Menyibak Tabir Bunuh Diri di Kalangan Pelajar


Suasana duka kembali menerpa dunia pendidikan di awal pergantian tahun 2020 Ini, pasalnya diketahui telah terjadi berbagai kasus bunuh diri di kalangan pelajar yang seharusnya memiliki jiwa optimis dan sedang bersemangat-bersemangatnya dalam menimba ilmu untuk meraih masa depannya yang gemilang.

Dilansir dari media (TRIBUNNEWS.COM) - Seorang pelajar SMK di Surabaya bunuh diri di dapur rumahnya, Senin (13/1/2020). Diketahui remaja berinisai RH ini tinggal di Jalan Pacar Keling Surabaya. Saat ditemukan pertama kali oleh ayahnya, RH sudah dalam kondisi tergantung dengan leher terikat tali sabuk di sebuah kayu balok yang melintang antara kamar dan dapur.

Ketika meninggal, seorang saksi mata menemukan sebuah kertas bungkus makanan coklat yang berisikan surat wasiat. Mengutip dari Surya, surat wasiat yang berbahasa jawa tersebut belum diketahui ditujukan kepada siapa, namun saksi mata yang berinisal CM mengatakan jika isi dari surat wasiat tersebut tentang permasalahan keluarga.

Dan kejadian yang tak kalah memilukan juga menerpa seorang siswi berinisial SN yang merupakan pelajar SMP di daerah Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Masih melalui sumber media berita yang sama, dikabarkan seorang siswi SMP meninggal setelah melompat dari lantai empat sekolahnya, Selasa (14/1/2020).

Saat ini, SN telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Jumat (17/1/2020). Ia sempat dirawat selama dua hari di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Namun sayang nyawanya tidak mampu tertolong. Polisi hingga kini masih menyelidiki motif SN melakukan percobaan bunuh diri di sekolahnya. 

Namun, di media sosial, ramai beredar dugaan SN menjadi korban bully atau perundungan hingga nekat melompat dari lantai 4. Bahkan muncul tagar yang hingga berita ini dituliskan, Sabtu (18/1/2020) malam masih menjadi trending di Twitter.

Itulah sepenggal fakta memilukan dari sekian banyaknya permasalahan yang masih mewarnai dunia pendidikan di negeri ini. Seakan tak ada habisnya beragam kasus demi kasus bermunculan yang menerpa para pelajar yang terbilang masih anak-anak bau kencur namun telah dirundung permasalahan berat menurut pandangannya sehingga kerap berujung pada tindakan yang memilukan dan begitu teramat disayangkan. 

Faktor-Faktor yang Menjadikan Tindakan Bunuh Diri Diambil Sebagai Jalan Keluar Permasalahan pada Pelajar.

Rentetan berbagai fenomena dan kerusakan yang kian marak menerpa generasi kita khususnya para pelajar amatlah sangat menyesakkan dada dan selayaknya menjadi cambukan tersendiri terhadap dunia pendidikan, di tengah program pemerintah di dalam upaya meningkatkan budi pekerti para siswa, yakni program yang disebut-sebut sebagai program yang efektif dalam penumbuhan karakter pada generasi ini seakan belum menunjukkan suatu keberhasilan yang riil dan signifikan. 

Kasus bunuh diri di kalangan para pelajar ini adalah salah satu gambaran ketidakberhasilan dari upaya program tersebut. Dari sini seakan kita sedang diperlihatkan bagaimana suatu kondisi generasi yang rapuh secara mental maupun akidah, menjadikan mereka sebagai individu yang tanpa memiliki filter atau pegangan hidup sehingga jauh dari katakter yang diharapkan.

Di samping itu pula kondisi psikis remaja yang sering labil dan berubah-ubah menjadikan mereka gampang terpapar depresi dan stress berat. Lalu faktor utama apa saja yang menyebabkan tindakan bunuh diri ini menjadi semakin marak di kalangan pelajar? 

Pertama, faktor individu.

Seperti yang telah penulis sebutkan di muka tadi bahwa faktor individu yang rapuh secara mental maupun akidah menjadi pemicu utama dorongan untuk melakukan tindakan atau aksi bunuh diri pada seorang pelajar. Kondisi individu pelajar yang memiliki cara pandang hidup yang keliru, cenderung liberal dan sekuler, jauh dari Tuhan dan tuntunan agamanya. Sehingga menjadikannya seorang pribadi yang gampang terpapar depresi dan putus asa. Depresi terjadi biasanya ketika ia gagal mencapai apa yang diinginkannya, sementara pada saat yang sama, kesabaran dan ketawakalannya kepada Allah Swt begitu lemah 

Kedua, keluarga.

Faktor kesendirian yakni ketidak hadiran orang tua yang bisa tersebab dari korban perceraian atau kematian, maupun faktor ketidak pekaan orang tua yang masih ada, namun tersibukan oleh pekerjaan dan dunianya menjadikan anak lebih memilih untuk menyendiri, saat sang anak berhadapan dengan masalah yang menurut pandangannya sangat berat. Keluarga, orang tua, dan suasana rumah yang seharusnya menjadi tempat untuk mengeluarkan segala uneg-uneg dan isi hati tidak lagi mampu dia harapkan, yang semakin menjadikannya merasa semakin terpuruk dan tidak punya tempat untuk berbagi apa yang tengah dihadapinya dan memilih untuk memendamnya sendiri.

Ketika orang-orang terdekat sudah tidak mampu diharapkan sebagai tempat mengungkapkan dan meminta bantuan atas permasalahannya maka tak jarang ia juga akan lebih memilih sarana media sosial untuk sekedar menghibur diri atau menumpahkan kegundahannya. Dan dari sana juga dapat menjadi pemicu mereka terjerumus pada informasi atau inspirasi yang salah. Informasi serta sajian-sajian dari sosial media yang begitu liar dengan mudah mereka akses dan dapatkan. 

Sebagai contoh, bagaimana banyaknya artis Korea yang mengambil keputusan bunuh diri sebagai jalan keluar karena masalah yang dihadapinya, yang pada akhirnya secara tidak sadar dapat mereka ikuti. Maka dari sinilah betapa pentingnya sebagai orang tua harus segera menyadarinya serta memberi informasi Islam agar anak memiliki filter dan keteguhan akidah yang benar si dalam dirinya

Ketiga, Lingkungan sekolah yang tak bersahabat.

Hal tersebut juga diperparah oleh kehadiran guru yang tidak perduli dengan permasalahan anak didiknya. Ditambah adanya beban tugas -tugas sekolah yang harus mereka selesaikan menambah rasa penat dan rasa kebingungan yang mendalam. Begitupun dengan waktu belajar yang lama yang membuat anak merasa jenuh. Ditambah dengan adanya keberadaan teman-teman yang tidak menyenangkan (sering mmbully) menambah tekanan tersendiri keberadaannya di lingkungan sekolah.

Keempat, masyarakat.

Lingkungan masyarakat yang cenderung acuh dan individualis juga merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya depresi sosial pada pelajar. Masyarakat yang jauh dari Islami karena diatur oleh sistem sekuler liberal yang mempunyai tingkat kepedulian dan keimanan yang rendah juga menjadi pemicu utama suatu kehidupan masyarakat maupun remaja yang gampang terpapar stress berat dan depresi. Hingga pada akhirnya sering memicu berbagai kerusakan seperti halnya keinginan bunuh diri, pemakaian narkoba, seks bebas yang berujung hamil di luar nikah dan lain-lain sebagai jalan pintas dalam mencari jalan keluar atas berbagai permasalahan yang mendera. 

Kelima, negara.

Negara yang cenderung abai terhadap permasalahan masalah pendidikan dan seputar aturan kehidupan para pelajar, yang tersebab dari buah sistem pendidikan sekulerisme yang diterapkan menjadikan mereka jauh dari tuntunan agama serta banyak membawa pelajar pada kondisi yang menjadikan mereka tidak bisa menikmati pelajaran yang dia terima dengan baik. Banyaknya tugas-tugas sekolah yang  harus ditanggung oleh anak yang di luar kemampuannya seakan menambah beban atas permasalahan yang sedang dihadapinya.

Efektifitas Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi Terjadinya Bunuh Diri Akibat Kasus Bullying di Sekolah.

Kasus bunuh diri pada para pelajar yang diakibatkan bullying memang belum sebanyak dari jumlah korban yang hanya menderita trauma, sehingga hingga saat ini upaya pemerintah  hanya sebatas berkonsentrasi terhadap penanggulangan aktivitas Bullyingnya saja. Padahal jika tidak ditanggulangi secara serius dan benar kasus bunuh diri akibat tekanan bullying ini akan terus menerus terjadi di kehidupan para pelajar.

Pada tahun 2016 lalu Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan perundungan atau tindakan kekerasan terus-menerus(bullying) terhadap anak di satuan pendidikan, termasuk sekolah.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebutkan, Perpres ini akan disiapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh.

Melalui Anies selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, sebut pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 yang komponennya ada tiga, yakni penanggulangan, sanksi, dan pencegahan," ujar Anies di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1).(CNN INDONESIA)

Namun sepertinya upaya tersebut hingga kini belumlah efektif dijalankan apalagi mampu menjadi solusi atas berbagai kasus bullying maupun kerusakan lainnya pada pelajar. Masih begitu maraknya aksi pembulian di sekolah dan di lingkungan kehidupan para pelajar, perang dan tawuran antar pelajar hingga berbuntut pada aksi bunuh diri oleh pelajar itu adalah bukti upaya yang dilakukan pemerintah belumlah efektif.

Karena sejatinya upaya yang dilakukan pemerintah sebagai pencegahan memang tidak akan pernah menemukan titik temu saat tidak disertai juga oleh perubahan sistem pendidikan yang diterapkan. Orientasi kurikulum pendidikan yang berazaskan sekulerisme yang diterapkan saat ini melenceng jauh dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam undang-undang dasar. Tujuan pendidikan yang ada selama ini hanya sekedar mengejar nilai kognitif tanpa begitu memperhatikan perkembangan sikap dan perilaku peserta didik.

Solusi Tuntas dan Pencegahan  Tindakan Bunuh Diri pada Pelajar.

Lelah sudah rasanya saat masyarakat berulang kali harus menyaksikan berbagai  peristiwa yang menyedihkan di lingkungan para pelajar. Terlebih-lebih tindakan bunuh diri ini selain sangat menyisakan duka dan kepiluan yang mendalam, perbuatan tersebut juga sangatlah dilarang dan bertentangan keras dengan akidah umat Islam sebagai pemeluk agama mayoritas di negeri ini. 

Masyarakat sudah tidak bisa lagi berharap pada sistem tambal sulam hanya concern pada akibat yang tidak pernah mampu menjadi solusi tuntas terhadap akar masalah atau penyebab utamanya. Maka solusi yang harus diambil yaitu kembali kepada sistem kehidupan Islam.

Islam sebagai agama paripurna yang tidak hanya mengatur urusan dengan tuhannya tapi juga mengatur bagaimana urusan dirinya sendiri dan hubungannya dengan masyarakat atau manusia lainnya. Di bawah naungan sistem kehidupan Islam, masyarakat dapat terjaga di bawah tiga pilar, yang terangkai sebagai berikut:

Pilar utama yaitu kokohnya akidah pada setiap individu. Individu yang mempunyai akidah yang kokoh akan mampu menekan keinginan untuk melakukan tindakan bunuh diri yang bertentangan dengan agama. Individu yang mempunyai cara pandang hidup yang benar dan lurus, yakni pandangan hidup Islam yang didasarkan pada akidah Islam yakni menanamkan bahwa kebahagiaan hidup adalah diperolehnya ridha Allah, bukan dicapainya hal-hal yang bersifat kesenangan duniawi dan material semata. 

Penanaman pikiran dan pemahaman seperti ini bisa dilakukan melalui pembinaan baik yang bisa dimulai dari rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Oleh sebab itu, setiap orang harus ‘memaksa’ dirinya untuk terus mengkaji Islam secara tepat; bukan untuk kepuasan intelektual, melainkan untuk diyakini, dihayati, dan diamalkan.

Dengan pengamalan tersebut ia akan menjadi orang yang memiliki keyakinan teguh, cita-cita kuat, tawakal hebat, dan optimisme tinggi; zikirnya rajin, shalatnya khusyuk, dan ibadah lainnya melekat dalam dirinya; perjuangan dan pengorbanannya untuk Islam pun membara. Ia akan berbuat di dunia dengan keyakinan Allah Swt. akan menolongnya, kesulitan dipandang sebagai ujian hidupnya, dan pandangannya jauh tertuju ke depan, ke akhirat. Dia berbuat di dunia untuk mencapai kebahagiaan hakiki, yaitu ridha Allah al-Khaliq. Jika ini dilakukan niscaya seseorang pelajar akan terhindar dari depresi berat.

Pilar kedua yakni keluarga. Sejatinya depresi pada seorang anak tidak selalu tersebab pada keluarga yang berantakan. Ada juga orang yang berasal dari keluarga baik mengalami depresi. Namun, secara umum keluarga yang tak tertata berpeluang lebih besar melahirkan anak-anak yang terpapar depresi. Allah Swt. Mahatahu terhadap karakteristik manusia yang diciptakannya. Dia adalah Zat Yang Mahalembut yang menurunkan konsep keluarga keluarga yang islami, harmonis, serta jauh dari hal-hal yang dapat merusak pondasi dan pilar-pilar keluarga; sehingga terbentuk keluarga yang ‘sakînah, mawaddah, wa rahmah’ dan memiliki buah hati yang shalih dan Shalihah yang kokoh secara akidah.

Pilar ketiga yaitu masyarakat. Masyarakat Islam yang dinamis dan mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi sehingga mampu menciptakan berjalannya kontrol sosial di tengah masyarakat. Kehidupan masyarakat, kata Nabi, seperti sekelompok orang yang mengarungi lautan dengan kapal. Jika ada seseorang yang hendak mengambil air dengan melobangi kapal dan tidak ada orang lain yang mencegahnya, niscaya yang tenggelam adalah seluruh penumpang kapal. 

Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh anggota masyarakat terhadap kehidupan masyarakat secara umum. Masyarakat yang para anggotanya mengembangkan bibit-bibit depresi, jika dibiarkan, akan melahirkan masyarakat yang depresi. Sebaliknya, warga masyarakat yang menumbuhsuburkan kebaikan akan mewujudkan masyarakat yang juga baik. Oleh sebab itu, agar masyarakat memiliki daya tahan dalam menghadapi depresi/stress sosial harus ada upaya untuk menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial; menciptakan atmosfir keimanan; serta mengembangkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Masyarakat Madinah pada zaman Nabi saw. merupakan contoh ideal untuk hal ini.

Para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar, bahu-membahu dan saling mengasihi satu sama lain. Rasulullah mempersaudarakan mereka dan menanamkan sikap saling membantu dalam kekurangan di antara sesamanya. Nuansa keimanan begitu dominan baik di pasar Madinah, kebun-kebun kurma, dan tempat berkumpul lainnya. Mereka juga saling mengajak berbuat kemakrufan dan mencegah kemungkaran. 

Masyarakat saat itu menyatu menjadi masyarakat dakwah. Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian saling membenci, saling menghasut, saling membelakangi, dan saling memutuskan tali persahabatan. Akan tetapi, jadilah kalian itu hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim tidak diperbolehkan mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”(HR al-Bukhari dan Muslim).

Dan pilar terakhir yakni negara. Negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap berbagai kasus yang mendera dunia pendidikan dan para pelajar. Karena tidak dapat dipungkiri Pemerintah memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan depresi di tengah-tengah masyarakat dan para pelajar. 

Sistem pendidikan yang diterapkan yang jauh dari tuntutan Islam menjadi pemicu terjadinya depresi sosial di tengah kehidupan masyarakat dan para pelajar. Maka hendaknya negara wajib membina masyarakat dan pelajar dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam; mengatur media massa hingga tidak menyebarkan budaya hedonistik dan materialistik yang bersumber dari ideologi kapitalisme atau sosialisme; menerapkan hukum-hukum Islam secara total; serta mencampakkan akidah dan sistem kehidupan yang materialis dan sekuler. 

Hanya dengan sikap tegas dari penguasa untuk melakukan hal tersebut maka depresi berat di kalangan pelajar dan masyarakat dapat dicegah. Dan benar-benar akan mampu menjadi solusi tuntas dalam menekan kasus para remaja dan individu yang mati terhina dengan mati bunuh diri menjadi mati mulia dengan memperjuangkan Islam.

Dari berbagai ulasan di atas tadi depresi/stress pada para pelajar yang dapat menghantarkannya pada tindakan bunuh diri merupakan persoalan kompleks, dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, solusi untuk mengatasinya harus tepat dan komprehensif, tidak bersifat parsial dan individual. Artinya, diperlukan peran masyarakat dan negara untuk mengatasinya, bukan sekadar peran individu dan keluarga saja.

Dasarnya pun bukanlah sistem hidup kapitalisme ataupun sosialisme yang justru mengandung bibit-bibit penyebab deprsei/stress, melainkan Islam. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan itu, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS al-An‘am [6]: 153).

Wallahu a'lam bishshawwab.[]

Oleh Liza Burhan 
Analis Mutiara Umat

Referensi: 
Angka Bunuh Diri Meningkat, Cermin Kegagalan Sistem Kapitalisme.(Tabloid Media Umat)

Posting Komentar

0 Komentar