Menelisik Penyebab Sistem Kesehatan ala Kapitalisme GAGAL dalam Menghadapi Pandemi Covid-19


Terlepas dari skenario dari Alloh SWT, orang terkaya no 2 di dunia, William Henry Gates menyatakan bahwa dunia saat ini memang tidak siap menghadapi pandemi global. Hal ini diungkap Gates ketika ditanya apa yang mesti dilakukan dunia untuk menghentikan pandemi Covid-19 terulang lagi di masa depan.

Untuk menjawab pertanyaan itu ia lantas merujuk pada paparan yang ia sampaikan di acara TED Talk 2015 lalu. Ketidaksiapan dunia terhadap pandemi yang disampaikan lima tahun lalu seakan menjadi kenyataan. Saat itu, Gates memberi masukan kalau dunia perlu berinvestasi pada sistem kesehatan alih-alih investasi perang. Dia juga menyarankan agar seluruh negara melakukan kolaborasi internasional untuk melatih staf medis agar lebih awam menghadapi keadaan di tengah krisis virus seperti saat ini.

Namun, hal itu justru gagal dilakukan lantaran ketika virus corona datang, dunia justru tak memiliki kekuatan untuk menghadapinya. “Kita tidak siap untuk epidemi berikutnya” kata Gates dikutip dari Business Insider, Sabtu (21/3).

Beranjak dari faktor teknis ketidaksiapan sistem kesehatan sebuah negara, ada hal menarik yang diungkap oleh Mardigu WP seorang pengusaha muda indonesia dalam tulisannya yang berjudul “manufaktur data merusak dunia”. 

Dalam tulisan yang diupload dalam akun facebooknya , Mardigu WP menuliskan bahwa dalam interview di acara terkenal Larry King Show (berdasar data intelejen), China memanipulasi data tentang covid 19 sejak hari pertama. 

Karena ketidakjujuran data inilah seluruh dunia terkecoh yang menjadikan banyak negara tidak come up dengan kebijakan yang benar dalam menangani corona. 

Lebih lanjut Mardigu WP menuliskan, China di bulan januari dengan bos WHO (Tedros Adhanom Ghebreyesus) melakukan false information ke seluruh dunia dengan mengatakan corona virus menyebar hanya dari binatang ke manusia, tidak dari manusia ke manusia. Inilah yang menjadikan banyak negara jadi tidak “aware” terhadap mematikan dan kecepatan virus corona ini. 

Apa yang ditulis oleh Mardigu WP bukanlah pendapat yang mengada-ada.  Mengutip pendapat Syaikh Atha’ Abu Rusytah dalam soal jawab terkait covid 19 dan sholat jum’at, al ‘alim menyatakan bahwa, “kita paham apa yang diperbuat oleh orang-orang kapitalis dan semisal mereka berupa keburukan di dunia. Mereka tidak hanya memberi nilai kepada kepentingan dan ketamakan mereka”. Lebih lanjut al ‘alim menyatakan  bahwa Pemerintah Amerika, China, Rusia, Eropa dsb adalah sebab penderitaan dunia dan penderitaan rakyat mereka. Kajahatan-kejahatan mereka terhadap umat manusia sangat banyak. 

Syaikh Atha’ Abu Rusytah menyatakan bahwa para kapitalis salah dalam memberikan solusi. Hal inilah yang menurut gholabadz dzon (sangkaan kuat) penulis menjadi sebab utama kewalahannya sistem kesehatan dunia dalam mengatasi pandemi ini. Apakah solusi dari para penganut ideologi kapitalis tersebut? 

Pertama, Laporan china mengungkap bahwa otoritas China menyembunyikan dari orang china dan dunia, hakikat penyakit mematikan yang penyebarannya telah diketahui oleh otoritas China sebelum pertengahan desember 2019. Jurnalis China-Amerika Sang Wei Wang menyatakan, “otoritas china tidak menutup pasar makanan laut di kota wuhan yang dari situ tersebar penyakit kecuali pada bulan januari. Laporan lain juga mengungkap bahwa 8 orang warga ditangkap karena menyebarkan berita seputar penyakit ini di awal krisis dan dinilai sebagai pribadi yang melawan hukum karena menyebarkan informasi yang tidak dapat dikonfirmasi. Termasuk apa yang dialami oleh Dr Li Wenliang yang “dikunjungi polisi” karena memperingatkan adanya penyakit sejenis sars pada awalnya. 

Lebih lanjut dalam tulisan al ‘alim disebutkan bahwa para pejabat China tidak memperingatkan rakyat dari bahaya krisis pada desember hingga 31 desember dimana beijing memberitahu WHO. Pemerintah China mengatakan pada saat itu kepada WHO bahwa penyakit bisa dibentengi dan dikontrol. 

Perkara pertama inilah seperti yang diungkapkan oleh Mardigu WP dalam tulisannya sebagai sebuah false information yang akhirnya menyebabkan negara-negara lain tidak “aware” terhadap perkara ini. 

Kedua, Keterlambatan China dalam melakukan karantina wilayah (lockdown). Karantina wilayah atau di Barat dikenal dengan istilah lockdown merupakan solusi shahih dalam mengatasi wabah yang menular. Demikilah yang dinyatakan oleh al ‘alim dengan menyebutkan bahwa solusi yang shahih untuk penyakit ini adalah seperti yang ada dalam syariah Alloh SWT, dengan negara menelusuri penyakit tersebut sejak awal dan bekerja membatasi penyakit di tempat kemunculan sejak awal.
 
Imam al Bukhori telah meriwayatkan dalam shahihnya dari usamah bin zaid dari Nabi SAW, beliau bersabda: “jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu”. 

Karantina wilayah yang diajarkan oleh islam ini telah mendahului solusi yang akhirnya telat diambil oleh China sebagai tempat awal munculnya wabah ini. 

Otoritas china telah membiarkan virus ini menyebar ke berbagai wilayah bahkan dunia karena rentang Desember sampai akhir januari adalah rentang yang cukup panjang (China baru menerapkan lockdown untuk Wuhan dan Provinsi Hubei sekitar 26 Janurari 2020). 

Mobilitas manusia yang cukup tinggi dari dan ke wuhan telah turut andil menjadikan virus ini jangkauannya cukup luas. Bahkan diperkirakan tidak ada satupun wilayah hari ini yang tidak disinggahi oleh virus ini, termasuk Indonesia. Pada akhirnya menjadikan load capacity dari pelayanan rumah sakit di setiap negara menjadi berlebih (over) karena ledakan jumlah korban. 

Dengan demikian, bukanlah faktor teknis semata yang menyebabkan sistem kesehatan negara-negara di dunia hampir collaps dengan serangan mematikan dan brutal dari virus ini. Terdapat kesalahan non teknis yang lebih disebabkan oleh penerapan ideologi selain islam termasuk komunis yang diadopsi oleh China. Mengapa China memberikan false information? Mengapa china terlambat untuk melockdown?

Jawabannya adalah karena faktor materi yang ada di seisi kepalanya. Ideologi selain islam hanya akan mementingkan perihal materi dan menomorsekiankan urusan hilangnya nyawa manusia. China punya terget ambisius PDB negerinya diangka 6% meskipun harus mengorbankan rakyatnya sekalipun. 

Italia sebagai negara dengan rasio kasus positif corona yang sangat besar mengumumkan ada 100 dokter yang meninggal karena menangani pasien terinfeksi corona. Data ini dilansir oleh Asosiasi Dokter Italia pada kamis, 09/04/2020. Pada hari tersebut, italia mencatatkan jumlah korban positif corona mencapai 140.000 jiwa dan jumlah penderita yang meninggal mencapai 17.669 (12%). Maka ada 100 dokter gugur untuk menangani pasien sejumlah 140.000 orang atau ada 0,5% jumlah keseluruhan penderita yang meninggal adalah dokter.

Sementara indonesia berdasarkan data dari katadata.co.id 12/4/2020, Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES/R) mencatat ada 44 tenaga medis meninggal dunia akibat terinfeksi covid-19. Rinciannya, 32 dokter dan 12 perawat. Pada hari itu jumlah positif covid 19 di indonesia mencapai 4.241 kasus dengan jumlah penderita yang meninggal mencapai 373 jiwa. Maka di Indonesia ada 32 dokter gugur hanya untuk menangani pasien sejumlah 4.241 kasus atau 8.5 % jumlah keseluruhan penderita yang meninggal adalah dokter. 

Wajar bila akhirnya Ketua Umum FSP FARKES/R Idris Idham mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan keselamatan petugas kesehatan yang menangani covid-19. Idris Idham memberikan saran,“Caranya degan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memenuhi satndar dengan jumlah yang mencukupi,” ujar dia dikutip dari siaran pers, Minggu (12/4).

Hal senda juga disampaikan oleh Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI). PDUI  meminta ketersediaan APD di fasilitas kesehatan tingkat primer seperti Puskesmas. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PP PDUI Dokter Abraham Andi Padlan Patarai dalam konferensi persnya di Badan Nasional Penanggulangan Bencan (BNPB), Jakarta. (liputan6.com 13/4/2020).


Hal tersebut langsung ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo. Dalam rapat terbatas kabinet pagi ini, Senin, 13 April 2020. Jokowi meminta agar jajarannya betul-betul memperhatikan pasokan APD serta ventilator agar tak ada keluhan kekurangan di lapangan. 

Informasi yang diungkap oleh gugus tugas percepatan penangan covid 19 (13/04) menyatakan bahwa jumlah kebutuhan ventilator mencapai 29.9 ribu unit. Pada akhir maret baru tersedia 8.4 ribu unit atau 28 % saja. Lebih lanjut, data yang ada hanya ada 4 provinsi yang memiliki jumlah ventilator yang melebihi setengah kebutuhan di wilayahnya yaitu Kalimantan Utara (72.7%), Bangka Belitung (69.8%), DKI Jakarta (55,9%) dan Sulawesi Barat (51.6%). Ketersediaan di provinsi lain hanya sekitar 20-30% saja. 

Dengan demikian, jumlah rasio kematian yang tinggi dari tenaga medis, adanya keluhan kekurangan APD dan ventilator menjadi indikator kuat bahwa sistem kesehatan Indonesia sangat tidak siap menghadapi pandemi global ini baik secara teknis maupun non teknis. Jika teknis adalah perkara yang sudah disebutkan, maka faktor non teknis berkaitan dengan lambannya pemegang kebijakan dalam merespon dan mengambil sebuah kebijakan atas wabah ini. Bahkan diantara mereka yakin corona tidak masuk Indonesia karena indonesia beriklim tropis. 

Faktor non teknis lainnya adalah jeratan ideologi kapitalis yang menjadi hati dan pikiran dari penguasa di negeri ini. Mereka nampak masih memikirkan dampak ekonomi bahkan kekuasaan dari pada dampak kematian yang mengancam setiap warga negara. Pilihan untuk menghidupkan pasal 7 UU No 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan menjadi pilihan yang sangat sulit, padahal termasuk obat yang dipilih oleh beberapa negara termasuk China dalam mengatasi wabah ini.[]

Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar