Andakah Akhwat PHP?


“Mana nih, ikhwan yang mau selamatkan saya? Kok pada nggak berani datang melamar?”

“Iya, ikhwan kita pada kurang berani. Mau nikah kebanyakan mikir. Padahal kan rizki dijamin Allah.”


Ayyuhal ikhwatil kiram, cukup banyak akhwat yang berkeluh kesah karena tak kunjung datang ikhwan yang datang melamar mereka. Mereka mengeluhkan sikap ‘ukhuwah’, ‘perjuangan’ dan ‘keberanian’ para ikhwan di atas roda dakwah. Bukankah dengan menikah berarti menjaga rapat barisan dakwah dan mengokohkan perjuangan?

Wajar bila akhwat yang lajang ini punya kesebalan pada para ikhwan. Meski itu tak tampak tapi dalam hatinya memendam kegelisahan plus kekesalan. Mengapa demikian? Karena kehidupan mental dan biologis perempuan memang berbeda dengan lelaki. Wanita diciptakan dengan kekuatan perasaan yang lebih kuat ketimbang pria. Selain mendambakan segera ke pelaminan, mereka juga harus bersaing dengan akhwat lain yang baik yang sama-sama lajang ataupun yang menjanda.


Sedangkan dunia biologis mereka pun memiliki durasi yang lebih singkat. Wanita pada umumnya khawatir usia akan memudarkan penampilan mereka, sedangkan lelaki pada umumnya menyenangi wanita yang lebih fresh dan tentunya lebih muda. Selain itu, usia reproduksi mereka juga dibatasi oleh menopause. Itulah sunnatullah wanita yang tidak ada pada pria. Wajar bila seiring waktu mereka menjadi kian gelisah.


Tapi, bila belum kunjung beranjak ke pelaminan, mohon jangan hanya salahkan ikhwan. Pertolongan Allah kadang tak kunjung datang bisa karena kecenderungan hati yang salah dan langkah yang mudah goyah. Entah disadari atau tidak, Anda, ukhti fillah, sebenarnya yang menyebabkan langkah menuju pelaminan menjadi tak mudah, terjal, bahkan tak kunjung terlihat.


“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(TQS. asy-Syura: 40).

Dari sekian obrolan ikhwan yang kecewa karena gagal menikah, saya bisa menyimpulkan ada sebagian kegagalan itu justru disebabkan karena sikap sang akhwat. Di antara satu hal yang yang saya tangkap benang merahnya, ada sebagian akhwat yang menjadi pribadi PHP (Pemberi Harapan Palsu).


Bagaimana itu pribadi akhwat yang PHP? Begini, ada akhwat yang membuka lebar pintu bagi ikhwan untuk segera melamar mereka. Kaum akhwat ini juga begitu mengidamkan pernikahan dengan lelaki yang baik (soleh, maksudnya), walimah yang khusyu’, dan solid di jalan dakwah. Namun tatkala seorang pria menapakkan kaki ke rumahnya menuju proses pernikahan, ia sendiri yang justru mematahkannya.


Ada dua hal yang membuat seorang akhwat masuk kategori pelaku PHP:

Pertama, akhwat yang tidak jujur dalam kriteria calon suami. Ketika declare untuk menikah ia hanya mengatakan ingin mencari suami yang soleh, sayang keluarga, rajin berdakwah. Namun ketika datang ikhwan bermaksud melamarnya dengan kriteria seperti di atas, ia segera mencari-cari kekurangan lelaki tadi untuk menolaknya. Apakah soal status pendidikan, penghasilan, latar belakang keluarga, hingga penampilan, dsb. Akhwat seperti ini mendadak jadi selektif dan tak segan-segan menolak ikhwan yang tidak masuk dalam kriteria yang ia buat sendiri.

Bagi kaum lelaki, akhwat seperti ini masuk kategori PHP. Perempuan macam ini tidak jujur dalam soal kriteria suami. Bisa jadi karena ia takut dibilang matre kalau mensyaratkan calon suaminya harus mapan. Atau takut dibilang berlebihan kalau mensyaratkan calon suaminya harus berpendidikan tinggi dan dari kampus bonafid, atau takut dibilang kecentilan kalau membuat syarat suaminya harus rupawan. Tapi apapun alasannya, ketika kemudian ia berbuat seperti itu maka ia sudah mem-PHP-kan ikhwan yang datang kepadanya.


Kedua, akhwat yang membiarkan ikhwan berjuang sendiri. Tidak jarang jalan terjal itu menghadang menuju pelaminan. Kerikil tajam itu bisa datang dari pihak keluarga akhwat yang mempersoalkan status sang ikhwan. Bisa karena pendidikannya, penghasilannya, sampai latar belakang harokahnya. Ada juga yang mempermasalahkan tatacara walimah yang akan diadakan oleh mereka berdua.


Dalam keadaan seperti ini ada akhwat yang justru membiarkan sang ‘mujahid’ berjuang sendirian. Ia seperti pasrah melihat lelaki itu melobi kedua orang tuanya, pontang-panting mendatangi keluarganya, dsb. Sang akhwat hanya meminta dan meminta sang ikhwan agar pantang menyerah, sedangkan ia sendiri pasrah saja dengan keadaan. Jadi nikah syukur, nggak pun nggak apa-apa.


Akhwat fillah, jalan menuju pernikahan harus dilalui bersama. Kelak setelah pernikahan terjadi, suami dan istri pun harus solid dan selalu bersemangat bersama menjaga keutuhan rumah tangga. Mana bisa hanya suami seorang yang bekerja keras merawat pernikahan sementara sang istri hanya duduk pasrah dan berdoa?

Sadarilah, dalam rencana pernikahan ada bagian yang ukhti juga harus ikut memperjuangkannya. Bila memang ukhti yakin bahwa ikhwan yang datang mengkhitbah adalah lelaki baik-baik, sesuai dengan kriteria ukhti, maka berjuanglah bersama. Ajak orang tua bicara baik-baik dengan akal sehat. Sampaikan visi dan misi pernikahan yang ukhti inginkan di hadapan orang tua. Kalau perlu tegas dalam menolak atau membantah pemikiran yang keliru bahkan batil dari keluarga, tentu dengan bahasa yang santun. Misalnya saat orang tua menginginkan pernikahan yang megah dengan biaya yang berlebihan, maka sampaikan dengan lembut tapi penuh ketegasan bahwa ukhti menginginkan pernikahan yang sederhana namun berkesan.


Tapi bila Anda, ukhti fillah, pasrah saja – atau kurang usaha – memperjuangkan pernikahan, maka sebenarnya Anda masuk kategori Akhwat PHP. Pemberi Harapan Palsu pada para ikhwan.


Jadi, jangan salahkan keadaan, atau salahkan para ikhwan yang tak kunjung datang melamar, lalu Anda berkeluh kesah dan gelisah. Padahal mungkin sudah ada yang melamar tapi Anda malah mem-PHP-kan mereka. Saya khawatir ini adalah semacam ‘surat peringatan’ dari Allah sebagaimana yang diingatkan Nabi SAW.:


“Jika datang kepadamu lelaki yang kaum ridloi agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah karena bila tidak akan datang fitnah di muka dan kerusakan yang besar.”(HR. Muslim)[]

Oleh : Ustadz Iwan Januar
Sumber artikel: iwanjanuar.com

Posting Komentar

0 Komentar