disambi. 

Tak hanya jadi penonton, ayah pun memiliki peran dalam aktivitas di rumah. Karena suami istri itu ibarat sahabat, maka ta'awun adalah suatu hal yang lumrah. Kala ibu sedang menyiapkan makan, ayah bisa ikut membantu beraktivitas bersama anak-anak. Atau sebaliknya, kala ayah sedang work from home, ibu bisa menemani anak-anak beraktivitas agar ayah tak terganggu. 

Faktanya, masa karantina ini mengungkap bahwa ide kesetaraan telah menggeser peran ibu yang sejatinya sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya. Banyak ibu yang jadi stress, gagap dalam membersamai anak-anaknya sendiri. Terbiasa menitipkan anak kepada yang lain, kurang menikmati kebersamaan dengan anak-anak, menjadi beberapa penyebabnya. 

Cermin

Dari wabah ini, kita seolah diberi cermin yang besar untuk memperbaiki kekurangan kita, baik sebagai  muslimah pembelajar  yang betah di rumah yang mampu mengurusi anak-anak dan rumah tangganya serta berkiprah untuk   menyadarkan ummat dengan ilmu yang kita memilki  sebagai  kontribusi kita di masyarakat. Kita diberikan ruang evaluasi diri untuk senantiasa dekat dengan  Allah agar keluarga yang kita bina dan anak-anak yang kita didik juga senantiasa dekat dengan Penciptanya. Maka sesungguhnya kita tidak memerlukan kesetaraan  gender untuk menjalankan kehidupan seolah kita sedang ditindas dengan peran muslimah sesungguhnya.  Tidak demikian.  

Karena kita hanya perlu kesadaran bagaimana Islam memuliakan kita sebagai perempuan yang hebat dimata keturunan kita dan generasi kita selanjutnya.  
Wahai kaum ibu, wahai para ayah,  jadilah teladan bagi anak-anakmu agar mereka tidak membaanggakan oranglain terutama  idola yang merusak nilai-nilai kehidupan mereka.[]

Oleh: Yauma Bunga Yusyananda

Posting Komentar

0 Komentar