MUSIBAH DATANG:(Allah Menguji Manusia: Siapakah yang Terbaik Amalnya)




Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa dari ayat ini menunjukkan kalau maut itu adalah sesuatu yang ada dan ia adalah makhluk. Maut adalah makhluk karena maut itu diciptakan.

Maut diciptakan dalam bentuk domba. Jika ia melewati sesuatu pasti akan mati. Sedangkan hayat (kehidupan) diciptakan dalam bentuk kuda. Jika ia melewati sesuatu pasti akan hidup. Inilah pendapat Maqotil dan Al Kalbiy. Tugas kita hanyalah mengimani maut dan hayat, walaupun keduanya tidak nampak bagi kita (perkara ghoib). Seorang mukmin adalah seseorang yang beriman pada perkara yang ghoib.
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

“Orang yang bertaqwa adalah yang mengimani perkara ghoib.” (QS. Al Baqarah: 3)

Bersabar itu sangat penting dalam menghadapi ujian, termasuk wabah penyakit virus corona sekarang ini.

Milik kita itu seperti kambing. Jika kita merasa bahwa kambing itu milik kita, maka suatu saat jika kambing itu mati, semuanya hilang. Begitu pula manusia itu milik Alloh, kapan pun bisa diambil oleh pemiliknya. Oleh karena itu, kita kembalikan kepada Alloh atas segala cobaan atasnya seraya bersabar dan mengucapkan: "innalillahi wa innailaihi raji'un".

Puncaknya bila kita mati, semua yang dimiliki akan berpisah dan bukan lagi atas nama kita. Bila kita menyadari semua ini, maka kitalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Alloh.

Oleh karena itu kita harus paham bahwa musibah itu bukan hanya kelalaian manusia tetapi juga takdir Alloh. Manusia berusaha tetapi Alloh juga yang mentakdirkan atas semua kejadian. Kita tidak perlu dalam ketakutan, putus asa tetapi sebaliknya hendaknya kita tetap penuh harap kepada Alloh dan jangan berprasangka buruk kepada Alloh karena Alloh juga tergantung atas prasangka hambanya.

Misal ada ada 2 orang fakir. Yang satu suudzon bahwa Alloh benci kepadanya. Yang satu merasa dicintai Alloh dan bersyukur atas segala yang terjadi kepadanya. Mana yang lebih mulia dihadapan Alloh? Ada dua hal yang harus diketahui atas semua keadaan yang terjadi di dunia ini, yaitu ada takdir Alloh dan ada hikmah apa yang melatarbelakangi. Akankah kita akan bertambah imannya atas segala kejadian di alam semesta? Jika dengan penciptaan langit dan bumi beserta isinya kita dapat mengambil pelajaran, maka itulah ulil albab yang berdzikir kepada Alloh dalam setiap keadaan.

Kita mesti memahami bahwa Alloh menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia. Ia ciptakan virus corona bukan sia-sia. Namun, yang ditakuti oleh manusia seringkali bukan pencipta virus tetapi ciptaannya. Terhadap hal ini, ada kaidah bahwa bila Anda pingin selamat dari singa maka jauhi singa, tetapi jika takut kepada Alloh, dekati Alloh bukan menjauhinya. Azab corona bukanlah azab yang keras, masih ada yang lebih dahsyat yang mampu meluluhlantakkan seluruh ciptaan Alloh.

Corona, itu mirip tha'un. Hadist tentang penyakit tha'un:

Usamah menjawab, "Rasulullah pernah bersabda: Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu." (HR Bukhari-Muslim)

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Hafshah binti Sirin bahwa ia menceritakan, Anas bin Malik berkata, "Rasulullah bersabda: Orang yang mati karena wabah thaun adalah mati syahid."

Tha'un adalah azab yang yang timpakan kepada orang kafir tetapi juga bisa sebagai rahmat bagi orang yang beriman. Bagaimana bisa menjadi rahmat? Bila seorang mukmin bersabar dan ikhlas, jika ia mati karena tha'un itu maka ia menjadi orang yang mati syahid. Bagi orang yg tidak beriman itu sebagai peringatan dan azab sebelum dimasukkan ke neraka.

Orang yang tidur dapat dibangunkan, orang yang lupa dapat diingatkan, tetapi bila tidur dan lupa tisak bisa dibangunkan dan diingatkan maka ia sudah menjadi jazad mati. Begitu pula dengan hati. Ketika hati hidup, ada apinya, jika kena angin, jika diingatkan ia akan hidup dan kembali kepada Alloh. Namun, jika hati sudah menjadi debu, ketika terkena angin justru akan berhamburan, berantakan.

Dengan penciptaan virus corona Alloh menunjukkan kemahakuasaannya. Siapa yang bisa hadapi virus corona? Tank? Dokter? Ahli virus. Jika perzinaan di mana-mana, LGBT, dan mereka menampakkan hal itu dengan bangga maka penyakit tha'un dan penyakit-penyakit yang sebelumnya belum terjadi. Ibaratnya, kalau ada sepeda motor tidak ada suratnya maka harus dicarikan surat---pernikahan, ijab qobul. Tetapi perzinahan itu seperti motor yang dicuri, maka pencuri harus dihukum.

Rasuulloh selalu dalam keadaan berwudhu dengan sempurna. Berapa kali kita berwudhu dalam sehari? Mengapa kita lebih percaya masker dari pada wudhu? Lebih baik tidak pakai masker tetapi sering berwudhu daripada pakai masker tetapi tidak berwudhu. Namun, ketika dalam keadaan kita berwudhu, kita tetap pakai masker, itupun boleh.

Sikap kita terhadap musibah bisa kita obati dengan iman, misalnya dengan sedekah. Tanggulangi dengan yang dhohir dan iman. Jadi, dengan iman itu tetaplah kita sholat berjamaah di masjid sedang di tempat umum kita kurangi. Bagaimana dengan fatwa MUI?
Bagaimana dengan kaidah yang menyatakan bahwa kita sebaiknya "Menghindar dari yang merusak dan mencari yang maslahah?"

Ada perumpamaan begini: Racun itu bahaya, vitamin itu bermanfaat. Jadi, menghindari racun lebih utama dari makan vitamin. Kita jangan makan vitamin tetapi kita tidak melupakan racun. Itu perbuatan sia-sia. Kita perlu mempertimbangkan kedaruratan dengan mengambil maslahahnya, itu benar.

Bagaimanapun juga, yang menjadi fokus utama dirumuskannya konsepsi maqashid al-syari’ah (tujuan pokok syariat) adalah untuk mendapatkan maslahah serta menghindari timbulnya mafsadah (kerusakan). Namun, bukan berarti demi maslahah syariah boleh ditinggalkan begitu saja. 

Menurut Imam al-Ghazali, maslahah dibahasakan sebagai sabili al-ibtida’, mewujudkan kesejahteraan. Upaya mewujudkan kesejahteraan adalah tidak boleh lepas dari upaya menghindar dari timbulnya mafsadah itu. Secara istilah, Al Ghazali mendefinisikan maslahah itu sebagai: المصلحة .... هي جلب المنفعة ودفع المضرة أي المفسدة Artinya: “Maslahah adalah menarik kemanfaatan dan menolak kemudlaratan, yakni kerusakan.” [Abu Hâmid al-Ghazâly, al-Mustashfâ, Beirut: Ihyâu al-Turâts al-‘Araby, 1977, Juz 2, 139]. Jadi, hakikat maslahah itu pada dasarnya adalah menarik kemanfaatan dan menolak segala bentuk kemudlaratan atau kerusakan.

Saudaraku, meninggalkan sholat Jumat itu tidak benar ketika tidak ada udzur kedaruratan. Jangan dipaksakan kaidah itu untuk diterapkan jika tidak dalam keadaan darurat. Jika di daerah sudah banyak yang terkena sakit, barulah hal itu diterapkan, tetapi jika tidak maka sholat berjamaah khususnya sholat Jumat harus tetap 
dilaksanakan di masjid, bukan menjadikan masjid-masjid kosong dan sepi dari kegiatan umat Islam. Sikap hati-hati itu wajib, sikap terlalu takut menunaikan ibadah itu sebaiknya dihindari ketika kita ingin syurganya Alloh.

Wallohu a'lam bishowab.[]


Ditulis kembali oleh Prof Suteki Abdullah*
(ditambah dengan berbagai artikel)

Kajian Subuh Masjid At Taufiq Srondol Wetan Banyumanik Semarang. Ngaji Tematik bersama HabibTaufiq bin Abdul Qodir Assegaf dari Pasuruan Jawa Timur. Kamis, 19 Maret 2020.

Posting Komentar

0 Komentar