Menikmati Ujian Bersama Keimanan yang Mendalam


Jiwa yang gundah dihasilkan dari kadar keberiiman yang payah. Jiwa yang resah dihasilkan dari salah mempersepsikan masalah. Seorang yang tertimpa musibah menganggap dirinya oran yang paling susah. Padahal ada orang lain yang jauh lebih susah.
(Kata Pengantar, buku Motivasi Nafsiyah : Penggugah Jiwa Nan Gundah, oleh MR Kurnia dan M. Iwan Januar)

Berbagai buku tentang motivasi telah banyak beredar, akan tetapi masih banyak orang yang hanya sekadar semangat sebentar, untuk kemudian semangat tersebut hilang, hingga kembali lemah dan tidak juga beranjak menuju kemajuan ke arah yang lebih baik. Hal ini dikarenakan motivasi hanya bersifat membangkitkan, namun tidak cukup kuat untuk mengokohkan sebuah landasan sebuah amalan.

Kenyataanya adalah bahwa dalam mengarungi samudera kehidupan, kita banyak menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang silih berganti mewarnai kehidupan kita, bahkan belum selesai masalah yang satu muncul lagi masalah yang lain begitu seterusnya, baik cobaan biologis maupun ekonomi dimana semua itu merupakan seni kehidupan setiap anak Adam. Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah negeri ujian, dimana setiap insan tidak dapat lari dari ujian, adakalanya berupa eksternal yaitu langsung yang menimpa diri kita sendiri, namun adakalanya juga berupa internal yaitu menimpa keluarga kita. 

Siapapun kita, pastinya tidak menginginkan terjadinya ujian dalam kehidupan kita. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada yang bisa menghindarinya. Sehingga semua ini sering membuat  kita terpeleset berburuk sangka kepada Allah SWT dan menganggap Allah SWT kejam. Padahal, ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya, setara dengan dengan kadar setiap hamba-Ny, artinya sesuai dengan kesanggupan masing-masing.

Sebagaimana firman Allah SWT "Allah tidak memberikan kesulitan kepada seseorang hamba melainkan sesuai dengan kesanggupannya". [TQS Al-Baqarah : [2] :  286].

Ujian yang hebat, hanya untuk orang yang hebat pula. Seluruh nabi dan juga rasul, juga para sahabat nabi, dan para ulama, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan ujian yang hebat. Kita tahu bahwa ujian keimanan terhadap mereka sering kali tidak diikuti dengan informasi yang logis kenapa harus melakukannya.

Nabi Adam tidak memiliki informasi yang “cukup logis ketika terdapat larangan memakan buah khuldi. Padahal beliau telah diterangkan banyak hal tentang nama-nama, sementara para malaikat tidak. Akan tetapi terkait larangan ini, beliau hanya mendapatkan informasi bahwa akan iblis adalah musuh nyata baginya.  Pada akhirnya nabi Adam pun tergoda dengan bisikan iblis yang mungkin dinilai lebih logis, hingga nabi Adam tergelincir melanggar larangan Tuhannya. 

Nabi Nuh tidak tahu sama sekali akan datangnya air bah tatkala Allah Taalaa memerintahkannya untuk membuat bahtera raksasa yang kelak digunakan untuk mengangkut seluruh binatang secara berpasangan. Sesuatu yang tidak logis karena membuat bahtera di dataran tinggi yang jauh dari sungai, kemudian menjadi bahan bully-an orang-orang yang tidak mau beriman kepada risalah yang dibawanya. 

Demikian pula ibu nabi Musa tidak pernah tahu kenapa Allah membimbingnya agar menghanyutkan putranya ke sungai Nil, hingga akhirnya Musa kecil diselamatkan dan dibesarkan oleh keluarga raja yang justru menentang setiap kelahirannya. Sebagaimana nabi Musa juga tidak pernah tahu atas apa yang akan terjadi setelah Allah memperjalankannya dengan penuh hikmah hingga menemui jalan buntu di tepi lautan. 

Ternyata di sana, di ujung setiap rencana yang telah Allah siapkan, terdapat mukjizat yang kemudian menjadi keistimewaan sekaligus kebenaran akan risalah Allah yang diembannya. Namun semua itu hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang beriman dan hatinya lapang menerima kebenaran.
     
Terdapat istilah bahwa habis gelap terbitlah terang, Allah SWT menyembunyikan matahari di malam hari, agar kita beristirahat di malam harinya. Sebagaimana Allah berfirman : dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. TQS An Naba [78] : 9-10. Malam itu disebut sebagai pakaian karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai pakaian menutupi tubuh manusia. 

Senada dengan firman-Nya : (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya...  TQS Al Anfaal [8] : 11. Lalu mengapa kita terkadang mengutuk kantuk hanya karena pekerjaan yang belum selesai ? 

Dari sini kita bisa memahami, bahwa suatu ujian dari Allah SWT, sesungguhnya bukan berarti bahwa Allah SWT bermaksud menganiaya hamba-Nya. Tetapi sebaliknya, ujian merupakan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya karena dengan ujian tersebut ia akan dapat mengetahui manisnya iman, dzikir, dan taqarrub bilah. Disini tergambarkan, bahwa ujian merupakan rahmat dari Allah SWT kepada hamba yang disayangi-Nya.

Allah Taalaa berfirman :  "Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman? TQS Al Anbiya [21] : 30.

Dalam perjalanan menggapai sebuah pahala besar, dibutuhkan tekad kuat bagi orang yang sabar. Apabila dia tidak mampu bersabar, maka dia tetap teguh dalam menghadapi ujian itu, maka Allah SWT akan memberikan kepadanya pahala atau dihapuskan sebagian dari dosa dan diangkat derajatnya, hingga ujian itu menjadi satu nikmat baginya.

Dalam hal ini Rasullullah SAW bersabda :  "Tidak ada seorang Muslim yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu dihapuskan Allah SWT perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya. (HR. Al-Bukhari)

Tidaklah suatu ujian ditimpakan melainkan ladang untuk  meningkatkan keimanan keimanan, apabila kita mengimaninya. Tak jarang  seorang hamba hanya mengingat Allah SWT saat menghadapi ujian, yang dapat menyadarkannya bahwa ia adalah makhluk yang lemah, tidak berdaya, dan membutuhkan pertolongan Allah SWT. Sebagaimana tatkala wabah Covid-19 melanda di berbagai negeri seperti saat sekarang ini.

Seluruh negara disibukkan dengan makhluk Allah yang sangat kecil hingga tidak dapat dilihat oleh mata baisa, sehingga kita semua harus senantiasa waspada dengan mengikuti seluruh prosedur kesehatan yang ada. Berbeda kalau makhluk itu mewujud dalam rupa yang begitu kentara, maka kejadiannya tidak akan lagi sama. Sungguh ini semua adalah ujian bagi kita, siapakah di antara kita yang terbaik amalnya.

Seorang guru diuji dengan kreatifitas maksimal dalam mengajar anak didiknya. Ada kalanya diprotes oleh sebagian walimuridnya, atau bahkan muridnya. Namun semua ini tidak mampu menghentikan aktifitasnya dalam memberi bahan ajar kepada muridnya. Bahan ajar ini yang menjadikan seorang guru juga sedikit tersiksa karena lumayan menguras energi, bahkan terkadang dinilai sebagian wali dan juga murid sebagai beban ajar. 

Di sinilah ketika wabah Covid-19 melanda, seorang ibu diuji dengan kesabaran menghadapi anak-anak, yang biasanya setiap harinya dititipkan seharian di sekolahnya. Mau tidak mau seorang ibu harus mengajari anaknya layaknya anak didiknya. Tak jarang para ibu pun kepayahan yang didapatkannya. Terlebih jika fasilitas dan ketersediaan daya dukung yang kurang memadai pun ditemuinya. Keterbatasan perangkat, kuota dan sinyal menjadi ujian tersendiri dalam hal ini.

Seorang tenaga medis juga paramedis, merupakan barisan terdepan dalam memerangi wabah ini, sangat wajar menjerit karena tidak mendapatkan perlindungan diri yang memadai dalam menjalankan tugas mulianya. Tumbangnya satu demi satu di antara mereka tidak membuat para pemangku urusan bernegara memberikan suatu perhatian khusus. Berbeda ketika kematian seorang artis, ucapan bela sungkawa meluncur dengan kata-kata yang sangat manis. Bukti bahwa negeri ini salah menempatkan sebuah tangis.   

Larangan membonceng penumpang bagi para pekerja ojol menambah deretan tragis yang membuat setiap orang miris.  Sepinya penumbang kendaraan umum menjadi keluhan para crew bis. Warung-warung tertentu harus tutup karena himbauan #DiRumahAja yang tidak diikuti dengan sistem yang ada. Para pekerja proyek mengeluhkan sepi order atas tenaga kasar mereka. 

Semua orang merasakan dampak yang hampir serupa. Ini gara-gara Corona, begitu kesimpulannya.


Sampai di sini, mari kita renungkan firman Allah SWT : "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus". TQS Al Kahfi [18] : 7


Sebagaian orang tidak percaya bahwa ujian merupakan bukti cinta Allah Taalaa kepada hamba-Nya. Tetapi kita mesti tahu dan yakin, bahwa Allah selalu mempunyai cara untuk mencintai dan mengasihi hamba-Nya. Di antara cara tersebut ialah dengan ujian dan cobaan. Allah menginginkan suara lembut doa-doa dan dzikir yang penuh keyakinan. Dia juga menunggu hamba-Nya untuk menyebut, memuji, mengagungkan, dan berdoa kepada-Nya.

Mungkin saat ini tiba giliran pepohonan dan gunung-gung yang setiap hari bertasbih memuji-Nya, menghirup udara segar lebih banyak dan mengeluarkan oksigen lebih berkualitas. Karena sepinya jalanan dari berbagai kendaraan darat, mengurangi polusi yang setiap harinya selama 24 jam menyebabkan bumi mengalami overpoluted. 

Menurunnya aktifitas penerbangan mungkin juga jawaban para penghuni langit lapisan terbawah akan kerinduan dari kebisingan suara pesawat.  Demikian juga para penghuni dunia air, seperti ikan-ikan di pantai, di pelabuhan dan perairan dangkal bisa bebas berenang  tanpa perlu takut dengan kapal yang akan berlabuh sepanjang siang dan malam.

Saat ini juga seorang ibu dengan multi-perannya sebagai pengemban dakwah sedang diiuji. Kita yang selama ini mengatakan bahwa al ummah hiya ummu ajyal wa ummun wa rabbah al bayt, pendidik pertama dan utama generasi. Di saat inilah kita diuji.

Mampukah kita membuktikan setiap peran ganda kita, sebagai pengemban dakwah di tengah umat dan juga seorang ummahat ? Belum lagi kita yang telah mengambil peran sebagai ibu bekerja, tentu ujian itu akan semakin terasa.

Apabila kita adalah ibu rumah tangga baisa, apalagi yang selama ini kurang begitu aktif di dunia maya, saat ini lah kita dituntut untuk melek media. Handphone yang selama ini kurang maksimal kita gunakan untuk mendukung aktifitas utama ini, akhirnya kita menjadi mau tidak mau untuk belajar bagaimana menggunakannya. Sebuah awal yang berat juga susah, namun lama-lama akan menjadi terasa mudah.

Betapa aktifitas dakwah sekali-kali tidak akan pernah berhenti. Sebagaimana para nabi pun mengemban risalah sampai mati, betapa pun ujian mereka. Ketika seseorang telah menyatakan diri beriman dengan serta-merta ujian akan datang, baik berupa kesusahan atau kesenangan. Mengapa demikian? Sebab, Allah menginginkan iman seperti kualitas emas murni; bukan imitasi yang tak bernilai. Oleh karena itu, iman harus selalu ditempa dengan segala ujian dan cobaan agar semakin terpancar dari dalam dada seseorang. 

Itulah nilai istiqamah, yang merupakan nilai kekuatan iman yang terpancar keluar, bagai kekuatan yang dimiliki oleh baja saat menghadapi tempaan pandai besi. Agar baja berkualitas, baja harus banyak ditempa. Begitu pula dengan iman yang perlu diuji agar bertambah kuat. 

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, Seseorang itu akan diuji menurut kadar imannya. Jika imannya kuat maka ujian pun akan berat. Dan, bila iman lemah, maka ujian pun sekadar iman yang ada di dada.

Allah mengharapkan setiap orang mampu mengatasi kesulitan sambil tetap berada di atas prinsip-prinsip Islam. Allah akan menolong orang-orang yang berkeinginan beristiqamah di dalam agama-Nya. Allah Taalaa berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."  TQS Fushshilat  [41] : 30.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh dan menolak ujian dan cobaan yang diturunkan oleh Allah. Bertahan dalam keistiqomahan disertai ketaatan harus senantiasa kita lakukan dengan meletakkan sebuah pondasi yang senantiasa mengokohkan, yaitu keimanan.  

Semoga Allah kelak mempertemakan kita semua di dalam jannah-Nya. Tidak ada kenikmatan dunia yang setara dengan kenikmatan surga. Rasulullah bersabda dalam hadits qudsi, Allah berfirman, Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia (HR. Bukhari).
Wallahu A'lam bi ashshowab. []

Oleh : Yanti Ummu Yahya

Posting Komentar

0 Komentar