BAHAYA RUWAIBIDHAH YANG MENGURUSI ORANG BANYAK



Orang bodoh yang mengurusi orang banyak itu disebut hadits nabawi sebagai ruwaibidhah, dan kaum Muslim sudah jauh-jauh hari diperingatkan atas bahayanya:

Imam Ibn Majah meriwayatkan dalam Sunan-nya:

"Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibn Majah)

Jenis "ruwaibidhah" yang paling berbahaya, adalah pemimpin sufaha' (tak paham ilmu dan adab mengatur masyarakat) disokong orang berilmu yang cinta dunia, klop merusak masyarakat, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits dari Tsauban r.a., ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ»
“Sesungguhnya yang aku khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin yang (sesat) menyesatkan.” (HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad)

Lafal innamâ dalam hadits di atas merupakan penanda bentuk kalimat yang mengandung pengkhususan (al-qashr), yang berfaidah menguatkan pesan di dalamnya.[1] Sedangkan yang dimaksud al-a’immah (pemimpin) dalam hadits ini adalah  umarâ’ (penguasa) dan ’ulamâ (tokoh ulama).

Al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H) mendefinisikan: al-a’immah jamak dari imâm, yakni panutan kaumnya dan pemimpin mereka, dan siapa saja yang menyeru mereka mengikuti suatu perkataan, perbuatan maupun keyakinan.[2] Konotasi ini jelas melekat pada penguasa (umarâ’) dan orang yang berilmu (kaum intelektual). Kerusakan yang menimpa mereka, menjadi pangkal bagi kerusakan masyarakat secara umum, maka relevan jika baginda Rasulullah ﷺ memperingatkan bahaya para pemimpin yang sesat menyesatkan ini.

Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) mengatakan:

ففساد الرعايا بفساد الملوك وفساد الملوك بفساد العلماء وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر 
"Kerusakan masyarakat disebabkan karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan karena rusaknya mereka yang berilmu, dan rusaknya mereka yang berilmu disebabkan karena dikuasai cinta harta dan ketenaran. Barangsiapa dikuasai cinta dunia, maka ia takkan mampu mengoreksi rakyat lemah, lantas bagaimana (ia bisa mengoreksi) para penguasa dan pembesar?[3]

والله المستعان


Oleh Irfan Abu Naveed

Catatan Kaki:
[1] Sebagaimana disebutkan dalam banyak referensi ilmu balaghah.
[2] Abu al-Hasan Nuruddin al-Mulla ‘Ali al-Qari, Mirqât al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, Beirut: Dâr al-Fikr, cet. I, 1422 H/2002, juz VIII, hlm. 3389.
[3] Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ’ ’Ulûm al-Dîn, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, juz II, hlm. 352.

Posting Komentar

0 Komentar