Paradigma Keliru, Menganggap Ajaran Islam Ancaman



Paradigma yaitu disiplin intelektual, atau cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku (wikipedia). Jika paradigma  seseorang keliru akan merambat ketingkah laku yang salah juga. 
Kita melihat geliat perlawanan rezim menyerang ajaran Islam nampak dari kebijakan yang diambil. Ulama dan tokoh Islam ditangkap. Ormas Islam dibubarkan secara dzolim. Poligami dipermasalahkan, kata jihat diplesetkan, penghapusan materi perang dalam kurikulum pendidikan, kudungan (menutup aurat) dipermasalahkan, simbol-simbol Islam dipermainkan bahkan tak segan untuk merampas atau membakar dan aktivitas serumpun lainnya.
Bukan hanya itu, parahnya suara kiritis umat Islam pun dibungkam dengan tudingan penghasut, makar, radikal hingga teroris. Sampai dibuatkan berbagai delik masalah untuk mematikan kekritisan umat. 
Bagi mereka umat yang bersatu menegakkan Syariat Islam dan Khilafah adalah ancaman. Umat yang tegas melawan rezim dikriminalkan. Sehingga untuk mematikan paradigma ini, dibuatlah berbagai aturan salah satunya adalah Perppu dan Undang-undang ITE yang dijadikan alat untuk menjerat lawan.
 Hal ini disampaikan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet). “Tahun ini ada 77 kasus, tahun lalu 34 dan naik dua kali lipat”. Ujar relawan Safenet Makassar Daeng Ipul. Disebutnya kelompok perkara ITE berasal dari kalangan penguasa (cnnindonesia.com, 28/12/16). Sampai penayangan artikel yang membahas ITE yang ditulis Scholastica G dan Irma G dengan judul Jerat setan ‘pasal karet' di tirto.id, 31/8/2019 nampaknya ada benarnya.
Baru-baru ini publik dihebohkan oleh kasus Gus Nur yang dijerat UU ITE. Namun, ia tidak takut. Penegasan itu ia sampaikan kepada oknum generasi NU yang berharap dirinya dijebloskan ke penjara.
Menurut Gus Nur, apa yang dialaminya saat ini merupakan sebuah risiko perjuangan yang harus dihadapinya. Sebab, baginya penjara bukan tempat orang hina atau bersalah. Ia kemudian memberikan contoh sejumlah tokoh-tokoh Islam yang pernah masuk penjara. Namun hal itu menjadikan tokoh-tokoh tersebut semakin mulia dan dikenang sejarah.

"Aku dikit-dikit sudah memahami bahwa ini risiko sebuah perjuangan. Imam Hambali dipenjara, Imam Abu Hanifah dipenjara, Imam Hanafi dipenjara, Buya Hamka dipenjara, Syeikh Qutub dipenjara. Masa mereka hina semua? Nggak kan. Mereka mulia dikenang sejarah sampai kiamat," tutur Gus Nur (detiknews, 17/10/2019). 
Penulis melihat upaya penangkapan ulama seperti halnya Gus Nur sesuatu yang wajar. Kita melihat dan menyaksikan Gus Nur adalah salah satu ulama yang begitu getol menyerang kebijakan-kebijakan rezim. Menelanjangi persekongkolan penguasa-pengusaha. Hingga mampu membuka mata dan pikiran kita semua. 
Nampaknya ada polarisasi menjauhkan Islam dari ide Islam. Kita melihat upaya rezim begitu massif menggarong ide Islam seperti upaya di atas. Berimbas jauhnya umat Muslim dari pemikiran  Islam kaffah. 
Penulis mengingat kembali, kejadian ini hampir mirip dengan sejarah faktor keruntuhan daulah Islam. Terdapat dalam karangan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani 'Daulah Islam'. Dengan melakukan serangan misionaris bagaimana Eropa memerangi daulah Islam. Upaya yang dilakukan diantaranya 1) memisahkan Arab dari daulah Utsmaniyah dengan menggantinya dengan nama Turki, guna membangkitkan fanatisme kesukuan memecah bela kesatuan umat sehingga menjadikan mereka buta terhadap ideologi Islam. 2) Menjauhkan kaum Muslim dari ikatan hakiki, yaitu ikatan Islam. Dampaknya yaitu kelemahan dan kemunduran umat. 
Tatkala Rasul Saw. diutus membawa Islam tentu permusuhan terhadap dakwah ini begitu massif.  Orang Quraisy menyimpulkan dengan pikiran dangkal untuk memerangi, menentang dan memusuhi dakwah Rasul dengan cara hina dan menyakitkan. Tetapi hal itu tidak membelokkan Rasul dan dakwahnya. Justru semakin menguatkan beliau. 
 Syekh Taqiyuddin An-Nabhani juga dalam salah Satu Karyanya ‘Peraturan Hidup Dalam Islam', halaman 7 berbunyi “Bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia. Serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya. Agar manusia mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain."
Menurut syekh di atas bahwa, bangkitnya manusia tergantung dari pemikirannya.  Maka, pemikiran ini sangat penting untuk dimiliki oleh umat Islam. Namun, upaya polarisasi menjauhkan Islam dari pemikiran Islam membuat umat Islam berpikir lambat yang hanya berputar diperkara-perkara cabang bukan akar masalah. Padahal berpikir ke akar masalah mampu untuk menyelesaikan perkara cabang. Tidak terselesainya perkara cabang karena masalah pokoknya tidak tersentuh sama sekali. Ya, wajar perkara umat beranak-pinak. 
Selanjutnya pada halaman 9 juga berbunyi "Kaum Muslim tidak pernah mengalami kemunduran dari posisinya sebagai pemimpin dunia selama tetap berpegang teguh pada agamanya. Kemunduran kaum Muslim mulai tampak tatkala mereka meninggalkan dan meremahkan ajaran-ajaran Agama, membiarkan peradaban asing masuk menyerbu Negeri mereka; membiarkan paham Barat bercokol dalam benak mereka”. 
Tetap berpegang teguh pada agama, maka akan memimpin dunia. Namun jika paradigma rezim menggangap ajaran Islam sebagai ancaman kita mau apa? Maka wajar kaum Muslim mengalami kemunduran dari segala lini kehidupan, sebab ia meninggalkan dan meremehkan ajaran Agama dan lebih percaya kepada Barat. 
Paradigma inilah yang banyak dianut oleh kaum muslim atau penguasa boneka dunia. Karena itu alih-alih berpihak ke umat Muslim justru sikap represif dilayangkan. WallahuA'lam

oleh:
Ika Rini Puspita
Penulis buku 'Negeri ½’

Posting Komentar

1 Komentar