Keunggulan Sistem Kesehatan ala Syariat Islam Dibandingkan Kapitalisme Menghadapi Pandemi


Kapitalisme yang menjadikan sekulerisme sebagai dasar kehidupan telah menciptakan kerusakan secara sistemis. Begitu juga di bidang kesehatan kapitalisme salah asuh dalam mengatasi penyakit yang mewabah di kala pandemi covid-19 menerpa. 

Tidak dipungkiri bahwa kesehatan yang berkualitas membutuhkan biaya yang tinggi. Pangkal kesalahan dari penanganan kesehatan ala kapitalisme adalah karena mereka menyerahkan pembiayaan kesehatan berkualitas yang mahal kepada rakyatnya. Kapitalisme tidak sumber pendapatan yang tinggi, karena aset-aset atau sumber daya alam yang harusnya dikelola negara. Telah diberikan pengelolaannya kepada para kapitalis.

Sehingga para kapitalis menjadikan kesehatan, pengobatan, sarana, dan prasarana masuk ke dalam industri kapitalisme. Dimana negara hanya sebagai regulator saja. Wajar jika uang lebih berharga dari nyawa. Karena dalam kapitalisme uang adalah segalanya. Nyawa tak ada harganya. Apalagi nyawa kaum proletar.

Selain itu, kapitalisme menihilkan peran agama dalam mengatasi segala masalah dan musibah. Atas dasar sekulerisme, mereka menggunakan pikirannya dan hawa nafsunya yang tak berdaasar dari tuntunan Tuhan Penguasa Alam Allah SWT dalam menyelesaikan masalah dan mengatasi musibah.

Dalam Islam, kesehatan adalah kewajiban dan tanggung jawab negara yang harus dijamin bagi rakyatnya. Keselamatan dan kesehatan warga negara menjadi perkara yang diutamakan dari pada perkara ekonomi atau yang lainnya. Sebagaimana dalam hadits nabi SAW yang menyatakan bahwa nyawa seorang muslim lebih utama dari pada dunia dan seisinya. Mainset inilah yang dimiliki oleh negara dalam menjalankan sistem kesehatan, bukan mainset bisnis atau yang lainnya.

Sistem kesehatan yang kuat dan sepenuh hati dalam melayani setiap warga negara tersebut tidak bisa hadir tanpa ditopang ole sistem ekonomi yang kuat dan berdikari. Oleh karenanya tentu sistem kesehatan sebuah negeri membutuhkan sistem ekonomi islam yang sangat jauh dari unsur menipu dan jud apalagi ribawi. 

Nagara-negara kapitalis hari ini bersandar dengan sistem kesehatan yang rapuh. Negara hanya menjadi sebuah regulator saja. Sementara mekanisme penjaminan kesehatan diserahkan layaknya sebuah perusahaan asuaransi dimana setiap warga negara wajib membayar sejumlah uang tertentu sebgai jaminan kesehatan baginya. Bahkan cara-cara ini telah melahirkan sebuah ungkapan yang pada akhirnya “orang miskin dilarang sakit” , mengutip judul buku Eko Prasetyo. 

Ada rekaman menarik tentang bagaimana Sistem Islam (khilafah) pada masa itu memeberikan layanan yang unggul kepada rakyatnya tanpa diskriminasi meskipun cuma-cuma. Dalam bukunya yang fenomenal Will Durrant berjudul Story of Civilization IV: The Age of Faith halaman 330, menyebutkan:

"Islam juga telah memelopori dunia terhadap peralatan & kompetensi bagi rumah-rumah sakit. Salah satunya yang didirikan oleh Nuruddin Zanki pada 1160 di Damaskus, dimana diberikan perawatan & pengobatan gratis disana selama tiga abad, tepatnya selama 267 tahun terus menerus. Ibnu Jubair yang tiba di Baghdad pada 1184 sangat mengagumi Bimaristan Adadi yang sangat besar, sebuah ruma sakit layaknya istana megah sepanjang tepian sungai Tigris, disini makanan dan obat-obatan diberikan cuma-cuma kepada pasien. Di kairo pada 1285 Sultan Qalaun memulai mendirikan Maristan al Mansur, sebuah rumah sakit besar abad pertengahan. 

Di dalamnya terdapat sebuah bangunan persegi empat yang luas, empat bangunan menjulang di sekitar halaman yang dihiasi dengan koridor beratap, ditambah kesejukannya dengan air mancur dan sungai. Ada bangsal terpisah untuk beragam penyakit dan untuk pemulihan; laboratorium, apotik, klinik rawat jalan, dapur diet, pemandian, perpustakaan, tempat ibadah, ruang kuliah, dan khususnya akomodasi yang menyenangkan bagi penderita sakit jiwa. Pengobatan diberikan gratis kepada pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan setiap pasien yang telah sembuh diberikan sejumlah uang untuk bekal selama dia sakit (tunjangan selama tidak dapat bekerja karena sakit -ed), sehingga dia tidak perlu segera kembali bekerja. Mereka yang tidak bisa tidur disediakan musik yang lembut (terapi psikologis –ed), pencerita profesional, dan mungkin buku-buku sejarah. Rumah sakit jiwa ada di semua kota besar negeri- negeri Islam."[]

Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar